•
•
•
Dunia yang sedang ia pijaki saat ini, amatlah asing. Huruf-huruf hangul dan gedung pencakar langit kentara menunjukkan bahwa ini bukanlah Indonesia.
Dengan napas terengah-engah, akhirnya Minji berhenti dengan air muka panik yang belum luntur. Kepalanya terasa terlalu berantakan untuk menarik sebuah kesimpulan, akan tetapi ia memiliki dua dugaan di pikirannya; pertama, ia berkhayal atau tengah bermimpi, kedua suatu hal yang sulit ditelan akal sehat, ia berpindah dunia.
Namun, yang paling penting ia pikirkan saat ini adalah caranya ia untuk pulang, dan bagaimana ia bisa berada di sini. Meski begitu, Minji masih mencoba mempertahankan akal sehatnya untuk menarik kesimpulan yang baik dan bisa mengatasi situasinya sekarang.
Sengaja ia menepi di sebuah gang, lantas meraba-raba tubuhnya untuk mencari setidaknya sebuah benda penting yang mungkin menunjukkan identitasnya. Matanya sontak melebar saat mengeluarkan sebuah benda elektronik pipih-ponsel, membuatnya acap kali membuka benda tersebut.
Kalau gua reinkarnasi, ada kemungkinan gua mati di kehidupan sebelumnya. Layar ponsel itu menyala menunjukkan sebuah wallpaper tema laut yang tak terlalu menarik perhatiannya. Ponsel ini dikunci oleh sidik jari, beruntungnya ia berada di tubuh si pemilik ponsel ini.
Tapi kalau gua transmigrasi, itu beda lagi ceritanya. Alis tipisnya berkerut kompak saat ia meneliti setiap aplikasi penting ponsel tersebut, aplikasi pesan.
Eomma: Minji, kau sudah dapat pekerjaan? Ibu harap begitu.
Ibu mengharapkan kepulanganmu di sini, adik-adikmu merindukanmu.
Eomma?
Minji menahan napasnya. Jelas sekali bahwa tubuh ini memiliki kehidupannya sendiri, dan yang paling ia herankan adalah, keduanya memiliki nama yang sama!
Atau jangan-jangan, gua terlalu banyak berkhayal sampai gila? Kepalanya menggeleng cepat. Rasa cemas tak berarti mulai bersemayam di dalam dadanya. Ia tak tahu hal pertama apa yang harus ia lakukan.
Bentar, kalau gua transmigrasi, seharusnya gua punya sistem, 'kan? Ia mendadak menarik napasnya dalam.
"Sistem?"
Ia mulai bicara sendiri, akan tetapi kebingunganlah yang menjadi satu-satunya muncul. "Sistem?" ucapnya pada diri sendiri, akan tetapi, tak ada satupun tanggapan atau suatu hal yang terjadi di sekitarnya.
Anjirrrr sialannnnn jadi gua sendirian di sini?!!! Gua ragu sama bahasa Korea sendiri meski cukup lancar dan ngerti buat komunikasi!!
Kepanikan menyerang dirinya mendadak. Terlepas dari identitasnya sebagai gadis setengah Korea, itu bukan berarti ia benar-benar menguasai segala hal mengenai negeri gingseng. Ia kembali memperhatikan pesan-pesan di dalam aplikasi ponsel itu, sebelum ia kembali menyakukannya ke saku celana yang ia pakai.
Dengan memasang wajah sok tenang, ia berjalan lebih cepat dengan arah yang tak pasti. Intinya masa bodoh ia hendak ke mana, mungkin tujuan yang bisa ia tuju adalah warung, supermarket atau restoran untuk sekadar membeli air-ia yakin tak mungkin si pemilik tubuh ini tak memiliki sedikit uang pun di dompet yang ia temukan juga tadi di saku lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOWHERE TO GO
Fantasy[17+] sebagai seorang simpatis sosial, Ong Minji, gadis berdarah setengah Korea berambisi membuat sebuah karya novel visualnya untuk bersaing dengan komik-komik laknat yang malah jadi tren di kalangan anak muda, komik BL. Namun, mungkin Tuhan berkeh...