•
•
•
"Bagaimana kalau tambah menu Rabboki? Jadi menunya menyatukan mie Ramyun dan Toppoki, kita pakai bahan yang terjangkau saja, dan bumbunya pakai bumbu mienya saja!" kata Minji penuh antusias, menyampaikan ide-ide barunya untuk memajukan restoran penuh potensi ini.
"Oh, makanan itu." Dae-Hee bergumam, disambut angguka semangat dari Minji.
"Ya, ya! Aku yakin orang-orang muda akan sangat senang mencicipinya! Tenang saja, aku tahu bagaimana cara membuatnya."
Begitulah kisah pendek bagaimana restoran ini akhirnya menambah menu selain kimchi semata. Minji menggunakan ilmu masak makanan murahnya sewaktu ngekos di dunia dulu, terlebih makanan ini terkenal pula di Korea. Selain harganya yang murah, rasa sederhana akan tetapi nikmat akan membuat suasana hati siapa pun senang.
Tak lupa Minji menggunakan teknik marketing yang biasanya ia gunakan sewaktu SMA menjajakan danus dulu. Ia mengandalkan skillnya dalam menggambar pula sebagai flyer promosi di media sosial, bahwa restoran sederhana milik Dae-Hee ibunya meski hanya sebuah tempat kecil, akan tetapi rasa hangat dan nikmat restoran ini tak terlawankan.
Meski begitu, ada sebuah musibah yang membuat ketiganya harus bekerja ekstra, lantaran tak menduga para pelanggan akan semakin membludak. Minji bolak-balik antara belakang restoran dan dapur, Dae-Hee yang harus cekatan membereskan meja-meja kotor, sedangkan Ibu Dae-Hee membantu urusan membungkus makanan—meski terkadang Minji menyuruhnya untuk istirahat saja dan menyerahkan semuanya pada putranya dan Minji.
"Astaga, kau pakai sihir apa, sih?" tanya Dae-Hee setengah ketus dan senang. Ia menyeka bulir-bulir air keringat yang sebentar lagi akan semakin membasahi kaos putihnya.
"Cuma desain biasa dan komentar berlebihan, tapi aku tak menyangka mereka tertelan trik tersebut." Minji mendengus geli, entah mau terkejut atau ikut bahagia.
Di tengah atmosfer ramai dan hangat tersebut, suara buka piintu restoran seakan menjadi tombol otomatis untuk Minji menyapa pelanggan. "Selamat dat—" Namun, ia terpaksa berhenti terbengong-bengong menatap sesuatu.
Seorang pria jangkung dengan rambut klimis rapi, serta kemeja biru yang lengannya disingsingkan, memberikan sebuah aura maskulin tampan yang sedikit mengalihkan fokus Minji. Netranya yang setajam rubah mengobservasi restoran tersebut, sambil melangkah tungkai jenjangnya, mungkin ikut terheran-heran pula bahwa restoran ini mendadak ramai.
Terlepas dari penampilannya, Minji tahu bahwa ia harus melayani para pelanggan dengan baik. Dengan senyum yang lelah, ia menyapa pria tersebut, "Selamat datang! Silakan tunggu sebentar apabila mau makan di sini. Tapi kalau mau dibungkus, silakan duduk untuk menunggu kami menyiapkan makananmu!"
Alih-alih senyuman sebagai jawaban, pria ini menatapnya begitu sinis, agak mengejutkan Minji. Meski mendapat respon yang ketus, Minji tak mau mengeluh dan tak ingin membuang-buang waktunya untuk melayani pelanggan yang lain.
"Ah, Dong-Hyun-ssi!" Seruan centil yang tiba-tiba datang dari seorang wanita, yang mengejutkannya berasal dari ibu Dae-Hee, benar-benar mengejutkan Minji. Ia bisa melihat, wanita itu memeluk manja dada bidang sang pria.
"Ah, sayang, kau merindukanku? Aku tak menyangka restoranmu cepat sekali sukses," jawab si pria, mencium romantis rambut ibu Dae-Hee.
Tanpa sadar kantung mata Minji berkedut. Mamanya Dae-Hee pacaran sama berondong?!
Adegan asing yang agak memalukan di dekat Minji, gadis itu tonton singkat sebelum Dae-Hee menegurnya untuk melanjutkan pekerjaan sebelum para pengunjung semakin membludak dan semuanya tak terkendali dengan baik. Namun, anehnya Minji melihat sebuah perubahan suasana hati dari pemuda itu setiap kali menatap dua sejoli kurang serasi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOWHERE TO GO
Fantasy[17+] sebagai seorang simpatis sosial, Ong Minji, gadis berdarah setengah Korea berambisi membuat sebuah karya novel visualnya untuk bersaing dengan komik-komik laknat yang malah jadi tren di kalangan anak muda, komik BL. Namun, mungkin Tuhan berkeh...