•
•
•
Saat itu pada akhirnya mau tidak mau Minji harus pasrah.
Bukan berarti ia menyerah begitu saja dan membiarkan dirinya disalahgunakan, akan tetapi mobilitas tubuhnya yang terbatas karena terluka adalah alasan dari semua ini. Ia menerima semua perintah si Jepang—Saburo—untuk memulihkan dirinya terlebih dahulu. Namun, tentu saja setelahnya bukan berarti ia akan melakukan apa yang mereka
inginkan lagi, akan tetapi mencari cara untuk kabur menyelamatkan diri.
Ia merasa iba yang begitu besar akan kondisi Dae-Hee. Dalam keadaan ini, setidaknya sepertinya Minji dalam kondisi yang lebih baik—dalam artian masih diberi kesempatan untuk pulih atau tidak dilecehkan. Sedangkan, mengingat bagaimana trope cerita ini berjalan, semua orang pun dapat menduga apa yang akan terjadi selanjutnya.
Bukan berarti Minji adalah orang bodoh atau kejam, tapi yang pasti jika seandainya ia memang berhasil kabur, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah benar-benar menyelamatkan dirinya terlebih dahulu. Untuk masalah Dae-Hee ia akan memikirkannya setelahnya. Entah ia akan mengumpulkan orang atau kekuatan demi menyelamatkan sang pemuda.
Tak begitu banyak yang Minji dengar dari ruangan ini, selain ramai-ramai bentakan atau pukulan besi yang terlalu nyaring. Beberapa hari setelahnya, kondisi nyeri yang terus menyiksanya sejak tempo hari silih menghilang, sehingga ia bisa berjalan-jalan sana-sini, mengawasi dan mempelajari lapangan siapa tahu ada sebuah jalan tikus untuk dirinya pergi.
Sambil duduk di atas kursi yang sama sekali tidak nyaman, Minji memandangi tangannya sendiri yang dipenuhi pleseter. Barulah terdengar suara pintu terbuka keras membuatnya mendongak. Go-Hyun, laki-laki yang bertengkar dengannya beberapa hari lalu, masih menggunakan sebuah plester di pipinya menandakan rokok yang dilemparkan MInji waktu itu tepat melukainya. Namun, alih-alih sorot matanya menunjukkan baa dendam, akan tetapi hanya kekosongan bak ikan mati macam biasanya Minji lihat.
Sepiring porsi makanan kalau dilihat biasa saja itu tersaji di hadapannya. Mulanya Minji menghela napas tak peduli, sebelum terpaksa menerima semua makanan yang disajikan tiap hari oleh mereka itu padanya. Toh, selain kabur yang dibutuhkan, makanana yang juga diperlukan untuk mengisi energi hingga kepalanya bisa memikirkan berbagai siasat untuk melarikan diri.
"Makan siang terakhirmu sebelum kau ikut aku." Go-Hyun berkata dingin, tak memberikan sedikit pun ruang penolakan pada Minji.
"Akhirnya kah? Aku sama sekali tak mengetahui apa yang akan lakukan. Apakah kematianku telah dekat?"
Dengusan remeh keluar dari pria itu. "Apakah kau mengalami depresi sekarang?"
"Karena aku tahu, perlawanan yang akan dibalas oleh kalian adalah moncong pistol." Minji melirik ke arah sebuah senjata api yang tersimpan rapi di bagian pinggang kiri Go-Hyun. Ia tercengang, menarik alisnya tak kompak lantas menyeringai terkesan dengan pengamatan gadis ini.
"Aku baru pertama kali mengurus seseorang sepertimu."
"Apakah orang-orang sebelumnya adalah gadis yang pasrah dan lemah, membiarkan kalian menidurinya di atas ranjang?"
Go-Hyun menegapkan bahunya sejenak. "Kau tahu apa yang hendak kami lakukan?"
"Entahlah ... tapi yang pasti, kalian sangat kotor, bukan? Dasar tikus got."
Go-Hyun lagi dan lagi tak dapat menahan seringainya dalam diam, cukup terkesan akan semua pengamatan singkat Minji. Gadis itu dikurung di sini selama hampir empat hari. Namun kemungkinan besar, ia bisa menyimpulkan semua hal itu dari menguping seluruh percakapan di luar ruangan yang terbilang agak bergema.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOWHERE TO GO
Fantasi[17+] sebagai seorang simpatis sosial, Ong Minji, gadis berdarah setengah Korea berambisi membuat sebuah karya novel visualnya untuk bersaing dengan komik-komik laknat yang malah jadi tren di kalangan anak muda, komik BL. Namun, mungkin Tuhan berkeh...