•
•
•
"Hm, kalau kau terus memanggilku bajingan, sepertinya kau memang harus bertemu dengan orang lain dan memindahkan gelar itu padanya."
Kang Doeng-Hyun tersenyum geli, menatap Minji yang sedari tadi setengah memelototinya. "Ah, jangan menatapku seperti itu, kalau kau memang mengaku pintar, seharusnya kau akan tenang bukan karena ada banyak siasat yang akan kau lakukan untuk bertemu dengan anak lelaki itu lagi?"
Minji menggertakkan giginya. "Apa yang kau rencanakan?"
"Hm ... Lim Ji-Ryeong ... bagaimana ya, dia tinggal di bawah sini."
Gadis itu menarik sebelah alisnya penuh selidik. "Kau tahu bukan apa alasan seekor singa atau hewan buas agresif sejenisnya harus selalu terkurung selagi mereka belum jinak? Mereka akan menyerang siapa pun yang berani menganggu teritorinya. Jadi, kau simpulkan saja sendiri mengapa laki-laki itu ada di bawah sini," lanjut Dong-Hyun tersenyum lebar sampai matanya hanya membentuk garis melengkung.
Meski rasa penasaran terus membuncah dalam dada Minji, gadis itu tetap memelototi Dong-Hyun menuntutnya untuk menjelaskan atau bahkan berhenti melakukan hal-hal kurang pantas padanya lagi.
Minji tahu, nama baru yang tersebut adalah ancaman yang akan segera datang padanya. Apa pun itu, ia harus tetap berwaspada terhadap segala hal yang disembunyikan Kang Dong-Hyun. Statusnya secara tak langsung telah menjelaskab bahwa banyak sekali orang-orang di belakangnya.
Mendadak, ponselnya yang berdering seketika memberikan sebuah ilham aneh yang muncul pada sel otak Minji. Maniknya terpaku pada punggung besar milik Dong-Hyun yang membelakanginya, sambil sedikit ber-hum riya membalas seseorang di sebrang telepon sana.
Diam-diam, Minji melirik ke kanan-kirinya, mengobservasi mungkin sesuatu bisa ia dapatkan. Jantungnya kembali memompa cepat, entah antara takut atau adrenalin yang menguasainya saat ia hendak melakukan sesuatu perintah otaknya sendiri.
Tiba-tiba, tangannya yang cekatan meraih vas bunga dan melangkah cepat akan tetapi senyap tepat ke belakang tubub Dong-Hyun. Sebelum ia sempat mengayunkan tangannya, hendak menghantam kepala laki-laki itu dengan bahan keras keramin dari vas, tangannya sudah dicekal duluan.
"Akh!"
Vas bunga pecah begitu saja ke atas lantai, meninggalkan Minji yang mendelik sambil mencoba membebaskan diri dari cengkraman biadan Dong-Hyun. Senjata harapannya telah hancur sia-sia. Padahal, tadi kalau sempat Minji punya kesempatan besar untuk kabur.
"Dahulu, anak nakal harus dihukum dengan dikunci seharian di kamar mandi atau kamarnya." Dong-Hyun mengeratkan tenaganya. "Wanita sepertimu memang perlu diberi efek jera. Baiklah, jika ini yang memang kau inginkan."
Dengan kekuatannya yang besar, Dong-Hyun menarik kasar sang gadis keluar dari ruangan tersebut dengan langkah yang cepat menuju luar unit. Langkahnya acap kali menuruni tangga, sesekali beberapa bawahannya menyapa, menatap Minji dan mengikut majikannya turun untuk mungkin berjaga-jaga atau bahkan ingin ikut berpartisipasi menyiksa gadis itu.
Dong-Hyun berhenti di hadapan sebuah pintu besi yang ditutup erat. Sambil menahan Minji di sebelah tangannya, tungkainya yang lain masih bebas, membuka kunci dan menarik kenop pintu, menunjukkan pemandangan mencekap dan gelap di dalamnya.
Pria itu lanjut menarik sang gadis bersamanya. Minji terus memberontak, akan tetapi ia kalah tenaga, plus bawahannya menutup akses keluar di belakang sana. Langkahnya cukup menggema di ruangan yang tampaknya luas ini, akan tetapi hawa dingin langsung menusuk-nusuk kulit Minji, membangunkan bulu kuduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOWHERE TO GO
Fantasy[17+] sebagai seorang simpatis sosial, Ong Minji, gadis berdarah setengah Korea berambisi membuat sebuah karya novel visualnya untuk bersaing dengan komik-komik laknat yang malah jadi tren di kalangan anak muda, komik BL. Namun, mungkin Tuhan berkeh...