•
•
•
Hari di mana pembukaan restoran macam biasanya, akan tetapi Dae-Hee sengaja menunda waktu buka sampai shift Minji tiba lantaran ia memprediksi berbagai kerepotan yang akan terjadi di restoran jika ia mengerjakan semuanya sendirian. Penyakit ibu Dae-Hee semakin memarah, sedangkan keduanya telah berkali-kali ke rumah sakit, dan belum ada benar-benar perubahan signifikan.
Sifilis yang diderita ibunya merupakan sebuah penyakit yang kadang kala membuat Dae-Hee mengeryit penuh rasa iba, dan memalingkan pandangannya agak merasa jijik. Penyakit yang menular secara seksual itu Dae-Hee yakin akibat ibunya entah bercinta dengan beberapa pria, atau bahkan si pacar barunya itu, Kang Dong-Hyun.
Yang pasti, sang ibu yang didera penyakit ini tak bisa Dae-Hee hiraukan begitu saja. Wanita itu telah menjadi seseorang yang berjasa merawatnya sejak dirinya di bangku SD dengan sepenuh hati. Semenjijikan apa pun wanita ini, Dae-Hee tak akan meninggalkannya tanpa alasan. Dengan keberadaan Minji yang membantu juga, pemuda itu yakin mereka bisa mencari biaya lebih banyak dan merawat sang ibu lebih cepat.
Dae-Hee mampir sekejap ke rumahnya untuk mengambil minyak goreng yang sebentar lagi menipis di dapur restoran. Ini masih siang, tentu Minji belum bersama dengannya untuk membantu berbagai hal di tempat makan. Sehingga, bisa dipastikan berbagai kerepotkan yang dialami oleh Dae-Hee. Namun, ia bersikeras untuk tidak menambah karyawan lagi. Selain akan menambah biaya, ia tak mau terlalu banyak orang mengurus sesuatu yang seharusnya menjadi tugasnya, menjaga restoran.
Lampu rumahnya sengaja dimatikan, mengingat masih ada sang surya, lampu alami ciptaan Tuhan yang cahayanya sampai menembus jendela yang gordennya sengaja dibuka. Tempat ini terlampau hening, bahkan Dae-Hee dapat mendengarkan titikan air di wastafel, dan entah mengapa Dae-Hee merinding karenanya.
"Eomma?" Rasa merinding ini rasanya tidak wajar. Ketakutan anehnya mulai menggerayangi hampir seluruh tubuh pemuda itu. Ia melirik ke arah kamar kecil ibunya.
Sunyi, gelap dan menakutkan.
Namun ia tahu, wanita kesayangannya itu tengah terlelap beristirahat.
Pemuda itu melangkah dekat pada ruangan berpenampakan menyeramkan itu, berniat berpamitan pada ibunya sebelum kembali ke restoran untuk menyiapkan segala hal.
Ia elus-elus lembut dahinya, membiarkan sensasi dingin menjalar ke seluruh tapak tangannya. Namun, saat itu pula, Dae-Hee merasa kebingungan.
Mengapa ibunya terasa dingin sekali?
Akankah sinar matahari tak masuk dengan benar ruangan ini?
Dae-Hee bangkit, menuju jendela yang tertutup oleh gorden putih dan sebuah penutup kayu yang berisik saat tertiup angin itu.
Ia berbalik, dan saat itu pula ia melihat suatu hal paling menyeramkan di seluruh hidupnya.
Ibunya terkulai lemas, sedangkan busa putih terus keluar dari mulutnya yang setengah terbuka. Matanya melotot lebar, sedangkan kulitnya mulai membiru. Rambut panjangnya yang biasanya dicepol, kini berantakan bahkan beberapa darinya seperti sengaja dicabuti.
Dae-Hee menerjang ibunya panik mengguncang tubuhnya agak kasar berharap ada suatu reaksi yang terjadi meski ia tahu bahwa itu adalah suatu hal yang mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOWHERE TO GO
Fantasy[17+] sebagai seorang simpatis sosial, Ong Minji, gadis berdarah setengah Korea berambisi membuat sebuah karya novel visualnya untuk bersaing dengan komik-komik laknat yang malah jadi tren di kalangan anak muda, komik BL. Namun, mungkin Tuhan berkeh...