Haiii para readers kesayangan (●'▽'●)ゝ♡
Gimana kabarnya?
Cuman mau ngingetin, ini murni cerita fiktif and...
Jangan ditiru hal yang tidak baik ya, ambil aja pelajaran baik yang didapat.
Udah segitu dulu,
Budayakan vote ya, my love...
.・゜゜・.・゜゜・
Ruangan kantor polisi itu penuh dengan meja kayu yang dipenuhi tumpukan arsip. Aroma kopi dan kertas tua tercium kuat, dengan suara ketikan keyboard komputer dan panggilan telepon yang sesekali terdengar.
Tringg Tringg ☏
"Halo? Komisaris Rudi? Baik. Akan saya sampaikan pada beliau."
"Alex!" panggil salah seorang pria yang berjalan memasuki ruangan, dengan sebungkus roti di tangannya.
"Astaga, Letnan Jay, bisa pelankan suaramu?" Alex berdecak pelan seraya menempatkan telepon berkabel yang ia genggam, kembali ke tempatnya.
Jay tampak tak peduli. Ia berjalan menuju mejanya dan duduk santai di sana. "Siapa yang menelepon siang-siang begini?" tanyanya selagi mengunyah roti.
Alex mengusap bagian belakang lehernya meski tidak gatal. "Itu telepon dari Ajun Komisaris," jawabnya.
Mendengar jawaban itu, Jay hampir tersedak. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap Alex dengan mata yang sedikit melebar. "Ajun Komisaris?" ulangnya. "Apa ada tugas untukmu?"
Alex menghela napas sambil menggeleng pelan. "Untuk Komisaris Rudi," katanya dengan lemas.
"Oh." Jay membiarkan punggungnya jatuh kembali ke sandaran kursi. "Tenanglah. Cepat atau lambat mereka pasti akan mengakui keberadaanmu."
Alex mendengus kesal, sementara tangannya bertengger di pinggulnya dan tatapan terarah langsung pada rekannya. "Cepat atau lambat? Sudah tiga minggu aku dipindahkan ke divisi ini, tapi belum ada yang mempercayakan satu kasus pun kepadaku," keluh Alex.
Jay meletakkan rotinya dan menatap Alex dengan serius. "Kau salah satu yang terbaik di sini dan mereka pasti akan segera melihatnya. Terutama, kau punya sesuatu yang mereka tidak punya."
"Apa itu?" Alex bertanya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.
"Keberanian dan insting yang tajam," jawab Jay lalu ia terkekeh. "Kau hanya perlu sedikit lebih bersabar."
Alex mendengus lagi, sembari berjalan menuju filling cabinet di sudut ruangan. "Kau selalu punya kata-kata bijak, bukan?" nadanya terdengar menyindir.
"Dan kau selalu punya bakat untuk mengabaikannya," balas Jay dengan tawa kecil.
"Benar. Kali ini aku juga akan mengabaikan ucapanmu. Aku tidak akan menunggu lagi." Alex meraih tumpukan arsip yang ada di filling cabinet itu dan meneliti setiap arsip dengan tangan yang cekatan.
Dahi Jay terlihat berkerut saat dia menyaksikan dari tempat duduknya. "Hei, apa yang kau lakukan?"
Alex tak menjawab. Dia sibuk menelusuri tumpukan arsip itu hingga akhirnya menemukan sesuatu yang sepertinya sedang ia cari. "Ini dia," ujar Alex sambil mengangkat satu arsip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcanum Academy
Mystery / ThrillerDi tengah desa terpencil, Arcanum Academy berdiri megah sebagai sekolah eksklusif yang terpisah antara murid dari kalangan atas dan murid penerima beasiswa. Ketika seorang siswi beasiswa menghilang, Alex, seorang detektif muda yang baru dipindahkan...