13. The Plan

61 30 56
                                    

.・゜゜・.・゜゜・


Luna membuka tas kecilnya. Dia mengeluarkan sebuah perangkat kecil, lalu menyodorkannya pada Alex. Perangkat itu terlihat seperti sebuah alat pengacak frekuensi dengan lampu-lampu kecil yang berkedip pelan.

"Ini adalah jammer," kata Luna sambil menunjuk perangkat itu. "Ini akan memblokir sementara sinyal yang ada di sana, termasuk sinyal CCTV dan bisa bertahan sekitar tiga puluh menit setelah diaktifkan."

Alex memeriksa perangkat itu dengan serius sebelum memasukkannya ke dalam saku jaketnya. "Tiga pulunh menit," gumamnya. "Tapi jika mereka mengecek CCTV, apa itu tidak akan menimbulkan kecurigaan?"

"Aku tahu," jawab Luna dengan santai. "Aku akan menyalin footage di saat ruangan itu masih kosong dan mereka akan berpikir bahwa semuanya baik-baik saja."

Luna kembali mengeluarkan perangkat lainnya yang berbentuk seperti flash drive. "Dan perangkat ini bisa kau colokkan ke komputer Bu Diana."

Alex mengambil perangkat itu dengan hati-hati, menimbangnya di tangannya sejenak sebelum mengangguk.

"Itu akan mengkloning semua data di komputernya, termasuk file yang dihapus dan log aktivitas. Aku juga sudah menambahkan enkripsi agar tidak ada yang bisa mendeteksi apa yang kita lakukan," jelas Luna.

"Hanya perlu dicolok?"

"Iya," jawab Luna. "Begitu kau colokkan perangkat ini, prosesnya akan otomatis. Tapi perlu waktu sekitar lima belas menit untuk menyelesaikan semuanya. Jadi pastikan kau tidak terganggu."

Arunika yang berdiri di samping Alex, mengerutkan keningnya. "Lima belas menit? Dalam waktu itu, bukankah sebaiknya ada yang berjaga di luar?" tanyanya, merasa cemas.

"Kau benar," sahut Alex. "Salah satu dari kita—mungkin aku, akan masuk ke ruangan Bu Diana sementara kau berjaga di luar. Jika seseorang mendekat kau harus segera pergi, aku bisa mencari tempat sembunyi di dalam kantor dan akan keluar dengan data itu."

Arunika mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun ada rasa cemas yang mulai tumbuh di dalam dirinya. "Tapi bagaimana kita bisa memastikan tidak ada yang masuk ke ruangan itu selama kau di dalam sana? Bagaimana jika penjaga keamanan melakukan pemeriksaan keliling?"

Luna menyipitkan matanya sedikit, seolah sudah memikirkan jawabannya. "Jika itu terjadi, aku akan mengalihkan perhatian mereka dengan memanipulasi kamera CCTV dan sistem alarm."

Alex menatap Luna seolah terkejut dengan pernyataannya. "Itu berarti kau akan metetap di sini?"

"Ya," jawabnya agak ketus. "Kau pikir aku akan meninggalkanmu dalam keadaan begini? Aku tak percaya kau bisa mengatasi ini tanpaku."



Luna menatap ke arah danau dengan sorot matanya yang tajam. Entah kenapa dia merasa kesal pada Alex.

Mungkinkah karena pria itu membawa orang lain ke tempat perjanjian rahasia mereka?

Melihat Alex membawa Arunika ke dalam situasi ini, entah bagaimana, membuatnya merasa sedikit tersisih dan tergantikan.



Alex menatap Luna dengan perhatian, tapi tampaknya dia tidak sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi dalam pikiran Luna. "Aku tahu, kau memang yang terbaik, Luna," pujinya sambil tersenyum. "Aku sangat senang kau akan berada di desa ini. Tapi di mana kau akan tinggal?"

"Aku sudah menemukan tempat di dekat sini," jawab Luna dengan datar. "Sebuah rumah kecil yang kusewa untuk sementara. Tak jauh dari sekolah, jadi aku bisa tetap memantau semua dari jarak aman."

Alex mengangguk pelan, merasa sedikit lega. "Bagus, setidaknya kau bisa mengawasi semuanya tanpa kesulitan."

Luna menatap Alex dengan tatapan peringatan. "Jangan membuat kesalahan, Alex. Arunika adalah orang luar, dan kalau sesuatu terjadi, dia tidak akan punya perlindungan. Ini tanggung jawabmu."

"Aku tahu," jawab Alex wambil mengangguk kecil. "Aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padanya," jawab Alex dengan tegas, menunjukkan bahwa dia sudah memikirkan segala kemungkinan.

Sorot mata Luna perlahan melunak. "Aku hanya berharap kau tahu apa yang kau lakukan, Alex," ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.

Alex tersenyum tipis. "Kau juga tahu aku tidak akan mengecewakanmu, kan?"

Luna menahan tatapannya pada Alex sejenak, merasakan kekhawatirannya mereda meskipun masih ada sisa-sisa kecemasan. "Aku tahu."

Arunika, yang sedaritadi diam, melangkah maju. "Aku tahu aku bukan bagian dari ini sejak awal, tapi aku akan melakukan apa pun untuk menemukan adikku," ucap Arunika dengan mantap. "Kalian berdua adalah harapan terbaikku, dan aku akan mengandalkan kalian."

Luna menatap Arunika sejenak, seolah menimbang kata-katanya. Lalu dia menghela napas panjang. "Baiklah," katanya. "Kalau kau ikut, pastikan untuk tidak memperlambat kami. Ini bisa berbahaya."


Hening sejenak.


Mereka bertiga bisa merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya mereka.



"Malam ini," kata Luna akhirnya. "Saat semua murid sudah kembali ke asrama, sembunyikan ini di toilet atau tempat lain. Atau taruh saja di balik pepohonan." Dia menyerahkan sebuah Invisible earpiece, kepada Alex.

Alex mengambil alat itu dan saling bertukar pandang dengan Arunika.

"Jaringan itu cukup kuat untuk menjangkau seluruh area sekolah. Gunakan ini untuk tetap terhubung denganku sepanjang misi."

"Aku akan membantu menyembunyikannya," kata Arunika, berusaha menunjukkan bahwa dia tidak akan menjadi beban.

"Berikan saja kepadaku, aku akan kembali ke asrama sekarang. Para murid di asrama wanita, semuanya sedang keluar menikmati minggu mereka. Aku bisa menyembunyikan alat itu di balik pepohonan sebelum malam tiba."

Alex menatapnya sejenak, sebelum berkata, "Baiklah, Arunika. Hanya pastikan saja alat itu disembunyikan dengan baik sebelum penjaga datang untuk pemeriksaan kamar besok pagi."

Luna mengangguk setuju dan melipat tangannya di depan dada, menatap Alex dan Arunika secara bergantian. "Aku akan selalu dekat dengan radio yang terhubung dengan alat itu. Jika nanti terjadi sesuatu, kita bisa berkomunikasi."

"Kalau begitu sebaiknya aku kembali sekarang," ujar Arunika sambil menerima earpiece dari Alex.

Alex menatapnya sejenak sebelum menunduk. "Hati-hati, Arunika. Pastikan tidak ada yang memperhatikanmu."

"Jangan khawatir, aku bisa mengatasinya." Dia berbalik dan mulai berjalan menjauh, menuju asrama.

Luna menghela napas panjang setelah Arunika menghilang dari pandangan. "Kau harus memastikan dia tak membuat kesalahan, Alex. Jika tertangkap, bukan hanya misi ini yang gagal, tapi nyawa kalian juga mungkin dalam bahaya."

"Aku tahu," jawab Alex pelan. "Aku percaya pada Arunika, sama seperti aku percaya padamu."

Luna memeriksa arloji di pergelangan tangannya. "Apa kau mau makan siang bersamaku?"

●○●○●○●○

Arcanum AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang