.・゜゜・.・゜゜・
Mereka berjalan menyusuri jalan yang cukup sepi dan diapit sawah, dengan Lionel memimpin jalan. Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di sebuah rumah kecil yang dikelilingi oleh tanaman hias yang tertata rapi.
Rumah itu terlihat sederhana, khas rumah-rumah di desa. Dindingnya terbuat dari kayu dan atapnya terdiri dari seng yang sudah berkarat di beberapa bagian.
"Selamat datang di rumahku," kata Lionel sambil melangkah masuk. "Aku pikir kau akan suka suasana di sini."
Arunika melangkah masuk, merasa sedikit canggung namun juga penasaran. Rumah Lionel terasa hangat dan nyaman, dengan perabotan sederhana dan suasana yang tenang—hal yang Arunika sudah lama sekali tak rasakan.
"Silakan duduk," kata Lionel dengan ramah. "Aku akan menemui ayahku dulu, sebentar saja."
Arunika mengangguk dan duduk dengan hati-hati di sofa kecil yang ada di ruang tengah. Tak lama kemudian, Lionel kembali dengan seorang pria paruh baya yang hanya mengenakan kaus putih yang sedikit lusuh—Namun dia terlihat ramah. Arunika segera berdiri.
"Arunika, ini ayahku," Lionel memperkenalkan. "Ayah, ini Arunika, adik kelasku."
Ayah Lionel tersenyum hangat dan menjulurkan tangannya. "Senang bertemu denganmu, nak Arunika."
Arunika menjabat tangan pria itu dengan sopan. "Senang bertemu dengan Anda juga."
Mereka berbincang sebentar, dengan Lionel dan ayahnya yang bercerita tentang kehidupan mereka di desa dan bagaimana mereka menikmati tinggal di sana.
Arunika merasa sedikit lebih rileks, terbawa oleh keramahan keluarga Lionel. Setelah beberapa waktu, Lionel bangkit dan berkata, "Arunika, bagaimana kalau kita berjalan-jalan di kebun kopi? Kita bisa naik sepeda ke sana."
Arunika tampak ragu, namun akhirnya mengangguk setuju. Mereka pamit kepada ayah Lionel dan mengajak Arunika ke luar rumah, menuju ke garasi kecil yang ada di samping rumah. Di sana, terdapat sebuah sepeda tua yang tampak telah digunakan cukup lama. Lionel mengeluarkan sepeda tersebut dan memeriksa kondisinya sebentar.
Setelah membersihkan debu dari jok sepeda, Lionel mengayunkan kaki ke atas sepeda, mengajak Arunika untuk naik. Arunika berdiri di sampingnya, sedikit ragu.
Lionel menepuk tempat di belakangnya. "Ayo, naik ke belakang."
Untungnya Arunika mengenakan celana jeans. Dia memanjat perlahan dan duduk di jok belakang, lalu merangkul pinggang Lionel untuk menjaga keseimbangan. Lionel mulai mengayuh, dan mereka melaju perlahan menyusuri jalan yang mengarah ke kebun kopi.
Angin pagi yang segar menerpa wajah mereka, dan suara burung berkicau di sekitar menambah suasana damai. Perjalanan dengan sepeda itu menyenangkan dan memberikan Arunika sedikit waktu untuk melupakan kekhawatiran yang mengganjal di pikirannya.
Lionel sesekali menengok ke samping, memastikan Arunika nyaman. Mereka lalu melintasi jalan setapak yang dikelilingi pepohonan dan semak belukar, hingga akhirnya tiba di kebun kopi yang luas dan hijau.
Lionel berhenti di tengah kebun dan menurunkan kakinya ke tanah, membiarkan sepeda berhenti dengan tenang.
"Di sini," katanya sambil tersenyum. "Ini adalah satu tempat favoritku," kata Lionel sambil tersenyum. "Aku biasa datang ke sini tiap Minggu untuk membantu ayahku atau hanya sekedar menikmati waktu sendiri. Ini seperti tempat berteduh untukku."
Arunika turun dari sepeda, matanya memandang sekeliling. Aroma kopi yang segar memenuhi udara, dan sinar matahari pagi yang hangat menyinari daun-daun hijau yang rimbun. "Indah sekali," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcanum Academy
Mystery / ThrillerDi tengah desa terpencil, Arcanum Academy berdiri megah sebagai sekolah eksklusif yang terpisah antara murid dari kalangan atas dan murid penerima beasiswa. Ketika seorang siswi beasiswa menghilang, Alex, seorang detektif muda yang baru dipindahkan...