04. Arunika's Secret

108 45 21
                                    


.・゜゜・.・゜゜・


Keesokan paginya, matahari terbit perlahan, menembus tirai kamar para murid dan menghangatkan suasana. Di luar, koridor asrama sudah mulai ramai oleh siswa-siswa yang bersiap menuju ruang makan dengan perut lapar.

Sesaat sebelum keluar dari kamarnya, Alex meraih laci mejanya dan melihat kamera kecil yang disimpannya tadi malam. Ia kembali memasangnya dengan hati-hati pada salah satu kancing bajunya dan berjalan keluar menuju ruang makan untuk sarapan.

Di ruang makan, suasana ramai dipenuhi suara obrolan para siswa. Alex mengambil nampan dan mulai mengambil makanan, matanya sesekali melirik ke sekeliling. Ia menemukan Vina duduk di meja biasa mereka bersama beberapa siswa lain, tetapi Arunika belum terlihat.

Tiba-tiba Alex merasakan tepukan dari dangan seseorang dipundaknya. Dia menoleh ke belakang dan menemukan Reza yang tersenyum menatapnya.

"Mau duduk bersama kami?" tanya Reza.

Alex mengangguk dan mengikuti Reza ke meja di tengah ruangan. Mereka duduk bersama sekelompok siswa lain yang tampak ramah. Percakapan mereka mengalir ringan tentang berbagai hal, dari pelajaran hingga kegiatan ekstrakurikuler.

Tak lama kemudian, Arunika memasuki ruang makan. Mata Alex langsung tertuju padanya, memperhatikan setiap gerakannya. Arunika berjalan menuju meja Vina dan duduk di sana, tampak sedikit lebih tenang daripada malam sebelumnya.

Alex merasakan dorongan untuk mendekatinya—tapi menahan diri, menyadari bahwa akan terlihat aneh jika dia terus menerus terlihat bersama Arunika.

"Bagaimana pelajaranmu sejauh ini, Alex?" tanya Reza, memecah lamunannya.

Alex tersenyum tipis. "Cukup menantang, tapi aku suka tantangan."

Reza mengangguk sambil tersenyum. Percakapan mereka berlanjut tentang topik-topik umum. Setelah sarapan selesai, para siswa beranjak menuju kelas masing-masing. Alex berjalan bersama Reza dan beberapa teman sekelas lainnya.

Di dalam kelas, Alex duduk di kursinya dan mengeluarkan buku catatannya. Ia berusaha fokus pada pelajaran, sesekali mencatat beberapa hal penting dan mengamati sekelilingnya.

Itu bagus jika dia bisa menghentikan penyamarannya sebelum ujian dilaksanakan. Tapi jika dia masih belum bisa mengungkap kebenaran dibalik hilangnya siswi itu, maka dia harus bisa mendapat nilai tinggi pada ujiannya—agar ia bisa menetap di Arcanum Academy.

Disaat itu juga, Arunika menatap kosong ke papan tulis. Pikiran tentang adiknya yang hilang terus menghantuinya dipagi hingga malam hari.

Setelah beberapa jam, bel istirahat berbunyi. Para siswa beranjak keluar dari kelas untuk menikmati waktu istirahat mereka. Dari kursinya, Alex menepuk pelan pundak Arunika.

"Aku tak ingin mengganggu, tapi aku ingin tahu lebih banyak tentang sekolah ini. Kau sepertinya orang yang bisa mengajakku berkeliling," kata Alex sambil mencondongkan badannya kedepan.

Arunika menoleh sejenak sebelum menjawab, "Apa yang ingin kau lihat?"

"Segala hal yang mungkin bisa membantuku beradaptasi lebih cepat. Dan mungkin tentang—"

"Kau bisa meminta pada ketua kelas atau anggota OSIS," Arunika memotong dengan suara dingin. "Mereka tahu lebih banyak tentang sekolah ini."

Alex mengangguk, "Baiklah, terima kasih," katanya singkat.

Dia melihat Arunika berjalan keluar kelas dan memutuskan untuk mengikuti saran Arunika. Alex  berdiri dan mendekati ketua kelas mereka, seorang siswa bernama Bima.

"Bima, boleh aku bertanya sesuatu?" Alex memulai percakapan.

"Tentu saja, Arga. Ada apa?" jawab Bima dengan senyum hangat.

"Sebenarnya aku belum sempat mengelilingi seluruh bangunan sekolah, jadi aku ingin memintamu untuk menemaniku sebentar."

"Tentu. Kalau begitu ayo ikuti aku, " kata Bima sambil berjalan mendahului Alex.

Sepanjang perjalanan, Bima menjelaskan berbagai fasilitas dan kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia di Arcanum Academy. Dia juga bercerita tentang sejarah sekolah dan beberapa acara tahunan yang diselenggarakan oleh sekolah.

Disaat Bima dan Alex melewati kantor guru, pandangan mata Alex tak sengaja menangkap sosok gadis yang memasuki salah satu lorong sepi. Dia tampak bergegas, seolah ada sesuatu yang mendesaknya.

"Maaf, Bima, aku baru ingat ada sesuatu yang harus kulakukan," kata Alex tiba-tiba.

Bima menoleh lalu mengangguk, tampak sedikit bingung. "Oh, baiklah. Kalau butuh bantuan lagi, jangan ragu untuk memintanya."

"Terima kasih."

Begitu Bima berjalan menjauh, Alex segera berlari kecil menuju lorong yang dilalui gadis yang sepertinya ia kenal itu. Dia melangkah cepat namun hati-hati, mencoba tidak menarik perhatian dengan cara menjaga langkahnya tetap ringan. Di ujung lorong, Alex melihat pintu yang sedikit terbuka. Di atas pintu itu terdapat tulisan “Ruang Penyimpanan Arsip”.

Alex mendorong pintu itu secara perlahan untuk membukanya semakin lebar. Dan benar saja. Di dalam ruangan itu, dia melihat Arunika terlihat membongkar sesuatu dari loker.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alex dengan suara rendah, tidak ingin mengejutkan Arunika.

Arunika berbalik dengan cepat, matanya penuh dengan kejutan dan sedikit ketakutan. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya balik dengan nada defensif.

"Aku hanya penasaran," jawab Alex jujur. "Aku melihatmu tergesa-gesa di depan lorong, apa ada sesuatu yang penting?"

Arunika mendesah, tampak bingung antara marah atau putus asa. "Ini bukan urusanmu, Arga."

Arunika menutup kembali loker itu dengan gerakan tegas, lalu berusaha melewati Alex untuk keluar dari ruangan. Namun, Alex menghalanginya dengan berdiri di depan pintu.

"Arunika, aku hanya ingin membantu," kata Alex sambil menatap mata Arunika. "Jika ada sesuatu yang salah, mungkin aku bisa membantumu."

Arunika menatap Alex dengan tajam. "Aku tidak butuh bantuanmu."

Arunika berusaha untuk melewati Alex, tetapi dia tetap berdiri di depan pintu, tidak bergeming.

Alex memeringkan kepalanya sedikit. "Lalu kenapa kau masuk ke ruangan ini? Kelihatannya ruangan ini bukanlah ruangan yang bisa dimasuki sesukanya oleh siswa."

Arunika menghela napas panjang, terlihat frustrasi dengan pertanyaan Alex. "Aku sedang mempersiapkan presentasi untuk kelas dan perlu data historis dari arsip untuk mendukung argumenku, aku juga sudah meminta izin pada Pak Halim. Sekarang puas?"

Alex terdiam sejenak, lalu melangkah ke samping, memberi ruang bagi Arunika untuk keluar. Arunika segera melangkah keluar, namun berhenti dan menoleh ke belakang.

"Sebaiknya kau juga keluar sekarang, aku akan mengunci ruangan ini dan mengembalikan kuncinya pada Pak Halim."

Alex berbalik untuk menatap Arunika. "Baiklah," katanya akhirnya, lalu melangkah keluar.

Arunika menutup dan mengunci pintu ruangan arsip, kemudian berjalan cepat meninggalkan Alex yang masih berdiri di sana. Alex merasa ada sesuatu yang disembunyikan Arunika, tapi dia tahu bahwa memaksa lebih jauh saat ini mungkin bukan ide yang baik.

"Arunika... Apa yang sebenarnya kau sembunyikan?" gumam Alex, sebelum dia memutuskan untuk kembali ke kelasnya.

Sementara itu, Arunika berjalan cepat menuju kelas. Pikirannya dipenuhi berbagai kekhawatiran. Dia tahu bahwa kehadiran Alex di ruang arsip tadi adalah sesuatu yang tidak ia duga, dan dia berharap Alex tidak mencurigai apa yang sebenarnya dia cari.

●○●○●○●○

Arcanum AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang