Halauuu! Agustus penuh kehebohan. Iya kan??? Cus dah baca.
###
"Sher, kata anak-anak gantinya Pak Eko ganteng plus jomblo." Tari yang tak pernah ketinggalan info soal lingkungan kerja mereka melapor pada Shera yang notabene-nya teman dekatnya.
Shera mengalihkan perhatian dari layar komputer. Menatap Tari dengan kerutan di dahi. "Iya ta? Masih muda?" Ia kembali mengetik bahan dan alat sesuai permintaan lapangan di komputer.
"Muda nggak-nya aku nggak tahu sih. Cuman kata anak-anak orangnya oke sih. Manly. Aku sih belum lihat langsung. Lusa baru perkenalan resminya."
Oh. Shera mengangguk-angguk menanggapi kalimat Tari. "Manly belum tentu suka cewek, Tar. Tahu sendiri kan zaman sekarang gimana? Body oke, ganteng, wangi eh sukanya sama terong."
Teman Shera itu tertawa tapi mengiakan perkataan Shera. "Iya sih. Kek gitu lebih enak kali ya kalo pas 4646 lewat belakang dibanding lewat gerbang tol punya cewek."
"Bisa jadi. Ntar deh aku tanyain ke mereka kalo ketemu." Shera tak bisa menahan tawanya. Obrolan random seperti inilah yang membuatnya betah berkerja di perusahaan ini. Teman yang ia punya asyik dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Cocok sekali untuknya.
"Boleh. Boleh. Sumpah aku kepo banget dah. Lebih enak mana kok sekarang ini banyak banget yang terong-terongan gitu. Padahal jeruk nggak kalah enak lho," ujar Tari. "Udah sehat bikin nagih lagi."
Shera terkekeh mendengar Gerutuan Tari. Bisa-bisanya kepikiran sama sana. "Kayak tahu aja kalau bikin nagih." Shera kembali melanjutkan pekerjaannya yang sudah harus siap sebelum istirahat siang nanti.
"Lah emang iya, Sher," sahut Tari. "Kalau baca di novel-novel gitu. Semalam bisa beberapa kali gitu. Terus temen aku sendiri juga gitu Astaga. Lakinya demen banget dah. Sepupu-sepupu aku kalo lagi ngumpul gitu. Beugh! Bahasanya nggak jauh dari kasur. Ada yang katanya setiap hari lho. Tahan lama. Anjay! Macam mana tuh." Tari histeris saking semangat dan penasarannya.
Wanita 30 tahun itu mengibaskan tangannya pada Tari sebagai tanda tidak setuju. "Novel nggak usah terlalu dipercaya. Sekali naik juga udah capek. Emang ada sih pria yang bisa kek gitu tapi juga nggak banyak. Lagian dikira ngangkang terus enak apa? Apalagi kelamaan mainnya, kebas juga tuh tol Jagorawi."
Mendengar ucapan Shera, Tari pun melihat temannya itu. Bagaimana bisa Shera tahu hal seperti itu dengan detail padahal tak pernah sekalipun ia melihat wanita tersebut dekat dengan seorang pria. "Bentar. Bentar. Kamu kok kayak tahu banget hal gituan sih, Sher? Kek udah pro aja gitu. Udah pernah ngelakuin ya? Sama siapa? Aku kok nggak tahu kalau kamu punya cowok?"
Wanita yang memiliki hidung bangir itu langsung terdiam. Ia juga memejamkan matanya untuk menenangkan diri. "Ngaco. Baca gugel kan bisa. Sekarang mah tanpa praktek bisa keles. Wes. Wes. Kerja. Kerja. Ntar Pak Eko marah lagi kerjaan belum beres."
Tari menyeret kursinya ke dekat kursi Shera. Ia meraih pegangan kursi dan menariknya agar menghadap padanya. "Ada yang kamu sembunyiin, kan? Ngaku kamu. Soalnya kamu bukan orang yang suka ngaco kalau ngomong. Jadi aneh aja kalau kamu ngeles gini. Pasti ada sesuatu. Buruan cerita." Tari mendesak kawannya ini untuk bercerita agar rasa penasarannya hilang.
"Cerita apa? Nggak ada, Tari! Aku cuma bilang sesuai cerita orang-orang. Nggak semua soal hubungan intim itu enak. Ada juga yang bikin nggak nyaman."
"Nggak usah ngeles. Aku yakin kamu sembunyiin sesuatu. Kayak aku nggak kenal kamu aja." Tari tidak akan percaya begitu saja dengan alasan Shera. Ia yakin ada sesuatu yang disimpan rapat oleh kawannya ini.