Dalam satu ruangan sempit, dua orang tengah diam berhadapan. Si matahari dan bumi, sebutannya. Mereka saling berbalas pandang sebelum intruksi si matahari terdengar menggema dalam ruangan kecil itu.
"Mulai!"
(Name) melesat duluan, mengambil ancang-ancang menyerang. Sun menatapnya fokus dan mulai menangkis setiap serangan gadis itu.
Tiga pukulan, lalu satu tangkisan. Satu tendangan (Name) pun juga berhasil dielak Sun dengan mudah. Si matahari itu tersenyum miring. Well, sepertinya orang itu meremehkan (Name). Mereka terus jual beli serangan hingga tak terhitung gerakan yang telah mereka keluarkan.
"Jangan buat gerakan yang sia-sia, (Name). Buat gerakan minim dengan peluang menang yang tinggi!"
"Baik!"
Sun menendang (Name) tanpa ampun ke dinding. Ah, rasanya semua bagian tubuh gadis itu perih semua. Serangan si matahari memang mantap.
Sun mulai menerjang gadis itu. (Name) menendang lelaki itu sekuat tenaga. Si matahari itu hanya meringis dan langsung menendang (Name) balik.
Gawat, si matahari ini kuat banget!
"Tendangan kamu masih terlalu lemah, (Name)! Apa cuma segini kemampuan kamu?"
"Belum!" Gadis itu menerjang lagi. Memberi tendangan keras ke perut Sun. Lelaki itu terlihat puas. Ia menarik tangan (Name) dan membantingnya ke lantai. Sebelum Sun memukul (Name) di lantai, dirinya berhasil berguling berusaha mengelak.
Gila, gila, gila! Gerakan Sun makin lama, makin brutal!
"Apa kamu sudah puas hanya dengan menendangku di perut?" tanya Sun tertawa. Maksud Sun adalah memastikan apakah anak didik Sun meremehkannya atau tidak.
"Belum!"
Gadis itu jadi ingin mencoba sesuatu.
Alis Sun mengkerut memandang anak didiknya. Yah, apapun yang direncanakan oleh gadis itu, harusnya sih gadis itu tak bisa mengalahkannya. Pukulan dan tendangan gadis itu belum sekuat anggota yang lain. Tak mungkin orang seperti dia kalah dari seorang anak itik seperti (Name).
Selang beberapa detik tak ada perlawanan dari gadis itu. Alis Sun bertambah mengkerut dibuatnya. Pasalnya (Name) hanya berdiri diam menghadap Sun tak melakukan perlawanan. Apakah gadis itu ingin Sun dulu yang menyerang?
Apapun rencananya, Sun membiarkan dirinya yang membuat serangan dulu. Gadis itu menangkis serangan Sun, namun lelaki itu tak membiarkannya dengan mudah. Serangan bertubi-tubi datang ke wajah (Name), mati-matian gadis itu mengelak agar tak terkena pukulan Sun.
Gadis itu berhasil menangkap kedua tangan sang pelatihnya dan menariknya mendekat. Mata lelaki suram itu terbelalak. Bukannya menyerang, gadis itu malah mendekapnya kencang.
"A-a-apa yang kau lakukan?!" seru Sun panik. Bahkan wajahnya yang biasanya gelap dan suram tampak memerah oleh perlakuan gadis itu.
Namun sang empu tak tampak gugup atau bagaimana. Dengan santainya ia tersenyum lebar dan perlahan mengangkat sang pelatih dan membantingnya ke belakang. Kepala sang pelatih itu membentur lantai ruangan, membuat orang itu shock.
Sedetik kemudian, (Name) mengunci pergerakan Sun dengan kuncian di leher. "Anda yang kalah, pelatih Sun..."
Lelaki itu berusaha keras untuk memberontak. Urat-urat lehernya bahkan sampai terlihat. (Name) semakin mengeratkan kunciannya.
Sial, tenaganya kuat sekali! Kalau begini terus, aku pasti takkan bisa menahannya.
Sun masih berusaha melepaskan dirinya. Kuncian itu sebentar lagi akan terlepas. (Name) menggigit bibirnya hingga setitik darah menetes. Gadis itu sudah hampir tak bisa menahannya.
Satu detik sebelum kuncian itu terlepas, Sun berhenti memberontak. Terdengar helaan napas panjang dari guru pelatih itu. "Baiklah, anak itikku sudah mulai tumbuh. Selamat, kamu yang menang kali ini."
Mata gadis itu berbinar, ia hampir tak bisa bernapas ketika mendengar ucapan itu. Dirinya melepas kuncian yang ia buat untuk menjebak snag pelatihnya. "Benarkah?!"
"Ya, kamu sudah tumbuh jadi anak yang kuat. Dengan ini, kamu takkan lagi dengan mudah didorong ke laut hanya karena usaha dua orang."
Gadis itu tertawa canggung. Orang ini sungguh mengesalkan sebab selalu saja mengingatkan (Name) pada masa lalu buruknya. Memangnya gadis itu harus diingatkan kelemahan dirinya yang dulu setiap hari?
Sun melanjutkan, "Karena kamu sudah cukup kuat, sesuai janjiku aku akan memberikanmu sebuah misi. Apakah kamu sanggup untuk menerimanya?"
"Saya siap!"
"Baiklah, sebagai misi pertama, kamu harus membunuh orang ini." Sun menyodorkan sebuah foto ke (Name). Gadis itu tersentak sekilas. Orang yang ada di foto itu benar-benar masih muda. Mungkin seumuran dengannya. Memang apa yang bisa dilakukan seorang bocah yang ada di foto itu.
"Sho, atau yang sering dijuluki Otto di klub-klub malam. Orang ini sering memukul gerombolan orang di sebuah gang sempit. Sering sekali ikut kompetisi sabung orang. Ia juga pernah mengorbankan orang untuk dijadikan samsak pukul oleh orang-orang di klub malam. Yang paling parahnya lagi, ia tanpa ampun pernah memukul beberapa gadis yang lebih tua dengannya. Bukan satu atau dua kali, bahkan sudah banyak kasusnya. Gunakan otakmu, (Name). Apa yang pantas dilakukan untuk menghadapi orang seperti ini?"
Gadis itu menjawab dengan mantap, "Sampah perlu dihukum mati!"
"Apa cara yang paling ampuh dalam pembunuhan?"
"Membuat orang itu suka dan percaya penuh pada kita, lalu menusuknya dari dalam!"
Sun amat puas mendengar jawaban-jawaban itu. Setelahnya, lelaki itu menepuk bahu (Name) pelan. "Jawaban yang bagus. Inilah jawaban yang aku inginkan. Orang seperti kita memang harus menggunakan pikiran ketimbang hati dalam menentukan sesuatu. Keputusan yang bergantung pada perasaan jauh lebih sakit dari yang kita duga. Aku menantikan hasil dari misi pertamamu. Semoga berhasil, Earth."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cutie Earth // Wee X Reader
Fanfiction"Peluk..., boleh?" "Boleh kok." Siapa yang sangka kalau (Name) dan Sho ternyata bisa saling melengkapi satu sama lain. Mereka terus bersama demi bisa saling membebat luka. Hingga pada suatu ketika, perasaan baru itu malah muncul. Namun, suatu alasa...