Yey, My Cutie Earth up guyss!
Siapa yang excited?Jika kalian benar-benar mengenal Toro, maka pastilah kalian tahu hobi Toro yang amat ikonik itu. Ya, apalagi kalau memasak. Kata lelaki itu, memasak bisa menghilangkan stress. (Name) percaya hal itu.
Coba bayangkan ketika kita memasak sayuran. Apa yang pertama kali kita lakukan? Membersihkan. Anggap saja kita sedang membersihkan niat kotor kita untuk membanting orang lain yang tingkahnya sebelas dua belas dengan dua serangkai kotak spons kuning dan bintang laut pink yang seringkali membuat tetangga mereka muak.
Lalu setelah membersihkan bahan-bahan, apa yang akan kita lakukan? Ya, memotongnya. Bayangkan saja kita tengah menyembelih orang yang membuat hari-hari kita menyebalkan. Toh cuma bayangan.
Sebab itulah, (Name) setuju dengan Toro bahwa memasak dapat menghilangkan stress.
"Toro, hari ini Toro masak apa?" tanya (Name) mengintip dari pintu masuk ruang klub memasak.
Si empu mendongakkan kepala. Ia menatap (Name) dengan tatapan datar polos miliknya. "Owh, aku habis bikin nasi goreng kampung spesial telur mata sapi."
Sontak, mata gadis itu berbinar layaknya ada sebuah gemintang di netranya. "Wah, enak tuh! Boleh testimoni nggak?"
"Boleh, tapi sedikit aja ya? Soalnya hari ini ada penilaian memasak."
"Oh... oke, oke!"
Dengan begitu, (Name) mencicipi masakan Toro. Satu sengatan yang membuat tubuh gadis itu tersentak. Makanan Toro ini...
"ENAK BANGET!" pekik (Name). Gadis itu menjelaskan, "Semua rasanya nyatu ke nasi. Bahkan dari tampilannya, nggak ada tuh nasi yang masih putih kayak di warung-warung lain. Terus sayurnya kerasa mateng jadi rasanya nggak terlalu aneh. Ahhh, aku jadi pen makan telurnya juga!"
Lelaki itu menjauhkan makanan buatannya dari (Name). Ia gerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri, tanda tak boleh. "Nggak boleh, (Name). Telurnya cuma satu. Kalau kamu cicipi, ntar telurnya jadi nggak utuh lagi."
Terdengar helaan napas dari (Name). Yah, sepertinya ia harus merelakan telur goreng yang kelihatan enak itu. Ya sudahlah. Toh dia bisa mencicipi masakan Toro lain kali.
(Name) mengernyitkan matanya. Sinar matahari siang yang menyinarinya tiba-tiba sangat menyilaukan. Udaranya pun panas terik, membuat seragam (Name) basah karena peluh.
Selang beberapa waktu, Toro bertanya, "Udah mutusin mau ikut ekskul mana?"
"Belum."
"Kenapa? Tenggat pemilihannya udah mau ditutup loh..." peringat Toro.
"Soalnya aku bingung. Seingetku, memilih ekskul menurut hobi dan kesukaan masing-masing lebih baik daripada mencoba-coba lalu pada akhirnya menyesal. Tapi aku nggak ada kesukaan atau apapun. Keahlian pun keknya aku nggak ada. Nggak ada bakat. Jadi aku harus pilih apa?" tunjuk (Name) pada dirinya sendiri.
"Nggak ada manusia yang nggak ada bakat. Adanya manusia yang malas mencari. Satu dunia pun tahu kalau kita harus bekerja keras agar mendapatkan suatu tujuan dengan mudah," sahut Toro.
"Benarkah?" Hati (Name) sedikit menghangat mendengarnya. Toro tertawa geli dan menepuk-nepuk pucuk kepala (Name) pelan.
Toro kembali melanjutkan, "Iya. Kamu pasti bisa kalau melakukannya. Semangat, (Name)! Semoga hari-harimu indah ya..."
"Baiklah..."
Satu suara secara tiba-tiba menginterupsi mereka hingga membuat gadis itu terlonjak kaget. Ah, dasar! Ternyata pawangnya Amu. "ASTAGA, kaget, C*k! Tobatlah kamu, Nak! Tolong kalau mau ngrumpi or somethink sama kita, bisa nggak usah ada acara ngagetin gitu boleh nggak sih?"
"Ya maaf, namanya juga excited," timpal Kiki dengan santai seolah-olah tak ada hal heboh yang ia buat.
"Ya, ya, terserah." sahut (Name) pasrah.
"Mending daftar ke stan KIR ajah! Seru, ntar lo bisa praktik Handfire kalau sekolah lo berhasil menang ke nasional," saran Toro.
Namun gadis itu menolaknya dengan tegas. Stop, katanya. Setidaknya mungkin ia tak perlu membuat sebuah penelitian dan membuat jurnal penelitian dan pusing tujuh keliling.
Apa pun itu, (Name) tak ingin menambah beban pikirannya dengan membuat bahan penelitian. "Aku nggak mau masuk KIR. Menurutku lebih baik aku masuk klub tata boga ketimbang KIR."
Toro menggelengkan kepalanya tegas. "Nggak bisa, (Name). Kuota anggota member tata boga udah penuh. Kalau mau tambah anggota lagi udah nggak bisa. Maaf ya, (Name)..."
"I-iya, nggak papa. Toh aku nggak ngebet banget ke tata boga."
Kiki mencetus dengan semangat 45, "Daripada masuk ke klub KIR atau tata boga, mending ke grup musik! Kita lagi ada proyek buat lagu sendiri. Seru tau! Ada gue juga. Pokoknya nggak bakal bosen deh kalau kamu ndaftar ke sana, (Name)!"
"Grup musik ya?" Gadis itu berusaha mengingat kemampuan musiknya dan hasilnya adalah nol. Buruk total! "Ehm... niatnya aku pen ikut karena kayaknya bakal seru banget, tapi sayangnya aku nggak bisa nyanyi apalagi main alat musik. Terakhir aku main alat musik, semuanya kubanting dan sejak saat itu ayah dan ibuku nggak pernah mbeliin aku souvenir lagi."
Lelaki yang jadi pawang Amu itu memasang senyum cemberut. Ah, (Name) gemas. Bisa-bisanya orang semacam Kiki punya sifat menggemaskan seperti ini? Apakah Amu tidak sadar bahwa lelaki ini begitu menyayanginya? Amu beruntung mendapatkan lelaki baik yang begitu menyayanginya.
Tapi yah kalau memang sudah tidak berminat, buat apa? Yang ada nanti bisa tertekan.
Paling cuman dapat hikmahnya doang.
"Ya sudahlah. Kalau gitu, aku mau lanjut tour ekskul-ekskul yang lain. Sampai ketemu setelah istirahat ya, guys!" pamit (Name).
"Wokeii!"
"Ti-ati kalau gitu. Mbok tiba-tiba ntar dibawa Meong," celetuk Toro dengan muka polos.
Kiki dan (Name) tertawa geli. Ada-ada saja Toro ini. "Siap!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cutie Earth // Wee X Reader
Fanfic"Peluk..., boleh?" "Boleh kok." Siapa yang sangka kalau (Name) dan Sho ternyata bisa saling melengkapi satu sama lain. Mereka terus bersama demi bisa saling membebat luka. Hingga pada suatu ketika, perasaan baru itu malah muncul. Namun, suatu alasa...