#11 - Reconnected

19 4 0
                                    

"How do you feel right now?"

Satya yang sedari tadi menunggu Revan di ruang tunggu khusus untuk para pengisi acara live art langsung melontarkan pertanyaan pada sahabatnya itu begitu Revan terlihat telah membersihkan diri. Pemuda yang ditanyai tersebut hanya dapat mengembuskan napas dalam seraya duduk di samping Satya.

"Well ... I don't know. It's complicated."

"Is there any change?" tanya Satya sekali lagi.

Revan tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Hm, maybe."

Satya tidak bertanya lebih lanjut. Pemuda itu cukup mengerti bahwa apa yang tengah Revan rasakan kini adalah sesuatu yang cukup sensitif bagi diri Revan pribadi.

"By the way, Van, lo udah tahu, kan, kalau lukisan lo tadi juga bakal dipamerin di Musem Seni Rupa untuk beberapa minggu ke depan?"

Revan yang mendengar hal itu langsung menghadap sepenuhnya kepada Satya. "Hah?! Seriusan lo?!"

Satya menangguk pasti. Pemuda itu mulai menjelaskan kepada Revan dengan penuh semangat. "Karya lo sama beberapa karya lain yang tadi juga ikut tampil di sesi live art berhasil menarik perhatian salah satu kurator* Museum Seni Rupa. Beliau tadi langsung menghubungi salah satu penanggung jawab acara biar lukisan lo juga bisa ikut dipamerin di sana."

[Kurator: pengurus atau pengawas institusi warisan budaya atau seni, misalnya museum, pameran seni, galeri foto, dan perpustakaan. Kurator bertugas untuk memilih dan mengurus objek museum atau karya seni yang dipamerkan.]

"What the—OH MY GOSH!" Revan tidak menyangka dengan kabar yang baru saja ia ketahui. "It's really a big opportunity for me."

"Exactly! Dan lo tahu, kan, apa artinya kalau karya lo bisa dipamerin di sana?"

Revan tahu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Satya, tetapi keterkejutannya saat ini membuat ia tidak mampu berkata-kata.

Satya pun kembali berujar, "Itu artinya, lo punya chance lebih besar biar bisa dapetin dukungan beberapa lembaga khusus dan terakreditasi buat bikin exhibition lo sendiri suatu saat nanti."

"For real?! Lo nggak lagi nge-prank gue, kan, Sat?"

Satu pukulan keras yang mendarat pada kepala Revan adalah validasi dari pertanyaan retoris yang baru saja pemuda itu lontarkan.

"Gue tahu lo lagi speechless sekarang, Van. Tapi gue nggak setega itu kali buat nge-prank lo untuk sesuatu yang serius kayak gini. Lo nggak percaya sama gue nih ceritanya?"

"Oke oke, gue percaya kok." Revan buru-buru meralat ucapannya, takut kalau Satya semakin merajuk dengan dirinya. "Gue masih nggak nyangka aja sama apa yang lo omongin tadi. Ini benar-benar kesempatan yang langka banget."

"You really deserve it!" ungkap Satya seraya menepuk pundak sahabatnya itu. "Dan lo nggak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini begitu aja."

"Alright. I know. Tanpa lo suruh gue juga nggak bakal nolak tawaran mereka."

"Great! Untuk info selanjutnya bakal gue kasih tahu kalau infonya benar-benar udah clear."

Satu pesan yang masuk pada ponsel Satya membuat pemuda itu menghentikan percakapan yang tengah berlangsung. Setelah membaca isinya, Satya langsung bersiap untuk menemui salah seorang panitia yang sedang membutuhkan bantuannya sekarang.

"Gue harus cabut buat nemuin beberapa anak LO lain. Lo mau di sini aja atau gimana?"

"Rencananya gue bakal nyusul Melodi buat nonton closing ceremony bareng. Dia lagi sama Feli di ruang tunggu anak orkes sekarang."

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang