#06 - Black Notes

220 75 36
                                    

Melodi tersenyum puas ketika mengetahui musik iringan yang telah ia gubah tidak memerlukan perubahan yang berarti. Hanya perlu pemolesan dinamika di beberapa bagian, dan itu memang sudah menjadi kelemahan Melodi sejak dulu ketika ia diharuskan untuk menggubah suatu musik pada instrumen piano. Gadis itu masih tidak mengerti—atau sebenarnya tidak berusaha untuk mengerti—bagaimana menempatkan dinamika yang tepat pada setiap bagian komposisi piano yang telah ia buat. Selama ini, ia hanya mempelajari dinamika-dinamika yang telah terkomposisi dengan apik pada partitur. Tentu saja dengan beberapa arahan dari Ms. Jessica dan juga sang mama yang sudah pasti tidak boleh diganggu gugat.

Melodi selesai merekam permainan pianonya setengah jam kemudian setelah Revan menyetujui perubahan musik iringan yang telah dibuat. Melodi turut menonton ulang hasil rekaman videonya bersama Revan dan juga Feli yang masih setia menemani dirinya.

"It's totally perfect. Sekarang gue udah tahu pas hari-H nanti gue harus perform kayak gimana."

"Emang Kak Revan beneran bakal impromptu?" tanya Melodi memastikan.

Revan menjawab dengan pasti. "Memang gitu, kan, konsepnya? Kayak yang udah gue jelasin kemarin Senin. Karena abstract expressionism painting pada dasarnya dilakukan secara spontan alias improvisasi, gerak lukis gue nanti yang bakal ngikutin musik yang lo mainkan. And you've composed it very well, seriously. It's really out of my expectation."

Melodi tersenyum kecil, karena kini ia telah memahami dengan baik konsep performance yang akan ia bawakan di Festival Seni Nasional nanti. Gadis itu hanya perlu memainkan musik iringannya sebaik mungkin sesuai dengan arahan yang telah diberikan oleh Revan, sisanya Revan-lah yang akan meng-handle seluruh performance pada saat hari-H.

Feli tiba-tiba mendistraksi fokus Melodi dan Revan yang tengah berdiskusi beberapa hal lain terkait persiapan untuk dance painting performance mereka.

"Sebentar lagi gue ada gladi kotor buat closing ceremony FSN di aula Departemen Seni Pertunjukan. Kalian mau nonton nggak?"

"Is it an ask or a command?" tanya Melodi sambil bersedekap.

"An ask, seriously. Kalau kalian nggak bisa sih nggak pa-pa," ujar Feli dengan nada sok ceria. Namun Melodi tahu, pada setiap kata yang dilontarkan Feli barusan tersirat nada sendu yang membuat pendengarnya tidak dapat menolak. Apa yang dikatakan Feli sesaat kemudian menjadi penguat praduga Melodi sebelumnya.

"Tapi kayaknya bakal sepi banget nggak sih? Kak Arka sama Kak Satya udah harus ngurusin final preparation FSN. Kalian berdua juga kayaknya lagi sibuk banget ngurusin persiapan performance kalian sendiri. Huft, nggak bakal ada yang bisa kasih krisar ke gue deh nanti. Paling juga pembina sama beberapa LO anak orkes yang bakal kasih komentar. Tapi tetap aja bakal bias, soalnya mereka udah terlalu sering liat gue latihan."

Melodi terkekeh pelan. Feli memang bisa terlihat sangat imut kalau sedang mememinta sesuatu secara tersirat. Selalu seperti itu, dan hal itulah yang membuat Melodi merasa nyaman bersahabat dengan Feli sejak mereka masih berstatus mahasiswa baru.

Sebelum memberi tanggapan kepada Feli, Melodi berkata kepada Revan, "Diskusinya udah selesai, kan, Kak? Overall, gue udah paham kok sama yang Kak Revan jelasin tadi."

Revan mengangguk, "Okay then. Ntar kalau lo ada pertanyaan lain, lo bisa chat gue atau Satya. Lo mau langsung nonton Feli gladi kotor habis ini?"

"Iya. Lo mau ikut nonton atau langsung pulang, Kak?" tanya Melodi basa-basi.

"Langsung pulang aja deh. Emang gue boleh ikutan gabung?"

"Loh, kan tadi gue tanya kalian berdua, Kak, bukan cuma Melodi doang." Feli langsung menanggapi dengan cepat. "Boleh banget kalau lo mau ikutan nonton gladi kotor performance gue sama anak orkes, Kak. Beneran boleh banget. Bakal lebih asik kalau ada anak dari luar jurusan musik yang bisa kasih gue krisar soal performance gue, biar pas hari-H nanti bisa lebih perfect."

Melodi Dua Dimensi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang