Nana - 26 (NJ)

2.5K 202 15
                                    

Akhirnya mereka masih pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan Jaemin atas paksaan Jeno, karena malas mendengar rengekan Jeno sehari penuh nantinya, akhirnya Jaemin setuju. Setelah melakukan pemeriksaan, hasilnya melegakan untuk si pria Lee, mereka malah melihat si bayi bergerak aktif ketika di USG. Pulang dari rumah sakit Jeno menurunkan Jaemin di klinik, sedangkan dia langsung menuju kantor.

Karena kejadian tadi pagi jelas saja Stella tidak bisa masuk kantor, dia tengah di rawat intensif karena benar saja tulang rahangnya bergeser. Selain itu, Jeno memang memecat Stella, tidak ingin melihat wanita itu lagi, takut saja kalau dia tidak sadar membunuhnya.

"Cari sekretaris yang benar ya, Jen." Jaemin diseberang sana mengingatkan.

"Tentu saja, masa aku cari yang tidak benar."

"Maksudku, sikapnya harus menjadi syarat pertama. Aku lihat-lihat banyak sekretaris serasa seperti istri pimpinan, menyebalkan." Dumal Jaemin.

"Benarkah?"

"Kau tidak tahu kasus yang dialami Mark? Haechan hampir menjatuhkan sekretaris Mark dari lantai atas gedung karena terang-terangan menggoda Mark."

"Aku belum berkumpul dengan mereka lagi akhir-akhir ini, jadi kami tidak ada obrolan apa pun."

"Dasar para pria tidak suka bergibah, kan jadi ketinggalan berita."

"Bukannya itu tidak bagus, ya?"

"Iya sih." Jaemin terdiam sebentar, "eh, aku ada pasien, sudah dulu, ya. Dah, Dad!"

Jeno hanya menggeleng pelan setiap kali Jaemin memanggilnya dengan embel-embel begitu, tidak tahu saja karena kelakuannya bisa membuat jantung orang tidak normal. Dasar ibu hamil tidak sadar diri, Jeno kadang geram.

Untuk sementara sebelum mendapatkan sekretaris baru, Jeno akan dibantu oleh sekretaris sang daddy, untung daddynya memiliki tiga sekretaris, jadi dia tidak akan terlalu kerepotan.

"Jen."

Jeno yang tadinya fokus, kini menatap bingung atas kehadiran daddynya tiba-tiba di ruangannya. "Kenapa Daddy ke sini?" Jeno bersandar di kursi kebesarannya, menunggu apa yang diinginkannya sang daddy sampai repot-repot mampir.

"Tidak usah menatap Daddy begitu, ini bukan soal pekerjaan." Jaehyun bersandar nyaman di sofa, membalas tatapan sang putra. "Bagaimana hasil USG kemarin?"

"Sesuai harapan, dia laki-laki. Bagus bisa menjaga mommy sama adiknya." Jawab Jeno santai.

Jaehyun mengerutkan alisnya, adik?

Mengerti dengan kebingungan sang daddy, Jeno menjelaskan maksud omongannya. "Ini untuk keadilan soal marga, karena yang pertama aku yakin Jaemin sudah cukup ikhlas kalau bermarga Lee, otomatis dia akan menjadi penerus Lee. Ide ini sebenarnya dapat dari Guanlin, Jaemin sendiri yang cerita atas ide konyol itu, ya walaupun Jaemin tidak setuju. Aku akan membicarakannya lagi nanti dengan Jaemin. Tapi lebih baik lagi kalau kita bertemu dengan keluarga Kim untuk membahasnya."

"Kau punya kemajuan pesat ya, suka bicara panjang lebar tanpa Daddy usili." Jaehyun malah salah fokus. "Calon menantu Daddy memang yang terbaik." Lanjut Jaehyun.

"Dad, fokus dulu." Jeno sudah mulai lelah kalau sang daddy sudah mulai usil.

"Daddy kabari Kim nanti, kalau mereka ada waktu luang kita berkumpul di rumah saja. Nanti sore Daddy beri kabarnya." Jaehyun melihat jam di tangannya, "sudah, Daddy mau menjemput mommy dulu."

"Hm." Jeno ngangguk mengiyakan.

***(NJ)***

Sesuai dengan yang diobrolkan Jeno dengan daddynya tadi pagi, akhirnya mereka sepakat bertemu di rumah keluarga Lee nanti sekitar jam delapan malam. Jadi, sore ini Jeno memilih pulang ke kediaman Kim sekalian menjemput Jaemin. Sebelum naik ke kamar, dia berbelok ke dapur berniat memasukkan buah-buahan yang dibelinya tadi. Langkahnya terhenti kala indera penciumannya menangkap aroma kuat dari arah dapur, aromanya asing untuk Jeno.

The Baby of a Business Rival ^ NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang