Kalau semisal agak janggal dengan panggilan 'Mbak' setelah kalian baca sampai bawah, komen aja, biar bisa ku revisi.
Sebenernya ada fotonya untuk prewedding adat Jawa, riweh banget tapi cari yang pas sama gender begini. Jadi, bagian itu skip. Cukup banyak momen ala X juga di skip, padahal kalau lengkap ceritanya bisa lebih hidup.
Ada typo nama silahkan komen, bab ini panjang soalnya.
.
.
Sebenarnya Jaemin sudah bisa pulang ke rumah dari dua hari yang lalu, tetapi Jeno yang kekeh kalau Jaemin harus dipastikan lagi kesehatannya, akhirnya anggota keluarga lain hanya bisa menuruti keinginan ayah muda itu. Lagipula tidak perlu khawatir karena ya rumah sakit itu milik keluarga Kim, mau seberapa lama tidak ada masalah sama sekali.
Jaemin baru pulang ketika adiknya berkata akan ke Korea bersama sang suami, Jeno baru setuju kalau Jaemin pulang ke rumah. Sesuai kesepakatan kalau mereka akan menetap di rumah Jaemin, halaman banyak pepohonan jadi udara segar lebih terasa. Rumah Jaemin jelas lebih luas dari apartemennya.
Pulang ke rumah di bantu oleh daddy Jae dan papa Suho membawa barang-barang Jaemin serta baby Jisa yang cukup banyak. Sedangkan para ibu-ibu menunggu di rumah menyiapkan kamar baby Jisa juga makanan untuk berkumpul, sudah seperti tradisi.
Sore harinya rumah sudah kembali sepi setelah para orang tua pulang. Tinggal Jeno yang sibuk dengan pekerjaannya walaupun ia masih cuti hitung-hitung ia sedang tidak ada pekerjaan, sedangkan Jaemin hanya duduk di samping Jeno memainkan ponselnya.
"Jen, harga rumah di Winsle kisaran berapa?"
Jeno yang tadinya fokus dengan laptopnya menoleh melihat Jaemin. "Kenapa? Mau pindah ke sana?" Tanya Jeno.
Jaemin menggeleng, "bukan. Ini adikku yang tanya."
"Oh. Sebentar." Jeno mengambil ponselnya mengetik sesuatu, Jaemin hanya menunggu saja. "Kisaran 1,8 milyar won katanya."
"Sepertinya boleh juga beli di sana." Kata Jaemin sembari membalas pesan adiknya.
"Kalau kamu tertarik nanti aku yang urus." Timbal Jeno.
Percakapan yang membuat sebagian orang meringis. Mudah sekali seperti membeli permen saja.
"Oh ya, katakan kepada orang-orang Lee yang berjaga disekitar Sera untuk menyerahkan Sera kepada orang yang aku suruh datang nanti. Kalau mereka sudah sampai sana nanti aku telpon."
Jeno penasaran sih siapa dan kenapa, atau Jaemin mau mempercepat eksekusinya?
"Em itu, jangan ke ruang operasi dulu ya, soalnya Jisa masih kecil."
Jaemin terdiam sesaat memikirkan apa yang Jeno maksud. Setelah mengerti ia langsung tertawa geli.
"Apa yang lucu?" Jeno menggaruk kepalanya kebingungan.
"Belum ya, nanti sekitar Arjisa sudah tiga bulan saja. Itu ada yang mau bermain-main dengan Sera." Jelas Jaemin.
Jeno mengangguk setelah mengerti maksud Jaemin. Lagipula dia tidak perduli Sera akan diapakan oleh Jaemin.
"Jen." Panggil Jaemin lagi. Jeno yang merasa Jaemin sedang ingin berbicara banyak padanya, ia memutuskan untuk menyudahi kegiatannya, mematikan laptop, lalu setelahnya ia bersandar di bahu sempit Jaemin. Siap mendengar apa saja yang akan dikatakan oleh mommy Arjisa ini.
"Bagaimana kalau kita menikah setelah Jisa sudah lima bulan saja? Umur segitu Arjisa sudah aman bertemu banyak orang."
Respon Jeno hanya berkedip pelan dengan ekspresi aneh karena otaknya mencoba mengingat sebelumnya mereka pernah membahas topik pernikahan tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby of a Business Rival ^ Nomin
Fiksi PenggemarJaemin dengan obsesinya menginginkan keturunan dari sosok yang di anggapnya bisa memberikannya keturunan yang sempurna. Sosok laki-laki itu adalah saingan bisnisnya sejak 10 tahun terakhir. Laki-laki berdarah Korea dengan marga Lee membuat Jaemin me...