Nana - 05 (NJ)

3.6K 256 24
                                    


Setelah kejadian beberapa hari yang lalu tidak semata-mata membuat hubungan keduanya lebih baik. Bahkan pagi ini Jaemin sudah mencak-mencak mengetahui kalau perusahaan rivalnya itu baru saja menyebarkan sampel produk baru mereka, sebagai rivalnya jelas saja ada bagian dalam dirinya menggebu-gebu tidak terima.

“Serum apa itu coba, dengan   ingredient umum saja bangga. Lihat saja nanti, akan kubuat serum baru dengan tidak kalah menggiurkan.”

Renjun yang sudah terbiasa melihatnya tidak ingin untuk memberikan tanggapan lebih untuk mendukung aksi temannya itu.

“Eh, sudah membicarakan keinginanmu kepada Jeno belum?” Renjun mengalihkan pembicaraan.

“Oh, belum.” Jawab Jaemin santai.

“Kok belum sih? Mau nunggu sampai kapan lagi coba, menunggu Jeno menikah baru mau memintanya, yang ada kamu perang sama istrinya nanti.”

Jaemin mengerutkan alisnya menatap Renjun bingung. “Memangnya Jeno mau menikah?”

“Kabarnya sih dia punya hubungan spesial dengan sekretarisnya. Jeno juga terlihat tidak menyangkal.”

“Tahu dari mana kamu?”

“Temanku lah. Dia kan kerja di Lee Inc. Pokoknya itu bukan perbincangan rahasia lagi deh. Mending kamu bergerak cepat.”

Jaemin menganggukan kepalanya mendengar hal itu. “Menurutmu katakan secara frontal atau tersirat?”

“Melihat dari tingkahmu sih, lebih baik katakan secara frontal saja.”

“Hm, begitu, ya. Baik, aku akan membuat janji untuk bertemu dengan Jeno.” Tutur Jaemin.

Dan benar saja, besoknya Jaemin menampakkan batang hidungnya di perusahaan Lee Inc, yang mana membuat para karyawan di sana terkejut sekaligus bingung. Sejatinya permusuhan keduanya tidak ditutup-tutupi oleh kedua belah pihak, lagipula para karyawan cukup tahu batasan untuk tidak membicarakan atasan mereka kepada orang luar. Biarkan masalah hanya akan berputar di dalam.

Selain terkejut atas kehadiran Jaemin di sana, para karyawan Lee Inc yang berpapasan juga dilanda iri melihat betapa cantiknya pria berdarah Kim itu. Sebagai seseorang pemilik klinik kecantikan, tentu saja gambar tersebut sangat pas. Lalu, mata para karyawan pria maupun wanita dominan jelas saja melotot tidak menyia-nyiakan kesempatan langka tersebut.

Jaemin sampai pada lantai yang diberitahukan oleh sekretaris Jeno. Ternyata di lantai tersebut dengan sangat mudah Jaemin menemukan ruangan Jeno, hanya terdiri dari beberapa ruangan luas dengan masing-masing tulisan yang terpampang di atas pintu memberitahukan masing-masing fungsi ruangan. Lalu Jaemin mendekati ruangan lainnya, tampak seorang wanita sibuk dengan komputernya, tanpa mengenalkan diri, Jaemin sudah tahu betul dia adalah sekretaris Jeno.

"Jeno ada di dalam?" Tanya Jaemin, membuat sang sekretaris itu langsung mendongak, lalu dia berdiri menampilkan senyum ramah sebagaimana mestinya.

"Bapak sudah menunggu Anda, Tuan Kim. Silahkan masuk." Ucapnya ramah.

"Terima kasih." Jaemin membalas dengan senyuman tipis.

Begitu Jaemin masuk, dia dihadapkan dengan Jeno yang tengah sibuk di kursi kebesarannya. Kemudian pandangan keduanya bertemu manakala Jeno menyadari kehadiran orang lain dalam ruangannya. Begitu mendapati bahwa itu Jaemin, Jeno mengisyaratkan Jaemin untuk duduk di sofa. Tidak lama Stella masuk ke dalam ruangan menyajikan teh masing-masing untuk pimpinan dan tamu pimpinannya, lalu beberapa kudapan untuk menemani minum teh. Setelahnya Stella pamit undur diri.

Jeno yang sudah kepalang penasaran atas tujuan rivalnya itu memutuskan untuk meninggalkan sebentar pekerjaannya yang sudah berteriak untuk segera diselesaikan. Jeno duduk di seberang Jaemin, dia menatap lamat-lamat pria yang kini malah sibuk memperhatikan ruang kerjanya. Jeno berdehem singkat menarik fokus Jaemin kembali padanya.

"Ada kepentingan apa gerangan sehingga kau sudi menginjakkan kaki di kantorku?" Tanya Jeno tanpa basa basi.

"Aku akan mengatakan hal yang sangat penting padamu. Dan setelah aku mengatakan hal ini aku tidak perduli kau mau setuju atau tidak, toh aku akan menggunakan segala cara untuk bisa mendapatkannya. Jadi, Tuan Lee yang terhormat, dengarkan ini dengan baik. Aku, Kim Jaemin, berharap bahwa kau tidak keberatan untuk memberiku setengah dari bagian hidupmu." Jelas Jaemin singkat atas maksud dari kedatangannya.

Jeno mengerutkan alisnya mencerna apa yang dibicarakan oleh Jaemin. "Setengah dari hidupku? Apa kau akhirnya tertarik kepada rival mu ini, Tuan Kim?"

Jaemin menggeleng, "aku tidak menginginkanmu, aku hanya ingin meminta benih darimu secara baik-baik." Dia menatap Jeno dengan ekspresi tengah berbisnis menandakan bahwa dia serius saat ini.

Jeno terdiam sesaat sebelum akhirnya tawanya meledak mengisi ruang kerja yang sunyi itu. Hal itu membuat Jaemin mendengus sebal. Dia tengah berbicara serius, kenapa juga pria bermulut pedas ini tertawa? Apa dia sudah gila?

"Kau tidak menginginkanku, tetapi dengan gamblangnya kau meminta sperma dariku. Untuk apa? Untuk kau jadikan skin care alami atau kau ingin memiliki seorang bayi?"

Jaemin mengidikkan bahunya, "kurasa kau tidak sebodoh itu untuk mengerti."

Jeno menyilangkan kedua tangannya di dada. Dia menatap Jaemin dengan pandangan seolah mengatakan kalau dia jelas sempurna dimata rivalnya itu. "Kenapa tidak meminta kepada orang lain, atau kau bisa mendapatkan dengan mudah di bank sperma, untuk apa susah-susah meminta langsung. Atau, kau mengakui aku memang sesempurna itu hingga kau menginginkan keturunan dariku, iyakan?"

Sebenarnya keduanya sama-sama memiliki pemikiran yang patut dipertanyakan akal sehatnya. Untuk ukuran orang normal pada umumnya, harusnya reaksi Jeno marah atau bahkan memandang Jaemin sebagai orang yang tidak tahu malu. Jelas, mereka adalah musuh sejak lama, seperti baru saja Jaemin melemparkan diri ke dalam rumah musuhnya, kemudian lenyap.

"Untuk ukuran seorang ayah kau memang sosok sempurna karena riwayatmu yang bersih. Tapi untuk sosok sempurna sebagai seorang pasangan hidup, kurasa kau sangat ketertinggalan, dengan kata lain monoton, kau tahu." Ujar Jaemin tanpa pikir panjang.

"Begitu caramu bersikap kepada calon ayah dari anakmu? Kau memang seperti orang ber spesies langka."

"Kau bukan calon ayah dari anakku. Hanya akan ada ibu, tidak akan ada ayah." Tegas Jaemin yang menolak langsung andil Jeno dalam perkembangan anaknya nanti.

"Oh, tidak semudah itu, Cantik. Semua yang bersangkutan denganku, adalah milikku."

Sudah dikatakan, mereka berdua sama-sama tidak waras. Jika satunya keras kepala, maka satunya lagi akan lebih keras kepala.

***(NJ)***

Panggilan 'Tuan' memang agak kaku, tapi bagaimana lagi, masa tetap 'Nona Jaemin' kan ya :)

The Baby of a Business Rival ^ NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang