Nana - 23 (NJ)

2.3K 199 9
                                    

Jaemin keluar dari ruangan Jeno masih dengan wajah menekuk. Sial sekali dirinya terjebak sekarang, kurang ajar memang Lee Jeno ini. Suasana hati Jaemin yang memang tidak bagus, semakin tidak bagus lagi melihat Stella yang menghadang jalannya.

"Urusan kita belum selesai." Dengan gaya angkuhnya Stella menatap Jaemin remeh. "Kau sudah menjadi pria penggoda ya sekarang. Tidak ku sangka seorang Kim bisa begini."

"Ck! Sebenarnya kau irikan karena tidak bisa dekat dengan Jeno seperti aku dekat dengannya. Itu karena Jeno hanya menganggap kau teman, tidak lebih. Makanya tidak ada kemajuan dalam hubungan kalian walaupun sudah kenal lama."

"Hei!"

"Diam! Aku belum selesai ngomong."

"Aku tidak perduli dengan omong kosong seperti itu, Jaemin. Akui saja kalau kau itu memang pria penggoda."

"Atas dasar apa kau berkata begitu? Jelaskan padaku!"

"Jangan sok tidak tahu. Kau punya niat tidak baik kan mendekati Jeno?" Tuduh Stella.

"Banyak omong sekali. Kau ini jelek, Stella, jangan banyak tingkah." Jaemin sudah malas berdebat. Mau dijelaskan bagaimanapun mana Stella mau mendengarkan.

"Apa kau bilang?!" Stella bergerak maju berniat menyerang Jaemin. Namun naas kakinya menabrak sesuatu yang membuat dia kehilangan keseimbangannya, berakhir dia menghantam lantai.

"Upst!" Jaemin pura-pura terkejut melihat Stella mengerang kesakitan. "Jangan main-main denganku makanya, kena karma, kan."

"Jaemin!" Pekik Stella berakhir dengan suaranya menggema di lantai itu.

"Dah~" Jaemin melambaikan tangannya sembari berlari kecil meninggalkan Stella yang mengumpatinya.

Jaemin bersenandung kecil selama di dalam lift untuk turun ke lobby, mengabaikan ada panggilan masuk di ponselnya. Suasana hatinya sedikit lebih baik setelah mengerjai Stella tadi. Wanita itu mudah sekali di panas-panasi, Jaemin suka bermain-main seperti itu. Pintu lift terbuka, Jaemin segera melangkah keluar. Matanya menangkap pergerakan buru-buru dari arah luar sana, Jaemin curiga kalau mobilnya memang hilang.

Jaemin sudah setengah jalan setelah mendapati mobilnya kembali terparkir di tempat semula. "Oh, mereka memindahkannya." Gumam Jaemin. "Bagus juga pelayanan kantor ini."

"Jaemin!"

Panggilan kencang itu sontak membuat Jaemin menoleh ke belakang. Ia mengerutkan alisnya menatap Jeno dengan pandangan aneh Ketika pria Lee itu berlari tergesa-gesa ke arahnya.

"Kau tidak apa-apa? Ada yang sakit? Kita ke rumah sakit saja, ayo!"

Jaemin memekik kaget dirinya sudah dalam gendongan Jeno. "Kau kenapa sih, Jen? Aku tidak apa-apa. Turunkan aku!" Ia memberontak membuat Jeno langsung menurunkannya, tapi wajah pria Lee masih tampak khawatir.

"Sudah aku bilang jangan berkelahi. Bagaimana kalau kau yang jatuh tadi? Usahamu jadi sia-sia, Jaemin." Jeno mengusak rambutnya frustasi, tidak perduli kalau rambutnya jadi berantakan.

Jaemin mendengus, "mending kau ajari sekretarismu itu untuk tidak mengurusi hidup orang. Iri saja bisanya. Kalau aku sudah tidak tahan lagi, ku tarik dia ke ruang operasi."

Jeno menghela napas, "ku peringati dia nanti."

"Kau harus menamparnya ya, Jen." Jaemin menarik Jeno untuk lebih dekat dengannya, lalu dia berbisik, "mulutnya pedas sekali. Masa dia mengatai aku pria penggoda sih, Dad. Nanti anak kita sedih, lho."

Jeno mematung di tempatnya. Matanya mengerjab pelan menatap Jaemin yang juga menatap dirinya. Kenapa Jaemin berkata begitu? Apa dia sudah mulai goyah tentang identitas anak mereka nanti.

"Sudah, sana pergi ke ruanganmu." Usir Jaemin. "Nanti karyawanmu syok melihat tingkah kau yang aneh." Jaemin berbalik melanjutkan niatnya yang tertunda karena sikap aneh Jeno.

***(NJ)***

Jaemin telah sampai di klinik, setelah memarkirkan mobilnya, dia langsung bertolak ke cafe yang memang terhubung dengan klinik, Jaemin sengaja membuatnya menjadi saling terhubung karena dia suka ngemil. Matanya memicing menangkap sosok yang dia curiga sejak awal kalau keberadaannya bisa diketahui Jeno karena orang ini pelakunya.

"Lai Guanlin, kau ada pembelaan?" Jaemin berkacak pinggang menatap Guanlin tajam.

Guanlin yang sibuk mengganggu Renjun dari tadi kini terdiam membeku mendapati indung singa yang siap menerkamnya. Ini semua karena kelakuan Jeno, jadi dia kena juga kan.

"Bagus, silahkan sidang dia, Na. Dari tadi dia menganggu aku terus." Renjun dengan senang hati meninggalkan Guanlin.

Guanlin menatap melas kepergian Renjun yang tega meninggalkannya.

"Kau, mau kupotong benda kebanggaan kau itu, hah!" Ancam Jaemin. "Main sebar rahasia orang sembarangan. Kau lihat, identitasnya sudah di ambil oleh mata sipit itu." Tunjuk Jaemin ke arah perutnya.

"Kita berbicara baik-baik, ya. Tidak bagus kalau kau emosi begitu. Duduk dulu." Guanlin menuntun Jaemin takut-takut kena serang. Kabarnya pria Kim ini seram kalau sudah marah, termasuk para pria yang punya niat jahat padanya beberapa bulan yang lalu.

Dia mendapatkan kabar dari Jeno kalau ketiganya tewas karena Jaemin mengambil organ-organ penting mereka. Untung saja Kim maupun Lee bisa menutupi tindakan Jaemin, mereka dibuat seperti kecelakaan tunggal, hingga jasadnya tidak lagi utuh akibat mobil yang mereka tumpangi meledak.

"Dasar." Jaemin mendengus kesal.

"Tapi ada sisi positifnya, kan. Kau mendapatkannya apa yang kau inginkan. Coba kalau aku tidak memberitahunya, mungkin saja kau merasakan penyesalan. Kau mengambil keputusan saat amarahmu belum reda, kau hanya kesal, bukan karena kau memang menginginkannya. Masalah identitas bisa dibicarakan, mengerti?"

"Kenapa jadi aku yang kena nasehat?"  Jaemin masih enggan membicarakannya.

"Begini, bagaimana kalau kalian program lagi setelah ini, biar satunya bermarga Lee dan satunya Kim."

Plak

"Akh!" Guanlin mengelus punggung tangannya yang kena pukul Jaemin. Kejam sekali ibu hamil ini.

"Mudah sekali kau bicara, dasar laki-laki buaya. Sana, kau saja yang hamil."

"Dih, mana bisa."

Renjun yang baru bergabung lagi hanya bisa menghela napas. Tidak dengan Jeno, Guanlin pun jadi yang membuat Jaemin darah tinggi.

"Suara kalian jangan terlalu besar bisa tidak? Nanti ada yang mendengar."

"Salahkan Guanlin tuh, mengesalkan."

"Suka-suka ibu hamil saja lah."

Jaemin sudah ancang-ancang melempar tasnya kalau saja tidak dihalangi oleh Renjun. "Sudah, ya ampun. Rusuh sekali."

***(NJ)***

"Kau itu kenapa terlalu membela Jaemin? Jelas-jelas dia yang salah."

"Coba katakan lagi." Jeno memojokkan Stella membuat wanita itu menciut melihat tatapan Jeno menajam. Sebelumnya dia tidak pernah mendapatkan amarah seperti ini, melainkan para karyawan lain yang membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaan. "Kau jangan ikut campur dengan urusan pribadi ku, Stella, kau hanya sekretaris di sini. Maka lakukan saja pekerjaanmu, jangan sok mengatur apa yang ingin kulakukan, termasuk dengan Jaemin. Jangan mengganggunya, kau mengerti?"

"Kenapa?" Stella memberanikan diri menatap Jeno balik.

"Karena dia priaku. Apalagi alasan selain itu?"

***(NJ)***

Ada typo silahkan komen, ya.

The Baby of a Business Rival ^ NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang