8. Hakikatnya sebuah perasaan.

83 5 0
                                    

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Khadafi menatap telapak tanganya yang sedikit melepuh, lagi dan lagi dia memikirkan gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Khadafi menatap telapak tanganya yang sedikit melepuh, lagi dan lagi dia memikirkan gadis itu.
Si gadis penjaga toko, otak dewasanya selalu tertarik pada sang gadis seolah selalu ingin mendekatinya.

Takut akan perasaan nya sendiri Khadafi malah memilih membakar pinset lalu menggegam nya dengan erat sembari beristigfar meminta ampun pada allah.

"Ditusukan besi panas itu lebih baik ketimbang menyentuh yang bukan mahram." Khadafi menoleh ada Dhika disana menatap temanya yang sedang duduk sendirian. "Kenapa lu Fi, kagak bisanya gak ikut latihan hadroh?"

"Tangan gua melepuh, keknya besok malem gua gak bisa nabuh darbuka." ucap Khadafi lalu mengambil kain kasa hendak membalut luka nya.

"Lu mikirin siapa, sampai gengam pinset panas kek gitu?" tanya Dhika mendekat.

"Kagak mikirin apa apa." boong banget kalau Khadafi bilang gitu. Jujur juga males ahh Dhika orangnya gak pernah boong, gak pernah bisa boong.
Kalau kalian tau tokoh pewayangan Yudistira dari pandawa nah si Dhika itu contoh nyata kejujurannya.

"Yakin, gak ada mikirin gadis..."

"Chhh cerewet banget sih elu kek mbak Zikra. Jodoh kali kalian yak!" ucap Khadafi namun tanganya sibuk membalut luka dengan kain kasa.

"Habisnya elu, buat masalah mulu. Gimana? kalau gak bisa main darbuka biar ku suruh santri lain." ucap Dhika.

"Kang, jangan buat aku esmosi ya!" ucap Khadafi, maksudnya tuh dia dah tau tanganya full perban masih aja nanya bisa main darbuka apa kagak.
Kek orang buntung di suruh tepuk tangan ini namanya.

"Emosian banget sih lu, yaudah buruan ditunggu abuya." lalu Dhika pergi setelahnya. Khadafi menghela napas namun bukanya beranjak doi malah menatap kembali tanganya.

"Jika perasaan ini adalah fitrah darimu ya allah, maka lindungi aku, lindungi dia jaga kami dari napsu dunia ya allah."

Khadafi menatap sengit vokal hadroh mereka malam ini. Lalu melirik Dhika yang ada disampingnya.

"Perasaan gua suruh lu nyari ganti darbuka deh bukan vokal."

"No komen." balas Dhika singkat.
Pasalnya dia tadi nyari santri buat pegang darbuka, si Almer yang emang pegangan dia darbuka juga jadi mau ehh malah collab sama Agung diatas pangung sana.

"EHHH LONTONG TAU ONO LONTONG SATE... EHH CAH AYU OJO GALAU WAE..." pekik Agung dengan suara khas mak jreng miliknya.

"HAE HAE!!! HEHEEHH...AAA HEHEHEHH..AAAA." Nah ini kocaknya. Si Almer dengan nyantai sambil main darbuka nyambung, mana kek jaranan lagi suaranya.

"MENDING SOLAWAT BEN ADEM ATINE, BONUS NYAWANG TUKANG VOKALE.. BONUS NYAWANG TUKANG DARBUKA..E.. "

"Astagfirullah." Khadafi megangin kepalanya pusing. Besok dia yakin waktu gebyar solawat dua orang ini bakalan berulah. Takutnya ntar disangka bukan gebyar solawat tapi lomba melawak kan gak lucu.
"Lu juga Dhik, kan sampean isa main darbuka. Ngapain nyuruh si curut?"

YA ZAUJATI: Perfect My Partner Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang