notebook; sembilan

172 33 1
                                    




Make You Mine - Public


Make You Mine - Public

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Ada perubahan dari Kak Keenan yang berhasil bikin aku bahagia, kalian tau apa?

Kak Keenan selalu mengabariku sekarang! Katanya biar aku engga khawatir lagi, dan aku pun selalu mengabarinya, bahkan aku selalu membicarakan tentang apapun kepadanya.

Dan sekarang, aku sedang menunggu calon pacarku di depan lab komputer, jam pelajaran ku sudah selesai dan sebenarnya boleh saja aku pulang duluan.

Tapi aku mau nunggu Kak Keenan dulu, mau pulang bareng sama dia. Walaupun harus menunggu 2 jam lamanya.


"Wilona?"

Seseorang memanggilku, aku melihat ke belakang dan ternyata ada Kak Jeno. Ada apa ya?

"Kenapa, kak?"

"Engga pulang? Atau, mau dianteri-"

Aku tidak tau apa yang akan Kak Jeno katakan, karena kelasnya Kak Keenan sudah pada keluar dari lab komputer, tanganku ditarik pelan oleh Kak Keenan.

"Na." Panggilanya.

"Udah?"

Kak Keenan hanya mengangguk.

Melihat Kak Keenan, aku hampir melupakan keberadaan Kak Jeno, dia masih berada di sana dan tersenyum ke arah kami.

"Hati-hati pulangnya." Kata Kak Jeno, menepuk pundak Kak Keenan dan pergi begitu saja.

Entahlah, yang terpenting Kak Keenan sudah ada di sampingku sekarang.

Kak Keenan bertanya, "ngapain dia?"

"Engga tau." Jawabku, aku tidak mau membahas orang lain saat sedang bersamanya. Tapi karena engga mau dia salah paham juga, aku menjelaskan, "kayaknya mau nawarin buat pulang bareng, rumah kita searah soalnya, tapi kan aku mau bareng kamu aja."

"Gitu ya?"

Lucu, dia terlihat cemburu.

Tapi buat apa coba? Lagipula aku tidak akan melirik siapapun kecuali dia.

"Iya, ayo pulang." Kataku sambil menggandeng lengannya.



Sepanjang perjalanan pulang ke rumahku, kami mengobrol, tidak ada yang lucu, hanya percakapan biasa, menceritakan bagaimana tadi di sekolah.

Ku taruh daguku di pundaknya, melihat wajahnya lewat kaca spion motornya. Lucu, aku suka memperhatikannya.

Bagaimana dia berdecak kesal karena macet, atau ngomel karena ada yang menyalipnya, dan yang paling kusuka adalah ketika dia selalu mengutamakan orang yang akan menyebrang jalan.



"Kamu, kamu, kamu." Kataku.

"Aku? Aku? Aku?" Dia menjawab.

"Iya, kamu."

"Aku kenapa?"

"Aku asdfghkllakwks kamu juga."

"HAH?"


Dan ini, yang kurang aku suka; dia yang kesulitan mendengar saat sedang berkendara.

Alias, bonge!



"Apa, na?"

"Ga jadi ah." Jawabku, terlalu malu untuk mengulangi perkataanku tadi.

"Apasih? Jangan bikin penasaran!"

"Salah sendiri!"


Kak Keenan tiba-tiba menepi, memberhenrikan motornya lalu menoleh ke belakang, dia bertanya sekali lagi. "Tadi bilang apa? Maaf aku engga terlalu denger."

Suaranya yang begitu lembut dan permintaan maafnya membuatku tersenyum, "jangan pulang dulu."

"Loh? Kenapa?"

"Masih mau sama kamu."

"Tapi, Na."

"Apa?"

"Sayang bensin." Jawabnya.

Aku memutar bola mataku malas, "lebih sayang bensin kah?"

Dia tertawa, lalu mencubit kedua pipiku. "Lebih sayang kamu, tapi sayang bensin juga!"

Akhirnya, karena dia lebih memilih untuk sayang sama bahan bakar motornya, Kak Keenan langsung mengantarkan aku pulang.

Dengan janji di hari Minggu nanti, kami berdua akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya.

Semoga engga wacana.




NotebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang