notebook; lima

228 43 2
                                    




sempurna - andra and the backbone


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Komplek Angkasa Mekar.


Jauh sekali rumah Kak Keenan dari Sekolah, pantas saja jika dia sering datang terlambat, apalagi jalanan pagi yang pasti sangat macet.

Ku tekan bel rumah dan menunggu pintu dibukakan.

Lama ku menunggu, tetapi pintu belum juga dibuka. Aku memastikan sekali lagi alamat yang di berikan Kak Giselle, takutnya dia malah menjahili ku dengan memberikan alamat palsu.


Tapi benar kok.

Apakah tidak ada orang di dalam rumahnya?

Sekali lagi, ku tekan bel dan menunggu kembali.



"Keenan kalau demam kayak orang sekarat."

Aku teringat perkataan Kak Giselle tentang Kak Keenan tadi, karena khawatir, aku tidak lagi menunggu. Pintu rumahnya ku buka dan mataku melebar saat melihat tubuh Kak Keenan tergeletak di atas lantai.

APAKAH DIA BENERAN MATI???

Panik, aku segera masuk ke dalam dan memeriksa keadaan Kak Keenan.

Dia masih bernafas. Syukurlah.

Namun wajahnya sangat pucat dan berkeringat.

"Kak Keenan?"

Matanya terbuka, "Nana?"

"Iya, ini aku."

"Na, makasih ya buat semuanya. Aku rasa aku mau mati bentar lagi."

Tanpa sadar, aku pukul dia. Kalau ngomong tuh engga bisa dijaga! Gimana kalau kejadian beneran?

Ya walaupun yang namanya kematian engga ada yang tau, tapi tetap saja, kita harus berbicara yang baik-baik.

"Apasih, kak. Ayo bangun dulu."

Akhirnya, aku membantunya untuk bangun dan duduk di sofa.

Ku tanya kenapa bisa dia tergeletak di lantai, dan katanya dia mau membukakan pintu saat mendengar bel tadi, tapi kepalanya pusing dan tubuhnya lemas. Jadi Kak Keenan pun berbaring di lantai.

"Udah makan, kak?"

"Belum."

Bisa-bisanya! Kak Keenan malah cengengesan waktu aku menatapnya tajam.

"Aku ga tau harus makan apa, Na."

Memangnya Kak Keenan tinggal sendirian di rumah ini? Sampai mau makan pun dia kebingungan.

Melihat wajahku yang heran, Kak Keenan memberitahu jika ke dua orangtuanya sedang tidak ada di rumah.

Aku mengangguk dan tanpa banyak bicara segera menuju ke dapur, aku berniat membuatkan makanan untuk Kak Keenan.

Tetapi, tidak ada apa-apa. Pantas saja dia kebingungan. Di dalam kulkas hanya ada air minum saja. Bahkan nasi pun tidak ada.

"Kak, mau makan apa?"

"Apa aja deh."

"Batu sama pasir, mau?"

"Kamu mau aku beneran mati kah?"

Aku menggeleng cepat, mendekat ke arahnya dan duduk di sampingnya. "Bercanda doang."

Kak Keenan tertawa, tangannya mengelus rambutku. Sepertinya dia suka sekali melakukan hal itu.

"Kamu mau masak?"

"Tadinya, cuma ternyata engga ada bahan-bahan buat aku masak."

"Ada mie, masak aja mie."

"Kamu mau aku pukul?"

Lagi, tawanya terdengar. "Bercanda, cantik. Galak amat."

Mendengar panggilan cantik darinya, membuat ku tersipu! Bisa-bisanya ni orag sakit!

Aku menyalakan ponselku dan membuka aplikasi ojek onlen untuk memesan makanan.

Setelahnya, aku melihat ke arah Kak Keenan. Tapi ternyata dia sudah melihat ke arahku duluan, senyumannya muncul dan kedua tangannya menarik tubuhku mendekat.

Tangannya memelukku dengan erat, helaan nafasnya terdengar. Aku bahkan bisa merasakan tubuhnya yang panas.

"Kamu panas banget, kak."

"Kenapa? Ga suka aku peluk?"

Pertanyaan aneh. Aku suka lah!

"Suka, tapi kamu panas banget. Udah minum obat?"

Kurasakan kepalanya menggeleng.

Saat itu juga ku cubit perutnya dengan pelan. "Kok belum?!"

"Engga ada obatnya."

Ku lepaskan pelukan kami, beranjak dari sofa untuk mengambil obat di dalam plastik yang ku bawa tadi.

Untung saja Kak Giselle memberitahu ku jika Kak Keenan tidak suka minum obat saat sakit.

Orang aneh, tapi aku suka.

"Nanti setelah makan, minum obat ya,kak."

Kali ini kepalanya mengangguk.

"Ayo, sambil nunggu makanan datang peluk lagi."

GEMES BANGET!

Dan aku pun merawatnya. Ternyata Kak Keenan waktu lagi sakit itu beneran manja dan rewel.

Aku harus menyuapinya, memastikan dia minum obat dan air yang cukup, lalu saat mau tertidur juga dia harus ditemani.

Tetapi tidak mengapa, itung-itung latihan jika nanti calon pacarku ini sakit lagi, aku tidak akan kebingungan seperti saat ini, hehe.

Tangan kananku digenggam erat olehnya, padahal dia sudah tertidur, tapi sulit sekali melepaskan tanganku dari genggamannya.

Ku coba terus, sampai akhirnya terlepas. Sekarang sudah malam, dan aku harus pulang.

Aku mengecup keningnya dan berbisik, "cepet sembuh, calon pacar."














To Be Continued...



Jaga kesehatan kawan-kawan! Kita harus kiat menghadapi kenyataan!



NotebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang