Acara pernikahan tersebut akhirnya tiba. Kali ini Irene telah siap dengan dirinya.
"Irene pergi sendiri," ujar Irene kepada Rasti, namun wanita itu menggeleng cepat.
"Astaga, jangan dong, Non. Cantik-cantik seperti ini tidak di perbolehkan untuk menyetir sendiri. Dokter David pasti sebentar lagi akan tiba. Selain itu, Nyonya juga tidak memperbolehkan Nona untuk pergi seorang diri, apalagi Nyonya juga sudah tahu kalau-"
"David akan menjemput Irene?" potong Irene seketika.
Rasti nampak terkekeh seketika, "Benar sekali. Jadi kita tunggu sebentar lagi, Non."
Irene merasa jika ia tak boleh terlambat kali ini. Ia berpikir, jika pria itu belum juga tiba setelah lima menit kedepan, maka Irene akan memilih untuk menyetir seorang diri.
"Jika tahu begini, maka Irene mengiyakan ajakan Sam untuk pergi ke acara pernikahan itu," gumam Irene seorang diri, dan tentu saja Rasti meliriknya.
"Non, ngomong-ngomong, lebih prefer Dokter Sam atau Dokter David, nih?" goda Rasti seketika.
Mendengar pertanyaan tersebut lantas membuat Irene menghela napas panjang, "Hm, entahlah. Irene hanya berpikir jika mereka baik."
"Tampan-tampan juga, kan? Maka dari itu Non Irene bingung," goda Rasti kembali, dan tentu saja bukan seperti itu maksud Irene.
"Tapi, sepertinya Sam lebih mengerti keadaan perempuan," ujar Irene kemudian.
"Tapi, bagaimana kalau keduanya sama-sama pengertian?" gumam Rasti kemudian.
"Halo, maaf sedikit terlambat."
Percakapan di antara Rasti dan juga Irene lantas terhenti seketika saat melihat kedatangan David di antara keduanya.
Pandangan David seketika tertuju kepada Irene yang saat ini memilih untuk menggunakan sebuah dress putih. Ia nampak begitu cantik sekali.
"Kau terlihat begitu cantik sekali, kalau begitu ayo kita pergi," ujar David yang mencoba untuk memujinya di hadapan Rasti.
Irene tahu betul bahwa pria ini sangat pandai untuk mencari muka kepada siapa pun. Baiklah, sepertinya ia harus mulai terbiasa untuk kedepannya.
Tak ada sahutan dari Irene, perempuan tersebut memilih untuk berpamitan kepada Rasti dan setelah itu pergi begitu saja tanpa mengajak David yang tengah tersenyum ke arah Rasti sebelum ia juga pergi berlalu untuk menyusuli Irene.
"Sudah di pastikan sekali bahwa Non Irene semakin bingung," gumam Rasti seketika seraya terkekeh.
***
Selama di tengah perjalanan, Irene dan juga David tak berbicara sepatah kata pun. Keduanya tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing, di mana David yang tengah menyetir dan Irene yang saat ini tengah memainkan ponselnya itu untuk mencari kabar dengan Sandra.
"Kuharap jika tamu-tamu itu tak terlalu mengenalku," gumam Irene seorang diri, tentu saja hal tersebut terdengar jelas oleh David yang saat ini merasa sedikit jahil untuk membalas ucapan tersebut.
"Memangnya kenapa jika mereka semua mengenalmu? Bahkan Reza mengundang banyak sekali rekan kerja dan juga mahasiswanya di acara itu. Kau terlalu berlebihan sekali," jawab David seketika. Tentu saja hal itu membuat Irene menoleh ke arahnya seraya membulat lebar.
"Tentu saja aku tak ingin jika mereka melihatku sedang bersamamu seperti sekarang ini. Pada intinya, jangan mendekatiku jika kita telah tiba di tempat tujuan," ujar Irene seketika.
"Tidak bisa, kita datang bersama, itu artinya kita harus terus bersama-sama sampai kembali pulang nantinya," ujar David dengan santainya.
"Tidak bisa, ayolah, kau harus mengikutiku kali ini. Apakah kau ingin jika mereka semua melihatmu berjalan dengan bocah ingusan sepertiku ini dan setelah itu mereka akan meledekmu?" tanya Irene kemudian.
"Tak akan menjadi masalah untukku, ini adalah hidupku, jadi untuk apa mendengarkan mereka semua?" jawab David kembali.
Baiklah, kali ini Irene tak akan melawan pria tersebut. Ia tak akan bisa mengalah sedikit pun dengannya.
Seulas senyuman David mulai terbit. Astaga, sepertinya ia akan memiliki hobi terbaru kali ini, yaitu menjahili Irene dan mengajaknya untuk berdebat.
Setelah perjalanan tersebut usai, mereka pun tiba di tempat tujuan. Terdapat banyak sekali tamu undangan yang rupanya telah hadir di acara tersebut.
"Aku akan keluar lebih dulu, setelah itu kau bisa berpencar kemana pun, sesuka hatimu. Sampai jumpa," ujar Irene kemudian dan setelah itu ia pun pergi berlalu dari dalam mobil pria itu, tentu saja sebelumnya ia telah mengecek keadaan di sekitarnya.
David membiarkan perempuan itu untuk pergi lebih dahulu dan melihatnya dari dalam mobilnya untuk beberapa saat sebelum ia beranjak dari posisinya kali ini.
"Selamat datang, silahkan."
Irene melihat sebuah alat yang bertujuan untuk mengecek nama tamu undangan yang telah hadir dengan sebuah scan barcode di sana. Ia pun mulai terlihat merogoh tas yang tengah digunakannya itu.
Namun ia terdiam sejenak ketika ia merasakan sesuatu yang cukup aneh saat ini.
Pandangannya pun mengarah ke dalam isi tasnya itu.
"Astaga, apakah aku melupakan kartu undangan itu?" gumam Irene yang saat ini merasa begitu panik sekali. Bahkan ia tak melihat kertas itu ada di dalam tasnya. Di tambah lagi dengan antrian yang mulai berbisik-bisik mengenai hal tersebut.
"Kami datang berdua, gunakan ini saja."
Irene terdiam sejenak dan setelah itu menatap ke arah sumber suara di mana David tengah menunggu di belakangnya kali ini sambil menerima sebuah souvenir dari pihak penyelenggara.
"Kau sudah bisa masuk, tak usah merasa panik seperti itu," bisik David dan setelah itu ia pun pergi berlalu lebih dulu.
Irene yang menatap punggung pria itu merasa ingin sekali untuk berteriak, tapi di satu sisi, ia sudah tertolong kali ini berkatnya.
Setelah berada di dalam sebuah ballroom mewah itu, Irene tak melihat keberadaan David. Baiklah, sepertinya pria itu menuruti keinginannya kali ini.
"Irene."
Perempuan itu menoleh ke arah sumber suara, dan ia mendapati Sandra dengan dress merah mudanya itu tengah menghampiri dirinya saat ini, bahkan wajah perempuan itu nampak terkejut sekali.
"Baiklah, aku memanggilmu sejak tadi, terutama ketika berada di parkiran itu," ujar Sandra.
Irene nampak terdiam sambil memandang ke arah belakang Sandra dan memastikan jika David tak ada di sekitar mereka untuk saat ini. Ia juga berharap sekali jika Sandra tak melihat keberadaannya itu bersama dengan David tadi.
"Sungguh? Maafkan aku karena aku tak mendengarmu tadi," jawab Irene kemudian.
"Kau terlihat cantik sekali dan begitu senada dengan Ferrari yang kau gunakan. Tapi, sepertinya kau tak pergi seorang diri ke acara ini. Dengan siapa kau pergi?" goda Sandra kemudian.
Pandangannya tiba-tiba tertuju kepada David yang saat ini tengah berdiri cukup jauh dari posisi mereka berdua. Namun, pandangan pria itu tengah menatap ke arahnya, dan kali ini dengan seulas senyuman jahilnya itu.
"Ehm, aku datang bersama dengan anak dari rekan kerja orang tuaku . Ngomong-ngomong, aku menyukai dress yang tengah kau gunakan ini. Kau nampak begitu cantik sekali, Sandra," jawab Irene yang mencoba untuk mengalihkan topik tersebut, dan berhasil.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage by Design
Lãng mạnIrene Permata Putri, seorang gadis berusia 19 tahun yang dipaksa oleh orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan masuk ke program studi Kedokteran. Hingga suatu hari, Irene tanpa sengaja melihat seorang dokter di rumah sakit...