3. Perkelahian

26 5 0
                                    


"Anin, bangun. Kita udah sampai."

Anindya membuka kedua matanya. Ia tersadar lalu melepaskan kedua tangan yang melingkar di perut Reiga. Anindya turun dari motor Reiga menatap lelaki itu yang sedang merapihkan rambutnya.

"Maaf, tadi aku ketiduran."

"Gak apa-apa. Gue ngerti pasti lo capek banget sampai pules gitu tidurnya."Reiga terkekeh.

Anindya tersenyum tipis,"Makasih Reiga udah antar aku kesini. Sekarang kamu boleh pergi. Maaf kalau aku udah ngerepotin kamu."

"Lo ngusir gue?"

"Bukan ngusir. Tapi kamu kan cuma antar aku kesini, bukan nemenin aku nyari Gino."

"Siapa bilang gue cuma antar lo? Gue juga mau nyari Gino."

"Mau ngapain lagi sih? Aku kan udah gak butuh bantuan kamu!"Protes Anindya.

Reiga menaikkan satu alisnya,"Gino itu temen gue. Gue juga harus bantu nyari dia. Tubuh lo kayaknya lagi kurang sehat, gue cuma gak mau kejadian tadi di kampus terulang lagi. Nanti siapa yang nolongin lo kalau gak ada gue?"

Anindya menghela nafas mencoba sabar, meladeni Reiga tidak akan ada habisnya. Lebih baik ia fokus pada tujuan awalnya mencari Gino, sebelum kepalanya semakin memberat.

"Terserah kamu lah, aku capek!"

Reiga terkekeh lalu menyusul Anindya memasuki unit apartemen yang tentunya hanya bisa ditinggali oleh kalangan kelas atas. Anindya berhenti di depan pintu bernomor 203 lalu membunyikan bel beberapa kali.

"Kayaknya Gino gak ada di dalam."

Anindya tak mempedulikan ucapan Reiga. Wanita itu beralih memencet beberapa digit nomor yang merupakan password apartemen Gino. Dan tak lama kemudian pintu terbuka, Anindya langsung masuk ke dalam dan mencari Gino di setiap ruangan.

Reiga tak menyangka Anindya bisa tau password apartemen Gino. Reiga yang berstatus temannya saja tidak pernah dikasih tau. Reiga tersenyum kecut, ternyata hubungan mereka memang sudah sedekat itu. Mereka pasti sering menghabiskan waktu bersama disini, pikir Reiga.

"Kamu sebenarnya kemana sih, Gino? Kamu gak ninggalin aku kan? Kamu udah janji, kamu gak akan kemana-mana!"Anindya frustasi karna tak menemukan Gino di setiap ruangan.

Bahkan apartemen ini rapih sekali. Seperti sudah lama tidak ditinggali seseorang. Hal yang Anindya takutkan semakin menjadi-jadi. Bagaimana memang Gino menghilang dan lepas dari tanggung jawabnya?

Huek

Huek

Anindya berlari menuju wastafel dapur lalu memuntahkan semuanya. Reiga menyusul Anindya lalu membantu memijat tengkuk wanita itu dengan pelan. Ternyata benar, Anindya memang sedang kurang sehat.

Wanita itu merasa lemas sekali. Padahal yang keluar hanya cairan putih saja. Karna tidak ada makanan lagi yang masuk ke dalam mulutnya.

"Lo beneran gak apa-apa? Kita pulang aja ya. Kalau lagi sakit jangan paksain diri. Pikirin kesehatan lo sendiri sebelum mikirin orang lain."Ujar Reiga khawatir.

Anindya menggeleng,"Aku gak apa-apa. Aku sehat kok, cuma masuk angin aja."

"Minum dulu."Anindya meminum air mineral yang Reiga beli saat di kampus.

"Nurut sama gue, kita pulang aja. Kondisi lo lagi kurang sehat, Anin."Ujar Reiga berusaha membujuk Anindya.

Anindya menggeleng,"Aku bilang aku gak mau. Kamu gak berhak ngatur aku. Aku mau cari Gino sendiri, aku gak butuh bantuan kamu!"Tekannya lalu pergi.

REIGA : The Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang