Chapter 3. I'am Arjun, right?

588 37 9
                                    

Aku ingin berterima kasih untuk dukungan kalian. Suatu hari, karena kecintaanku pada epos dan sastra Mahabharata, sebuah pemikiran muncul dan aku tidak bisa tenang sebelum menumpahkannya dalam tulisan. Jadi aku tidak pernah benar-benar memikirkan untuk menulis fic sejauh ini.

Jika kalian menemukan perubahan pada bab sebelumnya, aku memang melakukan sedikit revisi. Sejujurnya, aku sangat pemilih dalam penggunaan kata. Aku sering diminta mengoreksi tulisan (yang bersifat ilmiah) beberapa temanku, tapi ada juga yang berakhir dengan perdebatan karena sikapku yang sangat pemilih dalam hal kecil. Ketidakcocokan kalimat, pemborosan kata, pengulangan maksud/arti, dan banyak hal lainnya. Aku melakukan itu semata-mata karena aku peduli. Jika tidak, aku tidak akan repot-repot.

Semoga kalian menyukai tulisanku. Selamat membaca!

****

And Vasudeva of the Vrishni race, in order to enhance the dignity of Arjuna, gave fourteen thousands of excellent elephants.

Indeed, Krishna is the soul of Arjuna and Arjuna is the soul of Krishna, and whatever Arjuna may say Krishna is certain to accomplish. And Krishna is capable of abandoning heaven itself for the sake of Arjuna. and Arjuna also is capable of sacrificing his life for the sake of Krishna.

Dan Vasudeva dari ras Vrishni, untuk meningkatkan martabat Arjuna, memberikan empat belas ribu gajah yang sangat baik. Sesungguhnya, Krishna adalah jiwa Arjuna dan Arjuna adalah jiwa Krishna, dan apa pun yang dikatakan Arjuna, Krishna pasti akan melakukannya. Dan Krishna mampu meninggalkan surga itu sendiri demi Arjuna. dan Arjuna juga mampu mengorbankan hidupnya demi Krishna.

----- Duryudhana to Dretarastra, After Rajasuya Yajna

[Dyuta Parva, Mahabharata English by Kisari Mohan Ganguli]

----------------------------------

"Kenapa kau berhenti Sanjaya? Katakan padaku apa yang terjadi setelah kau diizinkan memasuki istana Dwaraka. Ceritakan setiap yang kau lihat tanpa terkecuali!" Raja Hastinapura menuntut, sedikit tidak sabar.

"Ya, Maharaj"

Sanjaya menarik nafas dalam, mencoba menata kalimatnya sebaik mungkin. Dia sebenarnya merinding, bukan karena banyak pasang mata menanti laporannya, tapi karena dia berdiri di tengah Sabha yang dia pikir kini menjadi tempat yang dikutuk oleh seluruh alam semesta.

"Pengawal menuntun saya ke sebuah ruangan dimana Vasudev sudah menunggu. Sampai disana, saya disambut dengan suara merdu seruling begitu melewati pintu masuk ruang tamu. Padahal ketika saya berdiri di depan pintu, saya tidak mendengar suara apapun. Seolah melodi itu memang hanya ditujukan untuk orang didalamnya"

Suta itu lalu melirik pada lantai dengan jejak telapak kaki yang tercetak disana. Sanjaya tidak berada di Sabha saat peristiwa itu terjadi, tapi dia cukup mendapat informasi bahwa tempat itu adalah dimana Gandhivdhari berdiri sebelum pejuang hebat itu dijatuhkan.

Para ahli bangunan mencoba memperbaiki lantai dengan menambalnya, namun usaha mereka sia-sia beberapa saat setelahnya. Jejak kaki itu muncul lagi secara ajaib. Ada juga usulan untuk menutupi bukti dosa Dinasti Kuru dengan permadani lebar, namun api segera muncul untuk membakarnya.

"Kemudian, saya melihat.." Sanjaya merenung kembali, menata kata-katanya agar tetap jujur, namun sesuai untuk didengar para Raja di istana ini. "Saya seperti melihat Wisnu dan Indra yang duduk berdampingan. Bahkan jika pemandangan dua lelaki berkulit gelap, muda, bertubuh besar dan kokoh seperti batang pohon shala, pemandangan indah itu tetap membuat saya takut"

Mahabharata What If 2: Mahanayak's NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang