""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Hari itu adalah hari pertama Nina di kost barunya. Pindah ke kota besar untuk kuliah adalah langkah besar baginya, dan ia merasa sedikit gugup. Namun, kost ini tampaknya sempurna untuknya. Bangunannya berarsitektur sederhana, dengan cat berwarna krem yang memberikan kesan hangat. Ada halaman depan yang dihiasi dengan beberapa tanaman hijau dan bunga-bunga berwarna-warni, memberikan kesan sejuk dan nyaman.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada ibu kos yang membantunya mengangkat barang-barangnya, Nina mulai menata kamar barunya. Kamarnya cukup luas, dengan jendela besar yang menghadap ke jalan. Ia membuka jendela untuk membiarkan udara segar masuk dan merasakan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan.
Di seberang jalan, tepat di depan kost, ada kost lain yang tampak lebih kecil. Dari jendela, Nina bisa melihat sebuah papan nama kecil bertuliskan "Kost Putra". Sambil merapikan tempat tidurnya, Nina melihat seorang pria keluar dari kost tersebut, mengenakan jaket kulit dan helm di tangan. Pria itu memiliki rambut hitam yang agak acak-acakan, dengan postur tubuh yang tinggi dan tegap.
Pria itu berjalan ke arah sepeda motornya yang terparkir di depan kost. Saat ia menoleh, pandangan mereka bertemu. Nina merasa sedikit canggung dan segera berpaling, berpura-pura sibuk dengan tumpukan baju di tangannya. Namun, dari sudut matanya, ia melihat pria itu tersenyum dan mengangguk sopan. Nina tersenyum balik, meskipun dalam hatinya ia merasa malu.
Setelah beberapa saat, pria itu menghidupkan motornya dan melaju pergi. Nina kembali ke pekerjaannya, tetapi pikirannya masih terbayang pada pria itu. Ia penasaran siapa dia, namun rasa malu menghalanginya untuk bertanya kepada ibu kos atau penghuni lainnya.
Hari itu berlalu dengan Nina yang sibuk menata kamar dan mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia berharap bisa bertemu lebih banyak orang dan mungkin menemukan teman baru. Di malam harinya, setelah semua barang-barangnya tertata rapi, Nina duduk di tepi tempat tidur dan memandang ke luar jendela. Jalanan sudah mulai sepi, hanya terdengar suara kendaraan sesekali melintas.
Nina menarik napas panjang dan tersenyum sendiri. "Ini awal yang baru," pikirnya. "Semoga semuanya berjalan lancar."
Ia tidak tahu bahwa pertemuan singkat dengan pria di sebelah kost itu akan menjadi awal dari sebuah cerita yang mungkin tak terduga dalam hidupnya.
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Keesokan paginya, Nina bangun dengan semangat. Hari itu adalah hari pertama orientasi di kampus, dan ia ingin memberikan kesan baik. Setelah sarapan sederhana di kamarnya, ia mengenakan pakaian yang sudah dipilihnya semalam: celana jeans, blus putih, dan sepatu kets. Penampilannya sederhana namun rapi.Nina keluar dari kost dengan membawa ransel dan botol minuman. Ia menyapa ibu kos yang sedang menyiram tanaman di halaman depan.
Ibu Kos: "Pagi, Nina. Mau ke kampus, ya?"
Nina: "Iya, Bu. Ini hari pertama orientasi."
Ibu Kos: "Semangat, ya! Hati-hati di jalan."
Nina tersenyum dan melangkah keluar gerbang kost. Saat ia berjalan menuju jalan utama, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor dari arah belakang. Ia menoleh dan melihat pria yang kemarin dilihatnya. Pria itu mengenakan jaket kulit yang sama dan helm di tangan.
Pria itu berhenti dan mematikan mesin motornya tepat di samping Nina. Ia melepas helmnya, memperlihatkan wajahnya yang tampan dengan senyuman yang hangat.
Arga: "Hai, kamu yang kemarin di kost putri, kan? Baru pindah?"
Nina sedikit terkejut dengan sapaan tersebut, tetapi ia berusaha tetap tenang dan tersenyum.
Nina: "Iya, aku baru pindah kemarin. Aku Nina."
Arga mengangguk dan tersenyum lebih lebar.
Arga: "Aku Arga, tinggal di kost sebelah. Mahasiswa Teknik Sipil. Kamu kuliah di mana?"
Nina: "Aku di Desain Interior."
Arga: "Oh, seru tuh! Lagi mau ke kampus, ya?"
Nina: "Iya, hari ini hari pertama orientasi."
Arga melihat arloji di pergelangan tangannya dan kemudian menatap Nina lagi.
Arga: "Kebetulan, aku juga mau ke kampus. Gimana kalau kita jalan bareng? Lagian, sepertinya kita searah."
Nina merasa sedikit ragu, tetapi melihat senyum ramah Arga, ia merasa tak ada salahnya.
Nina: "Boleh, terima kasih."
Mereka berdua mulai berjalan berdampingan. Sepanjang jalan, mereka berbincang ringan. Arga bercerita tentang betapa padatnya jurusannya dan proyek-proyek yang harus dikerjakan, sementara Nina berbagi tentang kegembiraannya memulai jurusan yang sesuai dengan minatnya.
Arga: "Kamu dari kota mana, Nina?"
Nina: "Aku dari Bandung. Pindah ke sini buat kuliah."
Arga: "Oh, jauh juga ya. Pasti butuh waktu buat adaptasi."
Nina: "Iya, tapi seneng kok. Banyak hal baru yang bisa dipelajari."
Arga mengangguk setuju. Mereka terus berjalan, melewati beberapa toko kecil dan warung kopi yang mulai ramai dengan mahasiswa yang hendak pergi ke kampus. Suasana pagi yang segar membuat percakapan mereka semakin mengalir dengan mudah.
Sesampainya di depan gerbang kampus, mereka berhenti sejenak. Arga menoleh ke arah Nina dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya.
Arga: "Kalau ada apa-apa, jangan ragu buat hubungi aku. Siapa tahu kita bisa saling bantu."
Nina tersenyum dan merasa senang mendapat kenalan baru yang baik.
Nina: "Terima kasih, Arga. Semoga harimu menyenangkan!"
Arga: "Sama-sama, Nina. Sampai ketemu lagi!"
Mereka berpisah, Nina menuju area orientasi jurusannya, sementara Arga berjalan ke arah gedung teknik. Pertemuan pertama mereka yang tak terduga itu meninggalkan kesan yang baik bagi keduanya. Mereka merasa ada sesuatu yang istimewa dalam pertemuan tersebut, meski belum menyadari apa yang akan datang di kemudian hari.
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sebelah Kost
General FictionCinta di Sebelah Kost mengisahkan perjalanan emosional Nina, seorang mahasiswi seni yang kehidupannya berubah ketika bertemu Adrian, seniman muda yang tinggal di sebelah kostnya. Melalui lokakarya melukis, pameran seni, dan percakapan mendalam, mere...