Pembicaraan Mendalam dengan Arga

4 8 0
                                    


Setelah pameran mini berakhir dan para penghuni kost kembali ke kamar masing-masing, Nina memutuskan untuk berjalan-jalan keluar untuk menyegarkan pikiran. Udara malam yang sejuk dan suasana kota yang tenang membantunya merenung. Namun, di sudut jalan dekat kost, dia tiba-tiba bertemu dengan Arga. Mereka berdua terkejut, tidak menyangka akan bertemu satu sama lain.

Arga: "Nina? Hai... lama tidak bertemu. Apa kabar?"

Nina: "Hai, Arga. Ya, sudah lama. Aku baik, terima kasih. Bagaimana denganmu?"

Arga tersenyum, sedikit canggung. Keduanya terlihat agak kikuk, tetapi juga ada rasa penasaran dan ingin tahu yang terpancar dari wajah mereka. Arga akhirnya memutuskan untuk mengundang Nina ke sebuah kafe terdekat untuk duduk dan berbicara.

Mereka memilih meja di pojok kafe yang tenang. Setelah memesan minuman, mereka memulai percakapan. Awalnya, percakapan mereka canggung, dipenuhi dengan basa-basi tentang kehidupan sehari-hari dan pekerjaan masing-masing. Namun, seiring waktu, percakapan mereka mulai lebih dalam, membuka kembali kenangan lama dan perasaan yang masih ada di antara mereka.

Arga: "Aku dengar dari Lena kalau kamu sedang mengejar seni dengan lebih serius. Itu keren, Nina. Aku senang kamu menemukan sesuatu yang benar-benar kamu sukai."

Nina tersenyum, merasa lega karena bisa berbicara dengan Arga tentang passion-nya.

Nina: "Terima kasih, Arga. Aku merasa ini adalah sesuatu yang selalu ingin aku lakukan, tapi baru sekarang aku punya keberanian untuk benar-benar mengejarnya. Bagaimana denganmu? Apa yang kamu lakukan akhir-akhir ini?"

Arga menceritakan pekerjaannya dan rencana-rencana masa depan yang dia miliki. Dia tampak lebih dewasa dan terarah dibandingkan dengan terakhir kali mereka berbicara secara mendalam. Namun, di balik percakapan ringan ini, ada rasa canggung yang tidak bisa dihindari—perasaan yang mereka berdua rasakan ketika berada di dekat satu sama lain setelah berpisah.

Setelah beberapa lama berbicara, Arga akhirnya membawa pembicaraan ke topik yang lebih sensitif: hubungan mereka di masa lalu. Dia menghela napas, seolah mencoba mengumpulkan kata-kata yang tepat.

Arga: "Aku... aku ingin minta maaf atas apa yang terjadi antara kita. Aku tahu kita berpisah dengan cara yang tidak baik, dan aku masih merasa bersalah tentang itu. Aku harap kita bisa saling memaafkan dan melanjutkan hidup tanpa dendam."

Nina terdiam sejenak, merasakan campuran emosi di dalam dirinya. Dia telah merenungkan perpisahan mereka berulang kali, dan mendengar permintaan maaf Arga membawa perasaan lega dan penutupan.

Nina: "Arga, aku juga minta maaf jika ada hal-hal yang aku lakukan yang menyakiti kamu. Aku tidak pernah berniat untuk membuat semuanya rumit. Aku pikir, kita berdua hanya berada di tempat yang berbeda dalam hidup kita saat itu."

Arga mengangguk, setuju. Mereka berdua terdiam sejenak, meresapi momen itu. Keduanya tahu bahwa mereka telah tumbuh dan berubah sejak perpisahan mereka, dan meskipun masih ada perasaan lama yang menggantung, mereka berdua tahu bahwa yang terbaik adalah melanjutkan hidup.

Percakapan mereka berlanjut dengan nada yang lebih ringan. Mereka berbicara tentang teman-teman lama, hal-hal lucu yang terjadi di masa lalu, dan rencana masa depan mereka. Nina merasa lega bisa berbicara dengan Arga dengan cara yang dewasa dan tenang.

Saat malam semakin larut, mereka memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka. Mereka berdiri dan berjalan keluar dari kafe, merasakan udara malam yang sejuk. Arga memandang Nina dengan senyum yang tulus.

Arga: "Terima kasih, Nina, untuk malam ini. Aku merasa lega bisa berbicara denganmu. Semoga kita bisa tetap berteman, meskipun hanya sebagai kenangan."

Nina tersenyum, merasa bahwa mereka telah mencapai sebuah kesepakatan yang baik.

Nina: "Terima kasih juga, Arga. Aku senang kita bisa berbicara. Semoga kita berdua menemukan kebahagiaan di jalan masing-masing."

Mereka berdua saling berpamitan dengan senyum dan berjalan ke arah yang berbeda. Nina merasa seperti beban besar telah terangkat dari pundaknya. Dia tahu bahwa ini adalah langkah penting dalam proses penyembuhan dirinya, dan meskipun ada rasa nostalgia, dia merasa siap untuk melanjutkan hidup dengan lebih fokus pada dirinya sendiri dan mimpinya.

Cinta di Sebelah Kost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang