++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Setelah percakapan yang menyemangati dengan Sarah, Nina merasa sedikit lebih baik. Ia memutuskan untuk menghabiskan malam dengan cara yang tenang dan reflektif. Nina memiliki kebiasaan menulis di jurnalnya setiap malam, sesuatu yang dia lakukan untuk mencatat perasaan dan pikirannya. Kali ini, dia merasa perlu menulis lebih banyak, untuk merapikan kekacauan emosional yang dirasakannya.
Nina duduk di meja belajarnya, menyalakan lampu kecil yang memberikan cahaya hangat ke sekelilingnya. Dia membuka jurnalnya, meraih pena, dan mulai menulis:
"28 Juli
Hari ini adalah salah satu hari yang berat. Aku bertemu Arga dan dia mengatakan bahwa dia akan pindah ke kota asalnya. Perasaan ini sulit dijelaskan; aku merasa sedih, bingung, dan sedikit kecewa. Meskipun kami tidak pernah benar-benar bersama, aku selalu merasa ada sesuatu yang lebih di antara kami.
Tapi mungkin ini kesempatan bagi kami berdua untuk berpikir tentang apa yang sebenarnya kami inginkan. Aku merasa sedikit lega setelah berbicara dengan Sarah. Dia benar, aku perlu fokus pada diriku sendiri dan apa yang membuatku bahagia. Mungkin ini adalah waktunya untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan melihat dunia dari perspektif yang berbeda.
Aku masih tidak yakin tentang perasaanku terhadap Adrian. Dia adalah teman yang baik, dan aku merasa nyaman dengannya. Tapi, aku tidak ingin terburu-buru dalam memutuskan apa pun. Aku harus lebih mengenal diriku sendiri dan apa yang sebenarnya aku inginkan."
Nina menutup jurnalnya, merasa sedikit lega setelah menuangkan perasaannya ke dalam kata-kata. Menulis selalu menjadi cara yang baik untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan, bahkan ketika dia tidak bisa mengatakannya dengan lantang.
Saat Nina sedang memikirkan bagaimana melanjutkan harinya, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Adrian. Hati Nina berdebar sedikit ketika dia membuka pesan itu.
Adrian: "Hai, Nina. Aku tahu ini mendadak, tapi aku ada kejutan kecil untukmu. Bisa keluar sebentar?"
Nina merasa terkejut sekaligus penasaran. Setelah pertemuan mereka sebelumnya, Adrian menjadi sosok yang lebih dekat dengannya. Namun, dia tidak menyangka akan ada kejutan dari Adrian malam ini.
Nina: "Tentu. Aku keluar sekarang."
Nina merapikan rambutnya dan mengambil jaketnya sebelum keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuju taman kecil di depan kost, tempat di mana mereka biasa duduk dan berbincang. Udara malam itu sejuk, dengan angin lembut yang bertiup. Lampu-lampu taman memberikan pencahayaan yang lembut, menciptakan suasana yang tenang dan damai.
Ketika Nina tiba di taman, dia melihat Adrian sudah menunggunya dengan senyum lebar. Adrian mengenakan jaket hoodie abu-abu dan jeans, tampil sederhana tapi tetap menarik.
Adrian: "Hai! Terima kasih udah mau keluar sebentar. Aku tahu ini mendadak."
Nina tersenyum dan mengangguk.
Nina: "Nggak masalah. Jadi, ada apa?"
Adrian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Ternyata, dia membawa sekotak kecil kue dengan lilin di atasnya. Kue itu sederhana, tapi terlihat lezat dengan lapisan cokelat yang menggoda. Adrian menyalakan lilin dan memegang kue itu di depan Nina.
Adrian: "Aku tahu ini bukan hari ulang tahunmu, tapi aku pikir kamu butuh sedikit penyemangat. Jadi, ini adalah 'kue semangat' untukmu. Aku harap ini bisa membuat harimu lebih baik."
Nina terharu dengan perhatian Adrian. Dia merasa bersyukur memiliki teman seperti Adrian yang begitu peduli padanya, terutama di saat-saat sulit seperti ini. Dia tersenyum lebar, merasa hangat oleh kebaikan yang ditunjukkan Adrian.
Nina: "Terima kasih banyak, Adrian. Ini benar-benar manis dari kamu."
Adrian: "Ayo, tiup lilinnya dan buat harapan."
Nina menatap lilin yang menyala, lalu menutup mata sejenak untuk membuat harapan. Dalam hatinya, dia berharap untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Setelah itu, dia meniup lilin, memadamkan nyala api kecil itu.
Mereka duduk di bangku taman dan mulai berbagi kue. Rasanya manis dan lembut, sempurna untuk menutup hari yang penuh emosi. Nina merasa nyaman duduk di sana bersama Adrian, berbicara tentang hal-hal ringan dan melupakan sejenak kekhawatiran yang ada.
Adrian: "Jadi, gimana hari ini? Kamu kelihatan agak murung tadi."
Nina menatap Adrian, merasa sedikit ragu untuk membuka diri, tapi akhirnya memutuskan untuk jujur.
Nina: "Aku baru saja bertemu Arga. Dia bilang dia akan pindah ke kota asalnya. Aku tidak tahu harus merasa apa. Kami tidak pernah benar-benar bersama, tapi perasaanku rumit."
Adrian mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa memotong. Dia mengangguk, menunjukkan bahwa dia memahami perasaan Nina.
Adrian: "Itu pasti sulit. Aku tahu perasaan itu. Terkadang kita memiliki harapan dan perasaan yang tidak bisa kita ungkapkan atau bahkan pahami sepenuhnya."
Nina merasa lega bisa berbicara tentang perasaannya dengan seseorang yang mendengarkan tanpa menghakimi. Adrian memberikan aura ketenangan yang membuatnya merasa nyaman.
Setelah berbicara tentang Arga, mereka melanjutkan percakapan tentang hal-hal lain, termasuk hobi, rencana masa depan, dan hal-hal kecil yang membuat mereka bahagia. Nina merasa percakapan ini sangat membantu untuk mengalihkan pikirannya dari kesedihan dan kekhawatirannya.
Adrian: "Aku tahu ini bukan waktu yang mudah buatmu, tapi aku ingin kamu tahu bahwa kamu nggak sendirian. Aku dan teman-teman lain selalu ada untukmu."
Nina tersenyum, merasa terharu dengan dukungan yang diberikan oleh Adrian. Dia tahu bahwa meskipun Arga pergi, dia masih memiliki teman-teman yang peduli padanya.
Nina: "Terima kasih, Adrian. Itu sangat berarti buatku."
Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman untuk beberapa saat, menikmati suasana malam yang tenang. Nina merasa lebih tenang dan lega setelah berbicara dengan Adrian. Dia menyadari bahwa ada banyak hal yang masih bisa dia eksplorasi dan nikmati, bahkan di tengah-tengah perubahan yang tak terduga.
Setelah menghabiskan beberapa waktu bersama, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Sebelum berpisah, Adrian memberikan senyum hangat dan berkata,
Adrian: "Kapan pun kamu butuh teman ngobrol atau jalan-jalan, jangan ragu hubungi aku. Aku selalu ada."
Nina merasa beruntung memiliki teman seperti Adrian. Dia merasakan ada hubungan yang lebih dalam yang mungkin bisa berkembang, tapi untuk saat ini, dia ingin fokus pada dirinya sendiri dan proses penyembuhan dari perasaan yang belum terselesaikan.
Nina: "Terima kasih, Adrian. Aku pasti akan menghubungimu."
Mereka berpisah dengan senyum, dan Nina kembali ke kamarnya dengan hati yang lebih ringan. Malam itu, dia merasa lebih siap untuk menghadapi hari-hari ke depan, dengan semangat baru dan harapan yang mulai tumbuh. Meskipun perjalanan ini tidak akan mudah, Nina tahu bahwa dia memiliki teman-teman yang mendukung dan siap berjalan bersama dengannya.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sebelah Kost
General FictionCinta di Sebelah Kost mengisahkan perjalanan emosional Nina, seorang mahasiswi seni yang kehidupannya berubah ketika bertemu Adrian, seniman muda yang tinggal di sebelah kostnya. Melalui lokakarya melukis, pameran seni, dan percakapan mendalam, mere...