Refleksi Diri dan Percakapan dengan Sahabat

5 8 0
                                    

______________________________________________

Setelah pertemuan dengan Arga, Nina kembali ke kost dengan pikiran yang penuh. Merasa perlu untuk menenangkan diri dan merenungkan perasaannya, dia memutuskan untuk pergi ke studio seni, tempat favoritnya untuk melarikan diri dari kenyataan. Studio itu adalah ruang yang nyaman, dengan dinding yang dihiasi karya seni dari para penghuni kost lainnya. Aroma cat dan kanvas yang khas memenuhi udara, memberikan rasa tenang yang Nina butuhkan.

Nina duduk di depan kanvas besar yang belum terjamah, tangannya meraba-raba palet warna. Dia memilih beberapa warna yang mencerminkan perasaannya—biru untuk ketenangan yang diinginkan, merah untuk kebingungan dan emosi yang berkecamuk, serta kuning untuk harapan baru yang mulai muncul. Dengan kuas di tangan, dia mulai melukis, mencurahkan perasaannya ke kanvas dengan sapuan yang kuat dan penuh emosi.

Saat melukis, pikirannya kembali ke percakapan dengan Arga. Kenangan-kenangan lama muncul, mengingatkan pada masa-masa indah dan sulit yang mereka lalui bersama. Namun, dia juga teringat pada perasaan baru yang mulai tumbuh untuk Adrian, rasa nyaman dan senang yang dia rasakan saat bersama dengannya. Nina menyadari bahwa dia berada di persimpangan, di mana dia harus memilih antara masa lalu dan masa depan yang berbeda.

Saat Nina tenggelam dalam pekerjaannya, pintu studio terbuka dan Rina, sahabat sekaligus rekan satu kostnya, masuk. Rina adalah seorang penulis yang sensitif dan bijaksana, selalu mampu memberikan perspektif yang menenangkan. Melihat Nina yang sedang melukis dengan intens, Rina menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu sahabatnya itu.

Rina: "Hey, Nina. Aku lihat kamu benar-benar tenggelam dalam karya ini. Ada yang ingin kamu ceritakan?"

Nina menoleh dan tersenyum lelah, lalu meletakkan kuasnya. Rina mendekat, duduk di bangku di sebelahnya, siap untuk mendengarkan.

Nina: "Arga menghubungiku tadi pagi. Kami bertemu di kafe tempat kami biasa nongkrong dulu. Dia bilang ingin memperbaiki hubungan kami, ingin memulai dari awal."

Rina mengangguk, mendengarkan dengan perhatian penuh.

Rina: "Dan bagaimana perasaanmu tentang itu?"

Nina terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat.

Nina: "Aku bingung. Di satu sisi, aku merasa ada yang belum selesai antara kami. Tapi di sisi lain, aku sudah mulai merasa nyaman dengan Adrian. Aku suka caranya membuatku merasa dihargai dan dimengerti."

Rina menatap Nina dengan penuh pengertian, lalu berkata dengan nada lembut.

Rina: "Terkadang, kita merasa terjebak antara masa lalu dan masa depan. Itu wajar. Yang terpenting adalah apa yang kamu inginkan untuk dirimu sendiri. Bukan tentang apa yang diinginkan Arga atau Adrian, tapi apa yang kamu butuhkan untuk kebahagiaanmu."

Nina merenungkan kata-kata Rina. Dia menyadari bahwa selama ini dia selalu mempertimbangkan perasaan orang lain, terutama Arga, dan sekarang Adrian. Tapi dia jarang berpikir tentang apa yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.

Nina: "Aku hanya takut membuat keputusan yang salah. Bagaimana jika aku memilih satu dan ternyata itu bukan yang terbaik untukku?"

Rina tersenyum, menempatkan tangannya di bahu Nina.

Rina: "Kamu tidak bisa memprediksi masa depan, Nina. Yang bisa kamu lakukan adalah mendengarkan hatimu dan membuat keputusan berdasarkan apa yang kamu rasakan sekarang. Tidak ada keputusan yang benar-benar salah, karena setiap pilihan akan membawa kamu pada pelajaran dan pertumbuhan."

Nina menghela napas, merasa sedikit lebih tenang. Percakapan dengan Rina memberinya perspektif baru. Dia tahu bahwa dia tidak harus terburu-buru dalam mengambil keputusan, dan yang paling penting adalah jujur pada dirinya sendiri.

Nina: "Kamu benar. Aku harus memikirkan ini dengan baik. Tapi aku juga tidak ingin berlarut-larut dalam kebingungan ini. Aku harus mulai memutuskan jalan mana yang akan kuambil."

Rina: "Apapun yang kamu pilih, ingat bahwa kamu pantas mendapatkan kebahagiaan dan cinta yang sejati. Jangan merasa terbebani oleh masa lalu atau tekanan dari orang lain."

Nina tersenyum, merasa lebih kuat dan lebih yakin.

Nina: "Terima kasih, Rina. Kamu selalu tahu apa yang harus dikatakan untuk membuatku merasa lebih baik."

Rina: "Itulah gunanya sahabat, kan? Aku selalu ada di sini untukmu."

Setelah percakapan itu, Rina meninggalkan studio, memberi Nina ruang untuk merenung dan melanjutkan pekerjaannya. Nina kembali menatap lukisan di depannya, merasa lebih siap untuk menghadapi kenyataan. Dia mengambil kuas dan mulai melukis lagi, kali ini dengan lebih banyak harapan dan keberanian.

Di dalam hatinya, Nina tahu bahwa apa pun yang dia pilih, itu akan menjadi keputusan yang terbaik untuk dirinya saat ini. Dia tidak lagi merasa terjebak di antara dua dunia, tetapi lebih merasa siap untuk menentukan arah hidupnya sendiri.

______________________________________________

Cinta di Sebelah Kost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang