Keesokan harinya, Nina merasa perlu berbicara dengan sahabat-sahabatnya untuk mendapatkan dukungan moral. Ia mengajak Lena, teman baiknya sejak SMA, serta beberapa teman dari jurusan seni untuk bertemu di kafe langganan mereka. Kafe itu memiliki suasana yang nyaman, dengan aroma kopi yang menyegarkan dan musik akustik yang lembut mengalun.Saat Nina masuk ke kafe, ia langsung disambut oleh Lena yang sudah duduk di meja pojok bersama Tia dan Andi. Tia adalah teman satu jurusan yang selalu ceria, sementara Andi adalah sahabat dekat yang telah lama mendukung Nina. Mereka tersenyum menyambut Nina, yang terlihat sedikit canggung namun berusaha tetap tenang.
Lena: "Nina! Sini duduk. Kami semua sudah menunggu ceritamu."
Nina duduk dan memesan kopi favoritnya. Ia merasakan kehangatan dari dukungan teman-temannya, yang memberinya sedikit keberanian untuk membuka diri.
Setelah semua pesanan tiba, Nina mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Arga, penjelasan yang diberikan Arga, serta keputusan yang telah ia ambil untuk memberikan kesempatan kedua. Ia bercerita dengan jujur, mengungkapkan kebingungannya, kekhawatirannya, dan juga harapan yang masih tersisa.
Tia, yang selalu penuh semangat, langsung merespons.
Tia: "Aku senang kamu memberinya kesempatan kedua, Nina. Kadang-kadang orang butuh waktu untuk menyadari kesalahan mereka. Yang penting sekarang adalah bagaimana kalian berdua melangkah maju."
Andi, dengan sikapnya yang bijak, menambahkan.
Andi: "Yang kamu lakukan sudah sangat berani, Nina. Memberi kesempatan kedua bukan berarti melupakan kesalahan, tapi memberimu kesempatan untuk melihat apakah perubahan itu nyata. Kita semua ada di sini untuk mendukungmu, apapun yang terjadi."
Nina merasa lega mendengar kata-kata mereka. Meski masih ada kekhawatiran, dukungan dari teman-temannya memberinya kekuatan. Ia tahu bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi situasi ini.
Percakapan mereka kemudian bergeser ke topik masa depan dan bagaimana Nina ingin melanjutkan hidupnya. Lena, yang dikenal sebagai teman yang selalu berpikiran positif, memberikan saran yang menenangkan.
Lena: "Yang penting sekarang, Nina, adalah fokus pada dirimu sendiri juga. Arga mungkin bagian dari hidupmu, tapi jangan lupa bahwa kamu juga perlu mengejar impian dan kebahagiaanmu. Apa yang membuatmu bahagia?"
Nina tersenyum, merasa terhibur oleh perhatian Lena. Ia berpikir sejenak sebelum menjawab.
Nina: "Aku ingin terus berkarya. Pameran kemarin membuatku menyadari betapa senangnya aku melihat orang-orang terhubung dengan seni yang kubuat. Itu adalah bagian dari diriku yang tidak ingin kulepaskan."
Mereka semua tersenyum, mendukung keinginan Nina untuk tetap berfokus pada passion-nya.
Tia: "Kamu harus terus berkarya, Nina! Kami akan selalu ada untuk mendukungmu, di samping apapun yang terjadi dengan Arga."
Pertemuan itu diakhiri dengan tawa dan canda, suasana yang menghangatkan hati Nina. Teman-temannya memberikan pelukan hangat sebelum mereka berpisah.
Lena: "Ingat, kita selalu ada untukmu. Jangan ragu untuk menghubungi kami kapan saja, oke?"
Nina mengangguk, merasa penuh dengan energi positif. Ia merasa beruntung memiliki teman-teman yang begitu peduli dan mendukung. Mereka adalah jaring pengaman yang membuatnya merasa aman, bahkan ketika menghadapi situasi yang tidak pasti.
Setelah pertemuan itu, Nina berjalan pulang dengan perasaan yang lebih ringan. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi dengan Arga, ia memiliki teman-teman yang akan selalu mendukungnya. Dukungan mereka memberinya kekuatan untuk melanjutkan hidup dan menghadapi masa depan dengan keyakinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sebelah Kost
General FictionCinta di Sebelah Kost mengisahkan perjalanan emosional Nina, seorang mahasiswi seni yang kehidupannya berubah ketika bertemu Adrian, seniman muda yang tinggal di sebelah kostnya. Melalui lokakarya melukis, pameran seni, dan percakapan mendalam, mere...