Nina berdiri di taman kampus, di dekat bangku yang telah banyak menjadi saksi obrolan panjang mereka. Taman ini sepi, hanya suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin terdengar. Sinar matahari sore menerobos celah-celah daun, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di tanah. Tempat ini penuh kenangan—dari percakapan hangat hingga keheningan yang nyaman.Arga berdiri beberapa langkah darinya, menatap Nina dengan campuran perasaan bersalah dan kelegaan. Dia tampak sedikit lebih kurus, dengan rambut yang sedikit lebih panjang dan mata yang tampak lelah. Arga menggaruk belakang kepalanya, tanda kegugupannya yang sudah dikenal Nina.
Arga akhirnya memecah keheningan.
Arga: "Hai, Nina. Maaf, aku muncul tiba-tiba. Aku tahu aku banyak mengecewakanmu."
Nina menatapnya, merasakan gelombang emosi yang bergejolak. Di satu sisi, dia merasa marah dan terluka karena Arga menghilang tanpa kabar. Di sisi lain, ada rasa lega karena akhirnya mendapat penjelasan.
Nina: "Arga, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa kamu pergi tanpa mengatakan apapun?"
Arga menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. Dia memutuskan untuk duduk di bangku, memberi isyarat kepada Nina untuk duduk di sampingnya. Nina duduk, menjaga jarak sedikit, merasa canggung namun ingin mendengar semuanya.
Arga: "Saat itu, aku merasa sangat tertekan. Ada banyak masalah di keluargaku yang tiba-tiba muncul, dan aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Aku merasa harus meninggalkan semuanya untuk sementara, termasuk kamu. Aku sadar, itu adalah keputusan yang egois."
Dia berhenti sejenak, menatap tanah seolah mencari kata-kata yang tepat.
Arga: "Aku merasa tidak bisa menjadi diriku sendiri di dekat siapa pun, bahkan kamu. Aku merasa harus menyendiri untuk mencari tahu apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup. Tapi aku salah. Menghilang begitu saja bukanlah solusi."
Nina mendengarkan dengan seksama. Dia bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata Arga, tapi itu tidak menghapus rasa sakit yang dia rasakan selama kepergian Arga.
Nina: "Kenapa kamu tidak bisa mengatakan itu padaku? Aku pikir kita sudah cukup dekat untuk berbagi masalah seperti itu."
Arga menatap Nina, matanya penuh penyesalan.
Arga: "Aku takut. Takut menunjukkan kelemahanku. Takut kamu akan melihatku berbeda. Tapi dengan pergi, aku hanya membuat semuanya lebih buruk. Aku sadar, aku telah menyakiti orang yang aku sayangi dengan cara terburuk."
Nina menghela napas panjang. Dia merasa kesal, namun juga bisa memahami tekanan yang mungkin dirasakan Arga. Dia berpikir sejenak sebelum berbicara lagi.
Nina: "Aku bisa mengerti kalau kamu merasa tertekan. Tapi kita bisa melewati ini bersama, kamu tahu? Aku ada di sini untukmu, atau setidaknya aku pikir begitu."
Arga tersenyum lemah.
Arga: "Kamu benar. Aku terlalu fokus pada diriku sendiri dan mengabaikan orang-orang yang peduli padaku. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar menyesal. Aku ingin memperbaiki semuanya, jika kamu masih mau memberiku kesempatan."
Nina terdiam, memikirkan kata-kata Arga. Dia merasakan kebingungan dan ketidakpastian. Di satu sisi, dia merasa marah dan kecewa, namun di sisi lain, dia merasakan kejujuran dan ketulusan Arga. Nina tahu bahwa tidak ada jawaban yang mudah dalam situasi ini.
Mereka berdua duduk dalam keheningan, menikmati ketenangan sore yang perlahan berganti malam. Nina merasa ada beban yang sedikit terangkat dari dadanya setelah mendengar penjelasan Arga, meskipun masih banyak yang harus dipikirkan dan diproses.
Nina akhirnya berdiri, melihat ke arah Arga dengan senyum tipis.
Nina: "Aku butuh waktu untuk memikirkan ini semua, Arga. Aku tidak bisa membuat keputusan sekarang. Tapi terima kasih telah jujur padaku."
Arga mengangguk, mengerti.
Arga: "Aku mengerti, Nina. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku di sini untuk memperbaiki semuanya. Aku akan menunggu apapun keputusanmu."
Nina mengangguk, kemudian berbalik dan mulai berjalan pergi. Arga tetap duduk, menatap kepergian Nina dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa ini adalah langkah pertama untuk menebus kesalahannya, meskipun perjalanan masih panjang.
Nina berjalan pelan menuju kostnya, merasakan angin malam yang sejuk. Dia tahu bahwa keputusan apapun yang akan dia ambil, harus berdasarkan apa yang terbaik untuk dirinya. Pertemuan ini adalah awal dari proses penyembuhan, baik untuk dirinya maupun untuk Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sebelah Kost
General FictionCinta di Sebelah Kost mengisahkan perjalanan emosional Nina, seorang mahasiswi seni yang kehidupannya berubah ketika bertemu Adrian, seniman muda yang tinggal di sebelah kostnya. Melalui lokakarya melukis, pameran seni, dan percakapan mendalam, mere...