"Lo darimana?" tanya Harras yang sedang berdiri sambil menyender di depan pintu. "Apa itu?" Pandangan Harras teralihkan dengan sebuah amplop coklat yang sedang di pegang oleh Steve.
"Bukan apa-apa," jawab Steve gelagapan.
"Steve, jangan sampe gue ambil paksa,"
Tanpa perlawanan, Steve menghampiri Harras. "Kita ngobrol di dalem aja Uncle Han," ucap Steve.
Disinilah sekarang Harras dan Steve membahas mengenai amplop coklat, ruang tengah dengan sofa lusush. Keduanya terduduk sembari memperhatikan amplop coklat yang terletak diatas meja.
"Aku tadi di datangin Gina, saudara kembar Ghea,"
"WHAT?! ARE YOU SURE?!"
Steve menganggukkan kepalanya. Ia cukup memaklumi rasa terkejut yang dimiliki oleh Harras karena dirinya pun telah bereaksi yang sama.
"Aku juga baru tahu tadi. Pas lagi jalan-jalan, aku ketemu Gina yang awalanya adalah Ghea, dia menceritakan semunya yang terjadi. Dan semua itu berhubungan dengan ayah, yang singkatnya adalah Ghea punya satu rencana rahasia buat ngehancurin ayah, dan semua itu ada di dalam amplop tersebut," cerita Steve sambil menunjuk amplop coklat yang ada dihadapan mereka.
"I know somethings wrong when he told me to go to england,"
"Maksudnya Uncle?"
"Malam sebelum lo diterbangin ke Inggris, Sandiaga ketemu Ghea, dia bilang setidaknya ada satu orang yang tahu kalau lo ngga salah. Gue ngga begitu ngerti dan menganggap kalau itu hanya rasa kasih seorang ayah yang masih tertinggal untuk anaknya, so i don't take it serious,"
"Apa setelah hari itu Ghea meninggal Uncle?"
Harras menggelengkan kepalanya. "Baik gue or Shua, we never know what's exactly happened with her, all we know it's just an accident. Gue ngga menaruh curiga apapun ke Sandiaga karena memang Ghea isn't part of our plan dan Sandiaga bukan tipe orang yang suka melenceng dari rencana..." Harras menggantungkan kalimatnya, seakan saat itu ia baru menyadari satu hal.
"Kenapa Uncle?" tanya Steve.
"Ada satu hal yang membuat gue curiga, dari awal rencana, gue ngga seharusnya pergi ke Inggris, dan lo bertiga ngga seharusnya mendapat perlakuan seperti itu. Awal rencana kita hanya mengasingkan kalian, tapi tiba-tiba Sandiaga mengubah itu semua. Gue terbang ke Inggris, dan penyiksaan ke kalian harus dilakukan. Now the question is, why?"
Keduanya menatap ke lurus kearah amplop coklat yang terletak di atas meja. "I think we can find out the answer in that brown envelope, " lanjut Harras.
***
Sebuah rumah kayu tua menarik perhatian Sean, ia hendak menghampiri rumah tersebut, namun sepertinya tidak perlu karena dua orang pemuda yang selama ini dicarinya telah terlihat. Untuk sesaat Sean merasa berbangga diri karena pencariannya berakhir, tapi kesombongan itu harus segera hilang dengan suara sebuah tembakan.
Sean menyadari sesuatu terjadi pada dua pemuda itu, ia pun mencari celah untuk mengamankan keadaan. Dengan perlengkapan seadanya, Sean mencoba meminta bantuan melalui in-ear yang terhubung dengan Harras, namun tidak ada jawaban. Terpaksa, Sean melakukan segalanya sendiri. "Anjing Harras, gue maki-maki dia entar, tunggu aja balasan gue," gerutu Sean.
Tidak sia-sia dia sering menonton film detektif dan nge-gym setiap hari. Tidak hanya tangannya yang dapat bekerja dengan gesit dan cepat, tapi otaknya pun dapat melakukan hal yang sama. Sean dapat dengan mudah menerima informasi dari setiap gerakan dari musuh yang akan menghajarnya dan ia salurkan dengan membalas sang lawan berkali-kali lipat.
Butuh waktu hingga Sean dapat melumpuhkan sebagian preman-preman ini karena nyatanya, para preman ini berdatangan semakin banyak. "Shit!" maki Sean, lalu berlari masuk kedalam hutan, dengan matanya yang tajam mencari jejak Jay dan Jake.
"Gue nyesel ngelatih mereka sampe sehebat ini," gumam Sean. Ia beristirahat sejenak di balik sebuah pohon besar.
Saat sedang istirahat, Sean melihat sebuah semak-semak di depannya yang bergoyang, seakan ada sesuatu yang akan menghampirinya. Dalam hati, ia hanya berdoa jika itu bukan babi hutan.
Namun, gerakan semak-semak yang semakin kencang membuat Sean menjadi penasaran, karena jika itu babi hutan, tidak perlu selama ini untuk sampai dihadapannya. Dengan penuh waspada, Sean menghampiri semak-semak tersebut dan samar-samar ia mendengar suara ribut dengan nada setengah berbisik yang rasanya sangat tidak asing.
"Jangan injek kaki gue!"
"Lo jangan lelet!"
"Harusnya lo biarin gue ganti celana dulu!"
"Lo mau mati ditemp- AA-hmp!"
Sean buru-buru membungkam mulut pemuda yang teriak karena kaget saat melihatnya.
"Uncle Shua?!" ujar Jake dengan mata melotot. Melihat sosok antagonis yang selama ini ada dihidupnya.
"Shuutt.. still with me, and i'll take you to Steve," jawab Sean.
"How can we trust you?" Jake menatap ragu Sean.
Sean mengambil ponselnya, lalu menunjukkan sebuah foto antara Steve dan Harras.
"Steve!" seru Jay.
"I'll explain to you later, now both of you should go with me," ujar Sean, meyakinkan kedua pemuda ini.
"We have to go with him, Jake," desak Jay.
Jake menganggukkan kepala setuju.
Keduanya pun mengikuti arahan Sean sampai akhirnya mereka berhasil lolos dari para preman yang tentunya merupakan suruhan dari Sandiaga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
B-SIDE
Mystery / Thriller"Kebahagiaan gue salah satunya berasal dari kalian." -Steve- "Kalian adalah keputusan terbaik dalam hidup gue." -Jay- "Gue rela melakukan apapun untuk kalian." -Jake- Ketika dalam semalam tiga sahabat mendapatkan apa yang mereka inginkan, namun dala...