Hard to Leave
Red Velvet's Wendy
EXO's Xiumin----------------------------------------------------
"Seperti soal yang tadi sudah kita kerjakan, kita tulis dulu apa yang sudah diketahui di soal. Nah sekarang, coba kamu baca dulu soalnya-
-Wen?" panggil suara berat itu.
Kata-katanya terhenti ketika pandangannya jatuh pada seorang gadis yang sudah terlelap di depannya.
Seperti yang sudah sering terjadi, Wendy Son menyelam kembali ke dunia mimpi padahal belum sampai satu jam dia berada di perpustakaan. Untung saja, punggungnya bersandar pada dinding dan bersebelahan tepat dengan rak buku Fisika yang jarang dilewati banyak siswa. Ubun-ubun kanannya bertemu dengan kayu dari rak, membuat badannya condong ke kanan. Menutupi kakinya, tersampir selembar jaket dengan wangi maskulin. Lembar-lembar kertas berisi soal dan materi pelajaran berserakan di antara mereka yang saling berhadapan.
"Wendy, bangun," ulang Xiumin sambil menepukkan jarinya di lengan Wendy, "tugasmu belum selesai."
Berkebalikan dari keinginan Xiumin, gadis di depannya sama sekali tidak bergerak. Hanya untaian rambutnya yang sesekali tertiup angin dari pendingin ruangan.
Xiumin termenung sesaat, memandang lembaran kertas di dekatnya. Baru duapuluh satu soal yang berhasil mereka pecahkan berarti masih ada duapuluh sembilan antrian yang menunggu. Sebagian besar cukup mudah namun bagi Wendy yang sangat membenci Fisika, ini adalah sebuah hukuman. Yang lebih menyedihkan, seluruhnya adalah milik adik kelasnya itu.
Kacamata bundar yang bertengger di hidung pemuda itu, lambat laun turun dan mendarat di atas buku tulisnya. Ia memijat keningnya dan menghela napas. "Astaga, kakak dan adik sama saja ya," ucapnya.
Pemuda itu terkekeh pelan ketika mengingat Naeun tak sengaja terlelap saat pelajaran berlangsung. Teman sekelasnya itu baru terbangun setelah ada yang mencipratkan air ke wajahnya.
Haruskah aku melakukan itu juga, pikir Xiumin. Sontak, ia langsung menggeleng.
Tidak, kau terlalu iseng, lanjutnya pada dirinya sendiri.Kini, Xiumin memaksa otaknya untuk memikirkan yang selanjutnya. Apakah dia harus berada di sini atau membawa Wendy pulang sendiri. Ia sangat ingin melakukan pilihan kedua namun Wendy sendiri sudah mempunyai kekasih.
Nam Taehyun, ketua olimpiade Biologi.
Xiumin langsung mengutuk otaknya sendiri. Mengapa ia bisa mengingat nama yang paling tidak ingin ia ingat? Seseorang yang telah melangkahi perjuangannya selama ini untuk mendekati Wendy. Seseorang yang seenaknya saja datang ke dalam hubungan persahabatan yang sudah terikat mati.
"Wendy, bagaimana ini?" ungkap Xiumin yang menyuarakan kegelisahannya. "Menghubungi Taehyun pun aku tidak mau dan membawamu pulang bersamaku sepertinya bukan pilihan yang bagus. Dan yang lebih buruk lagi, Wen..."
Sungguh, kecanggungan yang tercipta kini membuatnya berbicara tanpa memikirkan ulang perkataannya. Ia sempat menyesali, namun-
"Dan yang lebih buruk lagi, Wen..." Xiumin melanjutkan kalimatnya meskipun kepalanya tertunduk dalam, "Aku...Wendy-ah, jika kamu mendengarnya, kumohon, jangan membenciku."
Manik bola matanya menatap wajah Wendy lekat-lekat. Berusaha mengingat setiap bagian wajah mungil gadis itu. Dari poni yang menutupi keningnya, kelopak matanya yang tertutup sempurna, hidung cantik Wendy hingga bibir gadis yang selalu ingin ia jaga untuk selalu tersenyum itu.
"Aku menyukaimu sejak dulu," tuturnya tulus sehabis mengumpulkan sejumput keberanian di hatinya, "benar-benar menyukaimu. Aku tidak mau hanya bisa menggandeng tanganmu karena kamu takut keramaian, aku ingin merangkulmu saat kita melangkah, aku ingin memelukmu di saat kamu senang maupun sedih. Bahkan dengan bodohnya aku berharap, adalah aku yang tersenyum bangga melihatmu berjalan melewati altar di kisah khayalanmu. Aku korbankan waktu, pikiran, tenaga... I did everything for you, Wen, but why did you choose him over me?"
Minseok terdiam, menatap Wendy nanar. Kekecewaannya kembali mengisi relung hatinya, seketika memunculkan kembali aksi gilanya dulu hanya untuk seorang Son Wendy.
"Kau bodoh juga ya, Minseok," pemuda itu menepuk bahunya sendiri juga terkekeh dengan perasaan perih, "selamat ya. Kau berhasil menjadi pengecut. Menyatakan cinta saat gadis yang kau suka sedang tertidur."
"Tapi setidaknya aku mencuri hatimu lebih dulu, Wen, saat mobil-mobilanku menarik perhatianmu," ralat Minseok yang berusaha untuk tetap berpikir positif.
Walaupun retak-retak hatinya belum diperbaiki sempurna, ia kembali fokus berkonsentrasi pada soal Fisika yang sempat tergeletak begitu saja di depannya. Minseok tetap berusaha, meskipun susah, untuk menyelesaikannya. Ia melakukannya lagi-lagi untuk Wendy, agar gadis itu dapat berdamai dengan Isaac Newton dan temannya dan menulis ulang jawabannya di rumah. Ia harus berdeham untuk mengisi keheningan di antara mereka. Sangat enggan untuk menyalakan pemutar musiknya karena takut Wendy akan terbangun.
Setelah berhasil mengerjakannya, ia membereskan peralatannya. Barang-barang milik Wendy juga ia rapikan dan dimasukkan ke dalam tas hitam mode terbaru di samping gadis itu. Tak lupa Minseok mengirimkan sebuah pesan singkat pada Taehyun untuk segera datang ke perpustakaan.
Sebelum meninggalkan gadis itu, Minseok duduk bersimpuh untuk merapikan jaketnya di pangkuan Wendy. Selintas ia ragu dan tidak bergerak, tatapannya tersedot oleh aura gadis itu.
"Saranghae, Son Wendy-ssi," ucapnya sebelum tanpa sadar mengecup kening Wendy.
Ia cepat berdiri, membungkuk untuk mengusap puncak kepala Wendy, dan memberikan tatapan terakhir pada gadis itu sebelum bergerak keluar dengan hati pilu.
---------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Mail Chronicles
Fiksi Penggemara collection of oneshots. idols only. copyright (c) August 2015 by Alifa Safira