32 - Birthday Gift

4.1K 392 77
                                    

Hai! Kembali lagi bersama cerita Sean Dea... semoga kabar teman-teman semua baik yahh🥰

Dan tentunya makin baik setelah membaca bab ini hehehehe☺️☺️☺️

Selalu dukung karya aku dengan klik vote dan comment lebih banyak lagi yaaah😍🤗

Happy reading 😍😍😍

🫀

Sabtu pagi sekali sekitar jam enam, Dea sudah berpakaian rapi, tengah menunggu Sean menjemputnya. Dia duduk di kursi teras rumah, ditemani Papanya yang sedang membaca skripsi mahasiswa bimbingannya.

"Pa, apa tidak bisa aku mundur dulu dari butik?"

"Tolong pertimbangkan lagi, Dea. Sebagus apapun projek dan tawaran mereka di US sana, kalau dalam hal ini saja kamu tidak berkomitmen, artinya kamu sulit dipercaya untuk sebuah tanggung jawab. That's not a leader."

Dea meneguk ludahnya. Lehernya terasa tegang. Ucapan Papanya sangat, sangat memojokkan. "Even kamu tidak ambil projek itu, tapi kalau kamu yang mereka inginkan, Papa yakin, suatu saat akan ada projek yang lebih baik mendatangi kamu."

Dea mengangguk, kemudian memperhatikan Papanya yang kembali mencoret-coret kertas berjilid tersebut. "Akan aku pertimbangkan kembali keputusanku, Pa."

Dea sejujurnya masih goyah akan pilihannya. Ia merasa ia terlalu menggebu-gebu saat mendapat tawaran tersebut. Impiannya menjadi wanita karir yang sukses di kancah internasional mendominasi egonya. Itu tidak salah. Hanya saja, Dea belum sedewasa itu mengambil keputusan. Dia sudah berpikir semalaman, apa benefit dan konsekuensinya jika ia memilih pergi dan menetap di sini.

"Papa tunggu jawaban terbaikmu."

"Iya, Pa." Dirga membawa cangkir tehnya dan masuk ke rumah, ia menepuk bahu putrinya itu sebelum benar-benar masuk. Dan tidak lama setelah itu, mobil Sean tiba menjemputnya.

"Halo, selamat pagi, Tuan Putri!" Sapaan itu ceria sekali dari wajah tampannya.

"Selamat pagi, Dokter Sean!" Dea suka sekali memanggil pacarnya itu dengan sebutan dokter.

"Happy birthday!" Dea mengangkat tangan untuk memberi salam dan Sean menerimanya. "No kiss as my birthday gift?"

Dea terkekeh, ia maju dan kemudian mencium pipi kiri pacarnya.

"Thank you."

"Iya. Kamu pasti belum sarapan kan? Nih, aku bawa roti." Dea meletakkan paper bag di dekat kakinya setelah mengambil kotak kecil berisi roti buatannya. Ia mengambil potongan kecil dan menyuapi laki-laki itu dengan sabar, sampai semuanya habis tak bersisa.

"Sayang, minta tolong ambilin tisu di belakang kursi kamu."

Dea memutar badannya dan tiba-tiba saja ia bergumam, "Wow! Ini buat apa?" Ia baru sadar ada banyak barang di belakang mereka. Tangannya mengambil tisu kering dari belakang dan meletakkannya di tengah-tengah dashboard mobil.

"Sumbangan ke panti yang mau kita kunjungi."

"Sebanyak ini? Apa tidak berlebihan?" Dea kembali melihat ke belakang. "Dan kamu ngasih buku? Sebanyak ini." Dea tertawa, lucu saja rasanya melihat pacarnya menyumbang buku-buku.

"Kamu rutin melakukannya ya?" tanya Dea.

"Iya, sejak kuliah." Dea menganggukkan kepalanya, ia sudah berkali-kali dibuat kagum oleh laki-laki itu, dan yang satu ini, sangat menyentuh sekali walau sederhana. Dea kembali menatap Sean lagi. Profil wajahnya dari samping memang tidak ada dua dan tiganya. He's perfect and hot.

DPD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang