31 - Work-Love Balance

4.7K 308 31
                                    

Hai! Maaf aku baru update sekarang. Semoga cerita ini masih menjadi tujuan kalian ya🫶🏻🥰.

I hope you guys doing alright. Dan semoga part ini bikin kamu senang dan bahagia ya. Selalu dukung karya aku dengan klik vote dan comment lebih banyak lagi😍🤗

Happy reading😍😍😍

🫀

Dea baru saja selesai membersihkan tubuhnya dan siap menghabiskan waktunya malam ini bersama kekasihnya, yang tampak serius di depan iPad dengan dahi berkerut.

"Dea, boleh minta tolong nggak ya?" Laki-laki berkaos putih tanpa lengan itu memanggil tanpa melirik ke arahnya.

"Iya boleh," jawab Dea sambil menyusul duduk di sebelah Sean.

"Menurut kamu, grafiknya oke nggak?"

Ia bisa melihat grafik yang sedang Sean buka. Dea tidak paham apa-apa, karena sepertinya grafik itu berhubungan dengan bidang kedokteran. "Bagus. Berwarna. Ini buat apa?"

"Next projek di rumah sakit. Doain ya. Mau presentasi ke yayasan minggu depan." Dea mengangguk lalu menepuk punggung tangan kekasihnya.

"Aku juga bikin ini buat kita." Kemudian Sean membuka file excel yang berjudul Dreams. "Aku udah tulis punyaku. Dan sekarang giliran kamu yang nulis. Let me know yours. We'll gonna talk about this."

"Hm. Interesting." Dea mulai mengetik satu per satu di kolom excel tersebut. Ia tidak ragu sama sekali saat menulisnya, tidak ada jeda sedetikpun seolah-olah ia sudah menghapal semua rencana hidupnya.

"Done, Sir."

"Thank you." Sean mulai mengotak atik di excel tersebut. Membuat diagram dan mencocokkan kolomnya, apakah ada mimpi yang sama di antara mereka berdua. Cukup 1 menit baginya untuk mengolah data tersebut, dan ia segera menunjukkannya pada Dea.

"Kamu juga mau sekolah lagi, Bang?" Dea tidak pernah tahu kalau Sean akan mengejar pendidikan lagi.

"What do you think, De?"

"Of course I'm proud. Tapi, di mana?"

"Di sini. Di Jakarta."

"Oh gitu."

"So, tell me Dea, are you really wanna go to US for scholl?" Sean melepas kacamata bacanya. Ia memundurkan badannya, kemudian melihat Dea seraya bersandar.

"I am. I really want it." Dea menghela napasnya. Ia tatap sebentar mata laki-laki itu. "Tapi Papa kurang setuju karena aku baru pegang butik. Enggak profesional katanya."

"Om Dirga benar kok soal itu." Sean menilai realistis. Ia juga merupakan seorang pebisnis. Mata Dea mendelik. "Kok jadi dukung Papa sih?"

"Kamu baru dipercaya untuk memimpin usaha butik. Kenapa nggak nunggu setahun dulu?"

Dea menunduk. Lagi-lagi ia menghela napasnya. "Aku dapat tawaran projek di US. Dan bonus lainnya adalah beasiswa Master Degree. Not fully funded, sih. Projek ini sangat besar, bekerja sama dengan brand dan model ternama. Pengalaman di sana pasti akan mendongkrak karirku di bidang fashion. Tawaran ini, tidak akan pernah datang dua kali. Sebenarnya aku dilema, aku juga merasa bersalah, sangat, karena harus tinggalin butik. Tapi ini adalah salah satu mimpiku sejak lama. Dan mendapat tawaran itu secara langsung dari panitia, it's so important to me."

"Jadi, apa pun pertimbangannya, pilihanmu tetap akan ke US?

"I think so."

Sean memalingkan wajahnya. Ada seulas senyum terbit di ujung bibirnya. Perempuan yang berhadapan dengannya saat ini sungguh teguh sekali pendiriannya. Dan itu justru membuat Sean makin jatuh cinta. Perempuan ini memprioritaskan cita-citanya. Damn it! "Projeknya dimulai kapan?"

DPD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang