Suasana di mansion malam itu sangat tenang. Semua orang terlelap setelah melewati hari yang melelahkan. Namun, di tengah keheningan, suara kecil terdengar dari salah satu kamar. Jay, yang terbangun karena rasa haus, bangkit dari tempat tidur dengan mata yang masih setengah tertutup.
Setelah minum segelas air dari dapur, Jay merasakan hawa dingin yang tidak biasa saat berjalan kembali menuju kamarnya. Saat melintasi lorong, pandangannya teralihkan oleh pintu perpustakaan yang sedikit terbuka. "Aneh, biasanya kita selalu menutup pintu ini," pikir Jay. Rasa penasaran membuatnya berhenti dan memutuskan untuk memeriksa.
Dia mendorong pintu kayu berat itu perlahan, memasuki ruangan yang dipenuhi dengan bau khas buku tua. Ruang perpustakaan itu remang-remang, hanya diterangi cahaya bulan yang menyelinap melalui jendela besar. Jay berjalan perlahan, memperhatikan rak demi rak yang berderet rapi.
Saat melangkah lebih dalam, sesuatu menarik perhatiannya-sebuah rak buku yang tampak berbeda. Rak itu terlihat sedikit lebih baru dan bersih dibandingkan dengan rak lainnya. Lebih aneh lagi, beberapa 'buku' tampak seperti hanya gambar stiker yang ditempel, bukan buku sungguhan.
"Ini aneh," gumam Jay, sambil mengulurkan tangan untuk menyentuh rak tersebut. Saat jarinya menyentuh permukaan rak, dia merasakan ada sesuatu yang bergerak. Dengan sedikit dorongan, rak itu bergeser ke samping, mengungkapkan sebuah pintu rahasia di baliknya.
Jantung Jay berdetak lebih cepat. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Di baliknya, sebuah ruangan kecil terungkap, dipenuhi dengan berbagai peralatan teknologi. Layar monitor berkedip dengan gambar CCTV dari seluruh bagian mansion. Mikrofon dan berbagai alat perekam suara terletak rapi di meja.
Saat matanya menjelajahi ruangan, Jay melihat sesuatu yang menarik perhatiannya di atas meja. Sebuah foto berbingkai, dengan seragam sekolah yang sangat dikenalnya-seragam sekolahnya saat SMA. Foto itu tampak familiar, diambil saat awal kelas 10. Namun, ada yang aneh. Di foto tersebut, salah satu bagian, tepatnya sosok seorang siswa, telah dipotong, membuatnya tidak sempurna.
"Kenapa foto ini ada di sini?" pikir Jay, merasa merinding. Dia memegang pigura itu lebih dekat, berusaha mengingat siapa yang berdiri di sampingnya dalam foto tersebut.
Perasaan tidak nyaman merambat ke seluruh tubuhnya saat menyadari kemungkinan bahwa orang yang hilang dari foto ini bisa jadi adalah dalang dari semua permainan berbahaya ini. "Apakah mungkin salah satu dari kami yang terlibat?" pikirnya, semakin waspada.
Dengan perasaan cemas namun bersemangat, Jay tahu dia harus segera memberitahu yang lain tentang penemuan ini. Dengan hati-hati, dia menutup pintu rahasia itu dan menggeser rak kembali ke tempat semula, memastikan tidak ada yang mencurigai telah ada orang di sana. Dia bergegas kembali ke kamar, berencana untuk membangunkan teman-temannya dan memberi tahu mereka tentang ruangan rahasia dan foto misterius yang mungkin menjadi kunci untuk mengakhiri permainan berbahaya ini.
Pagi HarinyaJay bangun lebih awal dari biasanya, dibayangi oleh kejadian malam tadi. Dengan perasaan campur aduk antara gugup dan tekad, ia membangunkan satu per satu teman-temannya. Setelah semua berkumpul di ruang tamu, Jay mengumpulkan keberanian untuk menceritakan apa yang ia temukan di perpustakaan semalam.
“Gue nemuin sesuatu semalam di perpustakaan,” kata Jay, suaranya sedikit bergetar. “Ada pintu rahasia di balik rak buku yang ngebawa gue ke ruangan penuh peralatan teknologi."
"Gue juga nemuin foto kita waktu masih SMA, tapi ada bagian yang dipotong." Jay menyerahkan hasil penemuannya ke mereka.
"Ini kenapa fotonya kayak sengaja di gunting." Tanya Soobin sambil memandangi foto itu.
"Ya gue gak tau, gue nemu tuh foto juga udah dalam kondisi kek gitu."
“Serius, Jay? Lo gak lagi ngeprank kan?” tanya Heeseung skeptis, menguap sambil mengusap matanya.
“Gue serius! Gue tau ini kedengeran gila,” jawab Jay, bersikeras. “Gue bisa bawa kalian ke sana sekarang.”
Meskipun sebagian dari mereka tampak ragu, rasa penasaran dan ketegangan yang sudah terbangun sejak awal permainan membuat mereka memutuskan untuk mengikuti Jay. Mereka berjalan menuju perpustakaan, dengan Jay di depan memimpin jalan.
Setibanya di perpustakaan, Jay membuka pintu rahasia yang ia temukan semalam. Namun, ketika mereka melangkah masuk, ruangan itu kosong—tidak ada peralatan teknologi, tidak ada layar monitor, dan foto yang ia lihat pun hilang.
“Gak mungkin!” seru Jay, bingung dan panik. “Gue yakin semua itu ada di sini semalam.”
Para pemuda saling berpandangan, sebagian dari mereka terlihat ragu. Namun, Ni-ki, yang biasanya tenang, angkat bicara, “Gue rasa kita harus tetap percaya sama Jay. Kalau ini bagian dari permainan, pasti ada yang coba ngelakuin sesuatu buat ngecoh kita.”
“Kita gak bisa abaikan ini,” tambah Jake. “Mungkin ada petunjuk lain yang belum kita temuin di ruangan ini.”
“Bener, kita harus keliling ruangan ini,” saran Jungwon. “Siapa tahu ada sesuatu yang bisa ngasih kita jawaban.”
Mereka mulai memeriksa setiap sudut ruangan dengan teliti, membuka setiap buku, menarik setiap laci, dan menyentuh dinding, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan situasi misterius ini.
Setelah tidak menemukan petunjuk tambahan di ruangan rahasia, para pemuda kembali berkumpul di ruang tamu. Jay masih tampak bingung dan frustrasi, sementara yang lain mencoba untuk tetap tenang. Mereka menyadari bahwa untuk keluar dari situasi ini, mereka perlu mengumpulkan semua petunjuk yang ada dan mencari keterkaitan di antara mereka.
“Baiklah, kita harus lebih terorganisir,” kata Jungwon, mengambil alih sebagai pemimpin diskusi. “Mari kita kumpulkan semua yang kita punya.” Heeseung mengeluarkan foto yang Jay temukan, Jake membawa buku hariannya, dan Sunghoon menyerahkan amplop yang diberikan beberapa hari lalu dari Mr. X, serta hasil lab yang sudah mereka dapatkan.
Jay memulai, “Jadi, kita tahu kalau angka-angka di kertas ini sudah dipecahkan dan ternyata cocok dengan salah satu tanggal di buku harian Jake.” Jake membuka bukunya, mencari halaman yang dimaksud.
"Tapi apa yang terjadi di sekolah pada tahun 2016?” kata Yeonjun sambil berpikir keras.
Jay menyela, “Tahun 2016, kita masih kelas 10, kan?” Jay tanya memastikan
“Benar, soal kejadian, hmm... kalo gak salah ingat, ada salah satu anak yang keluar karena gak tahan sama bullying yang dia derita," ucap Taehyun, mengingat kejadian yang lebih spesifik. “Itu sempat jadi pembicaraan hangat waktu itu.”
"Tapi apa mungkin kejadian itu ada hubungannya dengan semua ini?" Tutur Beomgyu, membuat semuanya terdiam.
Mendengar ini, Jake yang sejak tadi diam membelalakkan matanya, seolah menyadari sesuatu yang penting. Namun, dia tidak segera mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Wajahnya menegang, dan kegelisahan terlihat jelas di raut wajahnya.
Sunoo memperhatikan perubahan ekspresi Jake dan bertanya, “Jake, lo tahu sesuatu, kan? Kalau ada yang perlu dibagi, sekarang waktunya.”
Jake terdiam sesaat, berusaha menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa menyimpan informasi ini bisa berbahaya, tetapi dia juga merasa takut untuk mengungkapkan kebenaran. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk berbicara, menyadari bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi teman-temannya.
“Gue... gue baru ingat,” kata Jake dengan suara bergetar. “Anak itu, anak yang keluar dari sekolah, itu karena gue.”
Semua mata tertuju pada Jake, menunggu penjelasan lebih lanjut. “Gue yang nyebarin rahasia terbesarnya,” Jake melanjutkan dengan suara serak
"HAH?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadly Dare | Enhypen ft TXT ☑️
Mystery / ThrillerDi tengah kontroversi tentang laki-laki yang memiliki rahim, seorang pemuda terkejut saat hasil tes medisnya menunjukkan kondisi langka tersebut. Sementara itu, dua belas mahasiswa merayakan kelulusan mereka di mansion pulau pribadi dan menemukan ko...