07. Amnesia

424 65 4
                                    

Jin POV

Idiot... Bodoh...

Aku menampar diriku sendiri saat melihat bayanganku di lift karena telah membuat momen yang memalukan. Kau memang benar-benar adiknya Namjoon. Aaargh Sial. Kenapa kau begitu ceroboh?

Benar-benar kesan yang bagus.

Siapa pria tampan itu? Dia kelihatannya tidak asing. Tapi aku tidak yakin. Aku belum pernah melihatnya disini sebelumnya, bukan? Apa dia staff baru? Oh.. Apa dia akan menceritakan tentang aku yang jatuh pada Hobi atau Sandeul? Tidak... Dia tidak akan melakukannya. Sepertinya dia seorang pria yang baik.

Ding...

Suara lift berbunyi menandakan aku harus masuk ke neraka sekarang. Ya, ke ruangan Tae.

Aku berjalan dengan ragu-ragu menuju ruangannya sambil memikirkan si tampan itu. Siapa namanya?

"APA MAKSUDMU? AKU MEMINTAMU UNTUK BERSAMANYA. LALU KEMANA DIA PERGI? APA DIA LENYAP BEGITU SAJA KE UDARA?" Aku tersentak saat mendengar teriakan Tae dari luar ruangannya.

Ya Tuhan. Selamatkan aku.

Aku membuka pintu lalu masuk ke dalam dan membuat Tae menatapku. Dia marah. Dia memejamkan mata untuk menenangkan diri.

"Darimana saja kau?" Dia bertanya dengan suara yang dalam. Telapak tanganku berkeringat karena gugup. Jin jangan lengah.

"A-aku ada di toilet" Sial. Kenapa aku tergagap.

"Selama satu jam?" Matanya menatapku.

"Ya. Aku sudah bilang perutku sakit sejak pagi. Lihat apa yang terjadi sekarang. Aku ingin tinggal di rumah dan beristirahat, tapi kau memaksaku untuk datang kesini. Sekarang apa? Aku bahkan tidak diperbolehkan pergi ke toilet? Ini sudah keterlaluan, Tae. Kau tidak bisa terus mengontrol kebutuhanku." ucapku lancang. Dia sepertinya tidak yakin. Dia kemudian melihat ke arah pengawalnya.

"Apa kau tidak memeriksa ke dalam toilet?"

Oh Tidak. Aku melihat ke arah pengawalnya yang sedang menatapku sekarang. Aku memberi isyarat padanya untuk membantuku. Dia menelan ludah dan menatap Tae.

"Tidak, Tuan..." Aku menghela napas.

Aku melihat Tae mengepalkan tinjunya. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Jadi...

"Aaaaaargh..." Sebelum tinjunya mengenai wajah bodyguard itu, aku berteriak. Tae menatapku begitu juga dengan sang pengawal.

"Aaaaaaarggh... perutku... sakit"

Aku pura-pura menangis sambil memegangi perutku dan berlutut. Aku melihat pengawal dan sekretaris Tae yang menyaksikan semuanya menatapku prihatin, tapi Tae tetap tanpa emosi.

"Keluar, kalian berdua." Perintah Tae pada mereka.

Aku masih di lantai dan melihat mereka meninggalkan ruangan. Sekarang hanya aku dan Tae.

Oh Tuhan. Selamatkan aku.

Aku menyeka air mataku untuk membuatnya prihatin denganku. Tapi siapa yang aku bohongi? Dia adalah Kim Taehyung. Dia berdiri di depanku dengan tangan terlipat di dadanya. Sekarang aku tahu rencanaku gagal total. Kurasa hari ini adalah hari kegagalanku.

"Sudah selesai?" tanyanya padaku.

Aku berdiri dari lantai dan merapikan pakaianku sambil melirik Tae. Aku tidak merasa malu karena ini sudah menjadi kebiasaan kami. Tae mengetahui kebohonganku.

"Dewasalah Jin. Kau sudah 22 tahun."

"Tapi kau masih mengendalikanku seperti anak berumur dua tahun." gumamku pelan.

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, aku hanya berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkanku dari neraka dan iblis ini." Aku kemudian pindah ke sofa di ruangannya. Aku mendengarnya menghela nafas dan kembali bekerja. Sedangkan aku hanya memainkan ponselku dan tidak menghiraukannya.

************

Setelah satu jam

Oh Tuhan. Aku bosan. Aku menatap Tae yang sedang serius melihat berkas yang dipegangnya. Beberapa saat kemudian, sekretarisnya masuk untuk memberitahukan tentang rapat. Saat itu teleponnya berdering dan dia mengangkatnya.

Melihat ekspresinya, aku tahu ada beberapa masalah, aku tak bisa memahami pembicaraannya. Tapi aku yakin Tae sedang marah.

Oh Tuhan, siapa yang akan terbunuh olehnya hari ini. Semoga jiwa itu beristirahat dengan tenang. Aku menghela nafas.

"Tunggu aku. Aku akan kesana. Pastikan dia masih hidup. Aku ingin menghabisinya dengan caraku sendiri."

Dia kemudian memutuskan panggilan.

"Batalkan semua rapat hari ini. Jadwalkan ulang untuk hari lain." Dia berkata pada sekretarisnya dan menatapku.

"Tinggallah disini sampai aku kembali." Ucapnya.

"Kenapa aku harus disini? Biarkan aku pulang. Tak ada yang kulakukan di—"

"TETAP DISINI." Dia berkata dengan tegas dan keluar dari ruangannya. Sekretarisnya ikut keluar bersamanya.

Sekarang aku sendirian disini. Kurasa aku akan gila.

Ring... Ring...

Aku melihat ke arah ponselku yang berdering. Ternyata Ken. Aku segera menekan tombol hijau untuk menjawab panggilamnya.

" Halo Kennie. Darimana saja kau? Kau tahu aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku pikir sesuatu terjadi padamu. Dimana kau sekarang? Kau baik-baik saja kan?"

Aku bisa mendengar dia menghela napas di seberang sana.

"Aku baik-baik saja untuk saat ini. Tapi tidak tahu sampai kapan. Apa kau benar-benar ingin menggali kuburanku?"

Apa?

"Apa yang kau katakan Ken? Apa ada yang memukul kepalamu?"

"Akan lebih baik kalau begitu. Kau tidak ingat malam itu? Bagus. Begitu banyak yang terjadi malam itu, Jin. Setelah semua yang kau lakukan, aku masih hidup. Aku sangat bersyukur pada Tuhan untuk itu"

Kenapa aku tidak bisa mengingat apapun. Apa aku mengalami amnesia?

"Apa yang terjadi malam itu Ken?"

Laws of Love | KookjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang