•Selamat membaca•
🍑
Publikasi 5 Agustus 2024
★★★☆☆☆★★★
Nareika terus melukai tubuhnya, tak ayal ia menampar pipi juga memukul kepalanya sambil menangis. Tak seorang pun menginginkan dirinya di muka bumi ini atau ia yang justru tak menginginkan dunia ini.
Nareika terus berteriak sekuat tenaga. Sejak kedua orang paling disayangnya pergi ia terbiasa tinggal sendiri. Dari mulai masak, mencuci, makan, tidur, semua dan semuanya. Yang tidak dilakukannya hanya mencari uang sebab Papa mengirimnya tak pernah kurang.
“Aku ingin mati, Mama. Aku ingin mati!” Nareika meringkuk di lantai sambil tersedu-sedu. Sekujur tubuhnya terasa amat nyeri dan perih ketika hawa dingin mendesak masuk pada setiap celah kamarnya.
“Apa aku benar-benar ingin mati ataukah aku hanya nggak ingin hidup sendirian? Mengapa Kak Nanggala meninggalkan aku? Apa Kakak masih membenciku?” Nareika terus menjerit sambil memukul-mukul dadanya juga lantai secara bergantian.
“Apa Papa membuangku? Apa Papa tak ingin melihatku lagi? Aku kesepian, Papa. Aku kesepian. Kenapa, kenapa Tuhan nggak mengambil nyawaku sementara Ia terus memberikan kesedihan padaku, Papa!”
Nareika berteriak sekuat tenaga, berlari ia keluar dari rumah. Tunggang langgang larinya, tanpa memakai sandal. Hanya memakai kaos tipis juga celana pendek di bawah lutut, dengan sekujur tubuh baret karena cakaran kuku juga benda-benda tajam sebelumnya.
Berlari ia sampai ke sisi lintasan kerata api di mana hari itu Jindra memeluknya. Hari ini, Nareika juga berharap jika waktu itu terulang kembali, ia ingin pergi dari pelukan hangat Jindra. Ia ingin pergi dan tak pernah kembali.
Kakinya mendarat di tanah ketika sebuah kereta melaju dengan kencang, menerbangkan rambutnya dan mengguncang tubuhnya yang terasa begitu sakit. Air matanya tak urung reda, Nareika terus menangis bersamaan hujan yang turun.
“Jindra … kenapa aku terus hidup sementara rasanya duniaku mati di semua sisinya?” bisik Nareika seraya bangun dari bersimpuhnya. Pada akhirnya, ia hanya mampu melangkahkan kakinya pergi melihat kereta tanpa keberanian lebih untuk mati.
“Papa … Mama … Kak Nanggala, Rei ingin bersama kalian. Ingin bertemu kalian,” rintihnya.
***
Matanya terbuka lebar, sudah pukul delapan dan Nareika masih di rumah bahkan belum mandi. Padahal hari ini bukan hari libur.
Nareika melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk gosok gigi, mengharap mandi bisa lebih terlambat. Tiga puluh menit ia bersiap, dengan sedikit sarapan roti. Ia bahkan lupa pelajaran hari ini apa, kemarin ia tidak mencatatnya.
Nareika berdiri di depan gerbang sekolah, ia mengatakan kepada satpam sekolah kalau ia benar-benar tidak enak badan dan tak seorang pun ada di rumah selain dirinya.
“Biarkan dia masuk, Pak. Saya wali kelasnya,” ujar Jindra yang tiba-tiba saja datang dari dalam kawasan sekolah.
Nareika memalingkan wajahnya yang kemerahan sebab rasa hangat yang menjalari seluruh tubuhnya. Kepala juga terasa cukup berat dengan pandangan agaknya berbayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐸𝒟𝐸𝒩 | 𝐻𝓊𝑔 𝑀𝑒, 𝒫𝓁𝑒𝒶𝓈𝑒! [SELESAI✔]
Teen FictionNareika nekat bunuh diri. Sayangnya, ia malah berjumpa dengan Jindra, bukan malaikat maut. "Lagian di dunia ini bukan hanya lo yang kesepian." -Jindra. Start : 14 Mei 2024 Finish : not yet. Update : tidak menentu. Teenfiction