•Selamat membaca•
🍑
Publikasi 15 Agustus 2024
★★★☆☆☆★★★
Jindra menjumpai Nareika bersandari di dinding ruang konseling sambil menunduk mengamati kakinya sendiri yang asyik menendang-nendang udara kosong.
“Mari masuk, ada yang ingin saya bicarakan padamu, sebagai seorang guru dan wali kelasmu juga sebagai—”
“Aku hanya punya waktu sepuluh menit, karena Papa akan pulang, katanya,” potong Nareika tanpa memandang wajah Jindra.
“Baiklah.” Pria itu menarik napasnya sebelum membuka pintu. Ia melirik Nareika yang masih menendang-nendang udara kosong.
“Jadi, papamu akan pulang?” tanya Jindra sambil menarik bangku untuk Nareika. Duduk Jindra di depan Nareika. Ia meletakkan beberapa kertas di meja.
“Iya,” jawabnya singkat.
“Beberapa guru menitipkan tugas, harus selesai minggu depan paling telat senin di minggu depannya lagi!“ tutur Jindra dengan suara lembut, walau begitu terdengar amat tegas.
“Baik.”
“Nareika menikmati waktu-waktu di SMA? Apa teman-teman di kelas menyenangkan? Apa ada yang kurang?” tanyanya sedikit mendesak. “Bapak ingin kamu bicara, kalau bisa panjang lebar. Nggak baik mengabaikan guru!” tegur pria itu.
Nareika menghindari kontak mata dengan Jindra yang menerawang wajah remaja laki-laki itu dari balik poninya. Nareika mengembuskan napas, ia menjawab, “Iya, sangat menyenangkan. Aku nggak merasa kurang.”
“Bagus kalau gitu,” ungkapnya dengan suara pelan. Jindra menyodorkan kertas di hadapannya pada Nareika. “Ini tugasnya.”
“Iya, terima kasih.”
Jindra hendak menyentuh kepala Nareika tetapi remaja laki-laki itu seketika mengelak sambil menatap dingin.
“Aku harus pulang!” tukasnya.
“Kamu masih ingat ini?” Jindra bertanya dengan nada mendesak. Ia bahkan menatap dengan tajam pada Nareika. “Hari itu aku memberimu satu. Apa kamu masih menyimpannya?”
“Nggak.”
“Saat itu, usiaku dua puluh lima tahun. Aku meninggalkan kampus selama dua tahun dan kembali setelah mendapatkan kepercayaan diri.” Jindra tertawa hampa.
“Kehilangan memang menyedihkan, tapi lebih menyedihkan ketika nggak mampu menyelamatkan orang yang kita sayang. Hari itu, hari pertama aku masuk kuliah setelah cuti. Dan aku bertemu denganmu, saat itu pula aku kembali aktif di Gerakan Mahasiswa Peduli Remaja,” paparnya seraya berkaca-kaca.
“Aku bersyukur karena bisa bertemu denganmu lagi. Bisa melihatmu, bisa mendengar suaramu, dan mencium aroma tubuhmu lagi. Kali ini aromanya wangi, bukan aroma darah ataupun kedekilan. Aku bersyukur!”
Nareika mengangkat wajahnya, ia memandang wajah Jindra. Pria itu bersusah payah menahan setiap luapan air matanya. Bibirnya tampak gemetar, seperti pupilnya yang mengecil lalu goncang. Kusut. Mungkin itu sangat cocok untuk wajahnya kini.
“Aku bersyukur bisa berjumpa denganmu lagi. Selama dua tahun aku selalu kembali ke Bumania untuk mencari anak kecil yang terus mengatakan kalau dia ingin mati. Aku takut dia benar-benar mati sebelum melihat satu keindahan yang Tuhan titip pada dunia untuknya. Aku takut kehilangan Nareika yang menangis hari itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐸𝒟𝐸𝒩 | 𝐻𝓊𝑔 𝑀𝑒, 𝒫𝓁𝑒𝒶𝓈𝑒! [SELESAI✔]
Teen FictionNareika nekat bunuh diri. Sayangnya, ia malah berjumpa dengan Jindra, bukan malaikat maut. "Lagian di dunia ini bukan hanya lo yang kesepian." -Jindra. Start : 14 Mei 2024 Finish : not yet. Update : tidak menentu. Teenfiction