BAB 14 - Lentera

5 2 0
                                    

•Selamat membaca•

🍑

Publikasi 10 Agustus 2024

★★★☆☆☆★★★

Nugi, laki-laki itu menggendong Nareika di punggungnya, ditemani Khayan yang mengantarkan sampai ke parkiran begitu juga dengan Jindra.

“Sepertinya, Nareika juga akan istirahat untuk beberapa hari ke depan,” kata Nugi tersenyum lembut.

“Jangan khawatir,” ucap Jindra sambil sedikit membungkuk ramah.

“Maaf, karena baru masuk sekolah Nareika udha harus nggak masuk. Kata Khayan, Nareika bahkan melewatkan waktu perkenalan.”

“Nggak perlu mengkhawatirkan itu, asalkan Nareika bisa sehat kembali dan mengejar pelajarnya yang terlewat. Itu udah cukup!” ungkap Jindra mencoba untuk terlihat sesantai mungkin, meski hatinya ingin mengamuk ketika melihat wajah Nareika yang sungguh rapuh.

“Kalau begitu saya pamit, Pak Jindra. Saya titip Khayan kalau dia nakal dan bolos jam pelajaran hukum aja,” kata Nugi melirik tajam ke arah adiknya.

“Jangan samain gua sama lo dulu, cih!” Khayan mencebik sebal. “Pak, saya duluan!” pamitnya.

“Mari!” Nugi turut pamit.

“Semoga Nareika lekas sembuh,” ucap Jindra sambil tersenyum ramah.

***

Bubur sudah semakin dingin, sementara Nareika tidak beranjak dari tempatnya. Ia masih memejamkan matanya dengan posisi tubuh miring ke kiri membelakangi Nugi.

“Kamu kangen Nala?” tanya Nugi malah membuat Nareika menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Rei!” panggil Nugi sambil duduk di dekat Nareika. Ia membuka selimutnya perlahan-lahan. “Mau makanan yang lain? Pokoknya harus makan. Kata Dokter tadi kamu kurang cairan itu. Harusnya diinfus baru balik!”

“Aku nggak mau ngomong!” pekiknya.

“Itu ngomong!” Nugi menatap ketus.

“Bilang sama gua, kamu mau apa nanti dibeliin! Mulai sekarang sampai seminggu ke depan kamu bakal tinggal sama gua di sini!” ucap Nugi.

“Aku nggak mau!” Nareika bangkit dari tidurnya. “Aku mau pulang!”

“Diam dan makan buburnya!” sentak Nugi membuat Nareika terdiam sambil menatap nanar. “Makan sekarang!”

Nareika menitikan air matanya sambil mengambil mangkok bubur di nakas. Ia memakan buburnya sambil menangis, sesekali menyeka air matanya.

“Kalau udah taruh aja mangkoknya di depan pintu. Nanti gua balik lagi, gua ada kerjaan dulu. Kamu nggak boleh ke mana-mana!”

Nugi menutup pintu kamarnya, meninggalkan Nareika yang masih terdengar menangis dengan suara lirih. Laki-laki itu menaiki anak tangga, ia menuju balkon di lantai tiga dengan pemandangan kota yang mulai ditutupi cahaya senja.

Ponselnya membuat panggilan suara. Nala. Di sana tertulis namanya. Laki-laki itu mengembuskan napasnya dengan perlahan-lahan.

𝐸𝒟𝐸𝒩 | 𝐻𝓊𝑔 𝑀𝑒, 𝒫𝓁𝑒𝒶𝓈𝑒! [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang