BAB 11 - Janji yang Tak Pernah ditepati

2 1 0
                                    

•Selamat membaca•

“Dunia benar-benar membuat tangismu meradang. Menelan rasa ingin hidup sebab banyaknya penderitaan. Namun, kata akhir bahagia tetap akan ada untuk mereka yang senantiasa percaya.”

-Nanggala Mada

🍑

Publikasi 3 Agustus 2024

★★★☆☆☆★★★

Lagi-lagi tak pernah ada janji yang ditepati. Putih biru sudah menjadi masa lalu. Nareika memakai seragam putih abu untuk pertama kalinya. Hari ini, ia baru saja resmi jadi salah satu murid SMA di sekolah swasta yang dikenal cukup elit karena tak sembarangan anak bisa masuk ke dalamnya, meski sekolah ini swasta. Emm.

Jaan mengiriminya email, pria itu tinggal di Bali setelah menikah dengan salah satu rekan bisnisnya. Sementara, Nanggala tak pernah kembali ke sisi Nareika. Entah mengapa Tuhan selalu tak pernah mendengar suara hari Nareika kalau ia rindu Nanggala. Setidaknya, tak bisakah setiap tahun baru merayakan kembang api bersama. Nanggala tetap tinggal di Sydney. Ia bahkan jarang memberi balasan dari setiap pesan yang Nareika buat.

Nareika melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Suasananya asing dan canggung, juga dingin. Nareika tidak menyangka jika ia akan meninggalkan teman-temannya. Ia tidak menempati janji kalau akan sekolah di SMA yang sama.

Sejak Nanggala pergi, Nareika nyaris tak pernah membuka suaranya. Ia mulai menjauhi dunianya tanpa sebab. Ia hanya ingin menolak segala yang dunia tawarkan. Karena pada akhirnya, dunia akan kembali meninggalkannya.

“Lo mau duduk di sini?” tanya seorang pada Nareika dari belakang. Nareika menoleh, mendapati siswa laki-laki dengan kacamata bulat, rambut cokelat alami memandangnya.

“Nggak, kok.” Nareika melangkahkan kakinya ke barisan kursi di belakang.

“Jetha!” Ia menjulurkan tangannya.

“Emm,” jawabnya. Ia mengangguk pelan lalu duduk di bangku paling belakang.

Sementara remaja laki-laki itu hanya tersenyum samar sambil bergidik pelan. Jetha Mangkarah namanya, ia menatap tajam, pun memalingkan wajahnya ke sembarang arah.

Bel menggema, seluruh siswa dan siswi sudah duduk di bangku masing-masing. Nareika menundukkan kepalanya, ia bahkan menyandarkan keningnya di meja.

Jetha, siswa dengan tubuh tinggi tegap, kacamata bulat membingkai wajahnya, rambut cokelat alami, proporsi bahu dan dada yang cukup bidang untuk remaja seumurannya.

Ia menoleh pada Nareika yang terlihat masih menunduk, bahkan seperti orang tidur. Jetha sedikit menarik ke atas alisnya, sambil tersenyum tipis lagi kecut.

“Halo, selamat pagi anak-anak, saya adalah wali kelas kalian. 1-C. Perkenalkan, saya Jindra Mangkasa, guru mata pelajaran SBK atau Seni Budaya Keterampilan.”

Nareika mengangkat kepalanya, membuka kelopak matanya perlahan-lahan sambil merasakan dingin yang mencucuk dermisnya. Suara yang begitu hangat menyapa seluruh sepi dalam dirinya.

Kedua kelopak matanya berkedut nyeri, pupilnya membesar lagi guncang. Nareika menekan kuat-kuat gerakannya. Ia bangkit dari tempatnya duduk.

“Izin ke kamar mandi!” katanya sambil berjalan rusuh keluar kelas. Padahal, sosok yang mengenalkan dirinya sebagai wali kelas itu belum mempersilakan.

𝐸𝒟𝐸𝒩 | 𝐻𝓊𝑔 𝑀𝑒, 𝒫𝓁𝑒𝒶𝓈𝑒! [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang