BAB 17 - Jangan Lari

4 1 0
                                    

•Selamat membaca•

“Kau bisa lebih kuat, kau bisa lebih lemah. Tergantung bagaimana caramu berlatih.”

-Jindra Mangkasa

🍑

Publikasi 15 Agustus 2024

★★★☆☆☆★★★

Jindra selalu mengamati bagaimana keseharian Nareika yang terus menghindari dunia yang berjalan di sekelilingnya. Bagaimana ia memalingkan wajah dari setiap perhatian yang ada. Jindra meneguk ludahnya ketika ia melihat Jetha dan Khay merangkul anak itu dengan erat.

“Apa yang kamu lihat, Rei?” monolog Jindra dengan suara kecewa. “Apa masa depan yang cerah benar-benar nggak datang padamu?”

Kedua bola mata Nareika tiba-tiba mengarah pada Jindra yang berdiri di kejauhan. Remaja laki-laki itu tampak begitu dingin, nyaris tak ada ekspresi apa pun selain kosong yang hampa.

Jindra melangkah ke arah ketiga remaja itu. Pria itu melambaikan tangannya sok asyik sambil tersenyum lebar.

“Wah, geng baru?” celoteh Jindra. “Cocok banget jadi tiga serangkai,” katanya.

“Nggak kok.” Nareika mendesis ketus.

“Nggak bakal jadi tiga serangkai, Pak. Dua! Soalnya ini anak kurus kering gini besok mati, nih.” Khayan melirik padanya.

“Kita cuma mau ngajak Nareika sarapan, tapi dia tuh bebalnya ampun,” protes Khayan masih meliriknya.

“Aku nggak bisa sarapan. Karena memang sejak kecil nggak ada sarapan di rumah, jadi—”

“Apa pun alasannya, mulai sekarang kita bertiga bakal sarapan di kantin sebelum masuk kelas!” Jetha menyentil kepala Nareika.

“Nggak, lepasin aku!” Ia sedikit berontak sambil menoleh ke arah Jetha yang memandangnya begitu lekat-lekat. Manik matanya bersembunyi di balik lensa, tetapi terasa begitu menusuk perasaan.

Nareika terdiam sejenak sambil menatap Jetha yang sedikit lebih tinggi darinya. Anak itu pun menghela napas sambil melemaskan seluruh otot tubuhnya.

“Yah, sarapan, ayo ke kantin!” Nareika melepaskan rangkulan kedua remaja di sebelahnya lalu berjalan ke arah kantin dengan ketus.

Dalam hati Jindra, ia baru saja melihat pupil Nareika bergetar ketika berhadapan dengan Jetha. Ada kesedihan dan emosi yang mencuat di sana.

“Tuh, katanya mau sarapan, Rei udah jalan duluan!” sindir Jindra sambil terkekeh pelan.

Baik Khayan dan Jetha lekas mengekor Nareika yang sudah memasuki kawasan kantin. Tanpa disadarinya, senyuman melengkung di bibir. Jindra mendesah pelan.

“Yah, teruslah mengejar tukang lari itu, Jetha. Mungkin salah satu di antara kita akan lebih dulu berada di garis akhir.”

Jetha berlari ke arah Nareika lekas mendaratkan tubuhnya di punggung remaja itu. Nareika tampak melirik padanya.

“Badan kamu tuh berat tau, kayak bisonnya Avatar! Harap sadar diri!” sindir Nareika membuat Jetha malah mendekapnya lebih erat.

𝐸𝒟𝐸𝒩 | 𝐻𝓊𝑔 𝑀𝑒, 𝒫𝓁𝑒𝒶𝓈𝑒! [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang