11. Terbiasa denganmu

12 4 0
                                    

(Part yang di tulis miring adalah POV dari buku diary Sisilia)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Part yang di tulis miring adalah
POV dari buku diary Sisilia)

Happy Reading, guys. ❤

-----





20 Oktober 2018

Ini sudah hampir sebulan sejak Bintang marah kepadaku. Aneh sekali, biasanya jika kami bertengkar dan saling mengabaikan, paling lama hanya sekitar satu minggu. Setelah itu kami akan kembali mengobrol secara tiba-tiba seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Tetapi kali ini dia benar-benar mengabaikanku. Bahkan ketika aku dan Flo menunggu di depan kelas untuk mengajaknya ke kantin bersama, dia tetap menghindar. Tidak hanya itu, dia juga tidak membalas pesanku sama sekali.




-----






Hari ini, kelas Sisi dan kelas Bintang memiliki jadwal mata pelajaran olahraga di hari yang sama. Dan ini menjadi kesempatan Sisi untuk mencoba berbicara kepada Bintang. Sepasang mata Sisilia terus menatap ke arah Bintang, berharap laki-laki itu juga akan melihat ke arahnya. Apabila pandangan mata mereka bertemu, Sisi akan bisa memberi sebuah kode kepada Bintang, jika gadis itu ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Tetapi sayang sekali, Bintang terus menghindari tatapan sampai akhirnya Sisi menyerah.

Dia benar-benar seperti bukan Bintang yang aku kenal.

"Sisilia."

"Sisilia?"

"Sisilia Rona Renjana." Guru olahraga memanggil untuk yang kesekian kalinya.

"Sisi." Flora menyenggol lengan gadis di sebelahnya. "Giliranmu."

"Kau baik-baik saja, Sisilia?" tanya sang guru, karena sejak tadi Sisilia terlihat tidak fokus.

Sisi mengangguk dan dengan cepat beranjak berdiri. Maju ke depan, bersiap mengambil nilai praktik olahraga lari. Semua pandangan teman-teman kelasnya mengarah kepadanya. Sisi sangat kelihatan tidak bersemangat. Seluruh pikirannya penuh dengan banyak hal. Sampai tidak fokus kepada kegiatan yang harus dia lakukan sekarang.

"Kalian bertiga sudah siap?"

"Siap, pak."

"Baiklah. Saat peluit bunyi, kalian bisa lari. Siapa yang sampai lebih dulu, dia yang mendapat nilai terbaik." Sang guru menjelaskan.

Sisilia mendengar perkataan gurunya itu. Tetapi jiwanya seperti tidak ada di sana. Membuat semua kata-kata itu hanya lewat di telinganya. Sang guru sudah bersiap memberikan aba-aba. Setelah hitungan ketiga, peluit berbunyi. Memaksa seorang Sisilia untuk sadar dari lamunan dan harus mendorong kedua kakinya. Membawa tubuhnya berlari dengan sekuat tenaga.

Semesta dan Sisinya [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang