"D'accord. Kami akan segera siapkan dan jadwalkan pengirimannya, ya. Terima kasih telah memesan di Lachaleté Cake! Bonne journée!" Sang wira mengakhiri sambungan telepon. Beralih ke layar komputer di hadapannya, ia mengetik beberapa kata, lalu berujar, "Kak Ayi, ada pesanan baru, ya. Sudah kumasukkan ke sistem, tolong segera diproses."
"Okay, Nei." Seorang wanita yang sedang berdiri di belakang rak display kue mengangguk, Jīn Qīuyí namanya, tetapi lebih sering disapa Ayi atau Xiaoyi. Sesungguhnya ia adalah admin sosial media toko kue itu, bukan yang turun langsung untuk melayani pelanggan di toko. Namun, hari ini ia membantu sebagai pelayan tambahan karena toko kue mereka—Lachaleté Cake—sedang sangat ramai.
"Kak Ayi! Kak Aji mana? Dah pulang atau masih ngebolang?" Seorang perempuan keluar dari dapur. Shiomi Miyoka namanya, atau Miyo untuk pendeknya. Ayi menggeleng sembari melipat kotak kue di tangannya. "Dari pagi ngilang, gatau ke mana."
"Hadeh. Kebiasaan. Dah tau hari ini Lacha bakal rame karena ada program, malah ngilang dia," protes Miyo sambil kembali berjalan masuk ke dapur.
Ayi tertawa kecil. "Ya biasalah, Miyo."
"Mau coba kutelepon, kah?" Nei, wira yang tadinya sibuk menjawab telepon beralih menatap Miyo singkat, lalu berjalan ke Nic—Nicholas Sebastian—untuk berikan sebuah catatan pesanan. "Kak Nic, yang pesanan nomor 101 ditambah ini. Katanya diambil sekitar jam 1."
Nic mengangguk, lalu membaca catatan yang diberikan Nei sembari menjawab, "Bang Aji tadi katanya ada urgent, makanya cabut."
"Urgent apa?" tanya Nei.
"Ntah," jawab Nic singkat. "Telepon aja, daripada kita kewalahan."
Nei mengangguk, lalu pemuda berambut cokelat sedikit ikal itu mengambil ponselnya. "Halo, Kak?"
"Ada apa, Xvi?"
"Kakak lagi di mana? Lacha lagi rame. Bisa balik gak, Kak? Kak Miyo mau tukar shift, kayaknya." Pemuda bernama lengkap Xvirenciele Arklneight itu mengapit ponselnya di antara telinga dan bahu, lalu mengambil kartu ucapan untuk menulis pesan yang dititipkan pemesan pada penerima.
"Rame banget?"
"Kak Ayi sampe bantu-bantu di luar, lho."
Helaan napas panjang terdengar dari ujung sambungan telepon, sebelum akhirnya Nei dibalas, "Sorry. Sebentar lagi aku pulang."
"Alright, merci, Kak." Telepon ditutup oleh penerima.
***
"Je suis désolé, Monsieur LeBlanc. Saya harus pergi. Kita akan lanjutkan ini nanti. Terima kasih atas waktunya." Aji, yang baru saja ditelepon oleh Nei, segera membereskan barangnya, lalu beranjak pergi.
"Tidak akan ada lain waktu, Monsieur Pradhana." Aldéric LeBlanc, sang kawan bicara Aji, beranjak dari duduknya. Ia menatap tajam Aji singkat, lalu mengukir sebuah senyum. "Aku apresiasi dirimu karena berhasil sampai sejauh ini, Manusia."
Aldéric berbalik, lalu mulai melangkah pergi. "Namun, tidak akan ada lain waktu. Kesempatanmu hanya sekali ini, dan kau telah menggunakannya."
"Namun, pembicaraan kita belum selesai, Monsieur. Sudah sepatutnya suatu bahasan diselesaikan sampai akhir."
Aldéric menghentikan langkahnya. "Aku tidak bersedia untuk membuang waktuku untuk manusia lebih dari ini. Hanya sekali."
Aji menatap tajam punggung Aldéric. "Kalau begitu, satu hal. Jawab aku satu hal."
"Apa itu?"
"Siapa sebenarnya Xvi?"
Aldéric tertawa. "Kau tidak perlu tahu. Dibanding mencari tahu tentang Xvi, lebih baik kau cari tahu siapa dirimu."
"Ajisaka Tanggara Pradhana, nama yang unik. Namun, di saat yang sama, ada rahasia besar di dalamnya." Aldéric berbalik sebentar, lalu membalas tatapan Aji. Irisnya keemasan, entah Aji yang berhalusinasi atau tidak, netra Aldéric pelan-pelan bersinar, seolah sedang merayap masuk ke dalam pikiran Aji. Sontak, pemuda berambut pirang itu mengalihkan pandangannya. "Apa yang Anda—?!"
"Pusing, huh?" Aldéric mencemooh ketika melihat raut wajah Aji yang seperti sedang menahan sakit.
"Kuberi kau satu saran, Monsieur Pradhana." Aldéric mendekat. Ia berbisik, lalu beranjak pergi meninggalkan Aji. "Kadang-kadang, tahu mengenai hal yang tak seharusnya diketahui ... itu berbahaya. Jangan mencari tahu lagi. Biarkan ia mencari jati dirinya sendiri."
"Kau sudah tahu terlalu banyak, Manusia. Namun, aku tidak akan menghapus ingatanmu," gumam Aldéric. "Toh, umurmu tidak panjang."
"Sial."
***
"Aku pulang." Aji masuk dari pintu belakang. Nei, yang awalnya sedang di bagian depan, segera masuk ke belakang ketika mendengar suara Aji. "Lama banget, Kak. Dari mana aja, sih?"
Nei menyerahkan beberapa kertas pada Aji tanpa menjelaskan. Namun, yang menerima mengerti. Itu semua pesanan kue yang harus ia selesaikan. Aji mengangguk singkat pada Nei, tanda bahwa ia akan segera menyelesaikan pesanannya, lalu ia meletakkan beberapa kantong makanan—yang ia beli di restoran sebelum pulang—di meja belakang. "Sorry. Sini makan, ajak yang lain juga, gantian aja."
"Minimal jawab kalau ditanya habis dari mana, Kak. Mana ngilang dari pagi," komentar Miyo yang baru saja muncul dari dapur. Nei mengangguk setuju. "Betul, dua kali aku tanya, dua kali gak dibales."
"Miyo juga, sini makan dulu." Aji masuk ke dapur. Ia mencuci tangannya, mengambil apron, memakai sarung tangan, dan tidak lupa menggunakan topi chef.
"Pura-pura ga denger dia." Miyo memutar bola matanya malas.
Aji menghela napasnya. "Ada janji."
"Oh ya, Nei. Nanti malam kita bicara sesuatu, ya."
Sosok Aji kemudian menghilang ke dalam dapur, langsung sibuk mengurusi dekorasi beberapa kue dan memanggang beberapa kue yang stok di-display telah menipis.
Nei menghela napasnya, lalu berkomentar, "Mood-nya jelek, kah? Kayak cewek PMS aja."
"Yang penting bomboloni gratis," tukas Ayi yang baru saja masuk. Tangannya langsung mengambil bomboloni itu dan melahapnya.
"Kita tuh toko kue, kenapalah dibeliin bomboloni segala?" komentar Miyo tiba-tiba. "Kita kan bisa bikin sendiri."
"Lah iya," jawab Nei sambil membongkar makanan yang dibeli Aji. "Btw Kak Miyo, Kak Ayi, ini sup kerang buatku, ya. Tau banget Kak Aji kalau aku lagi pengen sup kerang."
"Eh, bagi!" teriak Ayi sembari mengejar Nei.
"Kakak makan bomboloni aja!"
Terjemahan:
- D'accord = ok
- Bonne journée = have a nice day
- Merci = thank you
- Je suis désolé = I'm sorry
- Monsieur = TuanNote:
Lachaleté Cake adalah sebuah toko kue imajiner, tidak nyata. Namun, jika kamu rasa kamu pernah lihat nama ini, yes kamu gak salah. Nama ini adalah nama toko kue (maksudnya group chat berkonsep toko kue) di dunia tipu-tipu kesayangan aku dan teman-temanku. (Aku sudah izin 'tuk gunakan namanya di sini, hehe.) And yah, mungkin kalian sudah menduga, kisah ini juga merupakan kisah yang kupakai 'tuk abadikan momen-momen aku dan temanku selama di dunia tipu-tipu virtual; di toko kue Lachaleté Cake. (Singkatnya, karakter di sini 80%nya adalah teman daringku, haha.)Teruntuk Xiaoyi/Ayi, Miyo, Nic, dan teman-temanku yang masih coming soon munculnya di sini, hehe I love you, thank you sudah izinkan aku pakai nama kalian (walau ada yang diganti, sih). Mwah, langgeng terus kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
xvi.
FantasyBilah pedang menusuk masuk ke lapisan kulitnya, dalam hingga menembus secara menyeluruh tubuh sang pendosa. Dia tahu, ada dua kartu di tangan Raja: pengampunan dan penghukuman. Kartu penghukuman telah dipilih padanya, walaupun ia tidak pernah dibuk...