"Pangeran! Syukurlah Anda baik-baik saja." Éliott berlari memeluk Nei. "Saya panik sekali ketika Pangeran dan Penyihir LeBlanc menghilang."
Nei menepuk-nepuk bahu Éliott sembari merintih kesakitan. "Tolong ... lepas, tubuhku masih sakit."
Éliott yang mendengarnya langsung melepaskan dirinya. "Maaf, maaf, Pangeran! Saya takut dibunuh Tuan Muda Aji kalau Pangeran tidak selamat—eh, maksudnya saya takut Anda kenapa-napa. Maaf, Pangeran!"
"Aku dengar jelas, lho, Éliott," komentar Nei datar. Tidak disangkanya bahwa ada penyihir yang takut dengan manusia. Kadang-kadang Nei tidak habis pikir.
"Maaf, Pangeran!"
"Berhentilah meminta maaf. Toh, aku baik-baik saja. Lagi pula tidak perlu khawatir, emang orang yang sudah meninggal bisa membunuh orang yang masih hidup?" Nei melipat tangannya di atas meja, lalu menenggelamkan kepalanya di antara tangannya itu.
"Sebenarnya, saya juga bawa kabar tentang itu, Pangeran." Suara Éliott terdengar mulai serius. Nei mengangkat kepalanya, lalu bertanya, "Kenapa? Kak Aji masih hidup?"
Éliott menggeleng. "Saya tidak tahu. Saya jelas lihat petinya ditutup, lalu dikremasi. Namun, tandanya mulai muncul lagi."
Éliott menunjukkan tanda sumpah setianya pada Aji di pergelangan tangannya. Memang benar, tipis sekali sampai Nei nyaris tidak bisa melihatnya, tapi memang benar ada tanda bunga Pansy di sana. "Lho iya? Kok bisa?"
"Saya juga tidak tahu, Pangeran. Saya kurang tahu kapan pastinya tanda ini muncul lagi, tetapi saya baru sadar kemarin. Saya perhatikan juga warnanya tidak berubah sejak kemarin, tetap setipis ini."
"Apa jangan-jangan Kak Aji masih hidup? Kalau iya, boleh minta tolong Kak Aji mikir nggak sih? Aku nggak jago mikir," tanya Nei asal. Éliott menggeleng. "Tidak mungkin, Pangeran. Saya lihat dengan mata sendiri tubuh Tuan Muda di peti sebelum ditutup dan dikremasi. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah dikremasi hidup lagi? Tubuhnya muncul lagi dari abu?"
Nei membulatkan bibirnya. "Iya juga. Kita lihat saja nanti, deh. Kalau ada perubahan lagi dengan tandanya, beritahu aku, ya, Éliott. Sekarang kita urus tentang masalah kita saja dulu."
Éliott mengangguk sembari menarik kursi sedikit jauh dari meja makan; persis seperti yang dilakukan oleh Nei. Selepas mengatur tempat duduk mereka agar berhadapan, Éliott kemudian bertanya, "Anda sudah siap, Pangeran?"
Nei menatap singkat Élise dan Grysiae yang buru-buru keluar dari kamar dan bergabung, lalu berucap, "Silakan lihat sebanyak yang kalian ingin tahu."
"Baik, Pangeran. Mohon izin." Éliott menyerahkan segelas teh pada Nei, yang setelahnya langsung ditegak habis oleh pemuda berambut ikal itu.
***
"Pangeran," panggil Grysiae pelan. Nei tidak menjawab. Sang Pangeran masih tertidur. Éliott tidak ingin membuat Nei sakit kepala karena ingatannya diacak-acak secara paksa, jadi Éliott memilih untuk menggunakan cara kedua: mengakses ingatan Nei setelah Nei terlelap dengan bantuan obat tidur.
"Kalau begini, berarti besar kemungkinan seperti yang dikatakan oleh Tuan Muda," ucap Éliott tanpa sadar. Élise mengangguk sembari menatap Nei. "Pantas saja Pangeran selalu tidak ingin bicara tentang ini. Bukankah siksaan yang diterima Pangeran terlalu kejam untuk seseorang yang belum dibuktikan kebersalahannya? Aku pun tidak akan sanggup jika harus mengingatnya. Belum lagi, Pangeran mengalaminya di usia yang sangat muda."
"Selama ini perjuangan kita tidak salah." Grysiae bangkit dari duduknya. "Aku akan hubungi keluargaku dan para pendukung Pangeran lainnya 'tuk menyampaikan hal yang kita dapatkan dari ingatan milik Pangeran."
"Aku akan mencari tahu belati itu milik siapa. Memang bentuknya hanya terlihat samar di ingatan Pangeran, tetapi seharusnya itu bukan bentuk yang umum di Getamerta," ucap Élise sembari mengaktifkan kekuatannya; ia mulai berkelana meminjam mata milik orang-orang yang telah ia tandai, "dan rasanya, aku pernah melihat ukiran di belati itu. Rasanya benar-benar tidak asing."
"Langsung cari di lingkungan kerajaan saja, Lis. Entah kenapa, untuk kali terakhir ini, aku sangat yakin dengan tebakan Tuan Muda: yang menjebak Pangeran adalah orang-orang di kerajaan, atau mungkin ... keluarganya sendiri," ucap Éliott.
***
"Jadi, maksudmu, Penyihir LeBlanc kebetulan bertemu dengan pendosa itu ketika ia melarikan diri dari Gua Solaris, lalu segala kekuatan dan ingatannya disegel oleh Penyihir LeBlanc?" tanya pria tua di atas singgasana, Raja Zurrais.
Mirage mengangguk. "Namun, kekuatan Penyihir LeBlanc tidak sekuat itu. Ia tahu cepat atau lambat, segelnya tidak lagi dapat menahan kekuatan Pangeran."
"Apa kau menemukan mengapa Penyihir LeBlanc memutuskan untuk menyegel kekuatan pendosa itu?"
"Penyihir LeBlanc awalnya menginginkan kekuatan milik Pangeran. Ia telah coba berbagai metode untuk memindahkan kekuatan Pangeran ke dalam dirinya, ia bahkan mencoba untuk memindahkan kekuatan Pangeran ke dalam sebuah batu sihir. Namun, semuanya gagal," jawab Mirage.
"Awalnya?"
Mirage mengangguk lagi. "Betul, Yang Mulia. Awalnya begitu, tetapi Penyihir LeBlanc mengubah pikirannya. Setelah lama hidup dengan Pangeran, ia sepertinya jadi mendukung Pangeran dan menyesal telah menyegel kekuatan milik Pangeran."
Raja Zurrais tidak menjawab.
"Izin, Yang Mulia. Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan." Mirage menundukkan kepalanya. "Di ingatan milik Penyihir LeBlanc, kami lihat bahwa ada seorang manusia yang berperan besar dalam pengembalian ingatan dan kekuatan Pangeran. Manusia ini juga banyak membantu Pangeran, dan dapat saya katakan bahwa manusia ini lebih cerdas dari kebanyakan manusia yang lain, ia bahkan mengetahui hal yang tidak diketahui Pangeran."
"Manusia?" sela Raja Zurrais.
Mirage mengangguk. "Betul, Yang Mulia. Manusia. Dia adalah manusia yang sama dengan yang Pangeran coba untuk bangkitkan beberapa hari yang lalu. Jadi, tampaknya ia sudah tutup usia."
"Lalu, mengapa kau beritahu padaku?"
"Saya punya ide, Yang Mulia," ucap Mirage, "ada seorang penyihir yang saya tahu bakatnya adalah berubah wujud. Mungkin saya dapat meminta penyihir itu untuk menyerupai si manusia, lalu mencoba untuk mengelabui Pangeran."
"Kau sudah temukan di mana lokasinya?"
Mirage menggeleng. "Belum secara pasti, tetapi saya tahu bahwa mereka ada di Bumi. Maka, menurut saya, ini adalah salah satu strategi yang tepat. Mereka pasti akan berpikir bahwa Pangeran berhasil membelokkan takdir si manusia dan akhirnya akan lengah. Itu dapat mempermudah penangkapan Pangeran."
Raja Zurrais menarik senyum di wajahnya. "Sepertinya kau tidak suka pertempuran, ya, Mirage."
"Mohon maaf sekali, Yang Mulia. Jika ada cara selain perkelahian, saya lebih memilih cara itu."
"Ya, tidak apa. Lakukan sesukamu. Aku menantikan hasilnya."
"Siap, Yang Mulia."
KAMU SEDANG MEMBACA
xvi.
FantasyBilah pedang menusuk masuk ke lapisan kulitnya, dalam hingga menembus secara menyeluruh tubuh sang pendosa. Dia tahu, ada dua kartu di tangan Raja: pengampunan dan penghukuman. Kartu penghukuman telah dipilih padanya, walaupun ia tidak pernah dibuk...