Bagian 5.

6 3 0
                                    

Aji menghela napasnya. Ia menyentuh kaca yang membatasi apartemennya dengan udara di luar. Walau samar, ia dapat lihat pantulan wajahnya di kaca itu. "Merde."

Benaknya penuh, memutar banyak kenangan yang dibencinya dan juga memori yang baru didapatkannya pagi hari tadi di rumah sakit; ketika Aldéric menyentuh dahinya. Itu bukan gerakan asal, Aldéric menunjukkan sebuah peristiwa padanya. Aji tidak tahu apakah itu benar terjadi atau tidak, tetapi tidak ada salahnya untuk percayai itu.

"Yang Mulia Pangeran, silakan naik ke atas dan sentuh bola kristalnya." Suara itu datang entah dari mana. Namun, sang pemilik pengelihatan mengangguk dan mulai berjalan ke atas. Tanpa ragu, ia sentuh bola kristalnya.

"Yang Mulia Pangeran Xvirenciele Arklneight Zurrais d'Herosse Ophélie, menguasai seluruh elemen." Suara yang awalnya terdengar di awal, kini terdengar lagi. "Bakat utama Pangeran adalah pengendalian dan manipulasi pikiran dan jiwa."

"Pangeran dapat memanipulasi kenangan seseorang, pikiran, bahkan jiwa. Pangeran juga dapat lakukan pertukaran jiwa, bahkan melenyapkan suatu jiwa selamanya." Seiring dengan suara itu memaparkan kemampuan utama sang Pangeran, bisik-bisik mulai terdengar di aula putih nan megah itu.

Saat itu, awalnya Aji tidak mengerti apa yang ditunjukkan oleh Aldéric. Namun, setelah adegan singkat itu selesai diputar oleh Aldéric di pikiran Aji, suara Aldéric menyapa benaknya. "Itu adalah potongan ingatan milik Nei ketika upacara bakat."

"Kau tahu kenapa kau pingsan ketika ditatap Nei di bawah bulan purnama?"

"Itu karena kekuatannya bersinergi dengan bulan. Di bawah bulan purnama, kekuatan dan bakatnya menjadi berkali-kali lipat lebih kuat."

"Seandainya kekuatannya tidak disegel ..., jiwamu pasti telah hancur berkeping-keping, Monsieur." Ada jeda pada telepati Aldéric. "Jangan bermain-main dengan kekuatannya."

"Jiwaku? Hancur?" Aji tertawa parau. "Tidak masalah."

"Aku juga sudah lelah," tambahnya.

"Namun, sebelum itu, akan aku pastikan Nei mengingat siapa dirinya."

"Mengapa kau begitu terobsesi untuk mengingatkan Nei akan identitasnya?" Aldéric tiba-tiba muncul di hadapan Aji, membuat sang wira terkesiap. Ia datang tanpa permisi, tanpa aba-aba, dengan teleportasi ke dalam apartemen milik Aji.

"Bukankah Anda selalu mengawasinya, Monsieur LeBlanc?" balas Aji. "Seharusnya Anda tahu alasan saya, bukan?"

"Karena ia berbahaya?" Aldéric bertanya sembari mendudukkan dirinya di sofa apartemen Aji, padahal sang tuan rumah belum mempersilakan.

"Saya pernah dengar suatu cerita, Monsieur LeBlanc," mulai Aji sembari mendudukkan dirinya di hadapan Aldéric. "Ada suatu kisah yang diceritakan oleh para penyihir dari waktu ke waktu, generasi ke generasi."

Raut wajah Aldéric mulai berubah seiring Aji melanjutkan perkataannya. "Ratusan tahun yang lalu, ada seorang penyihir yang dapat meramal masa depan. Sebelum hidupnya berakhir, ia melihat sebuah visi di mana ada seorang pangeran yang akan terlahir dengan kemampuan luar biasa."

"Namun, setelahnya, sang peramal legendaris itu juga bilang bahwa keberadaan sang pangeran tidaklah baik. Ada dua jalur yang dapat ditempuh pangeran itu: menjadi jahat dan mengakhiri seluruh dunia, atau menjadi baik dan menyelamatkan dunia. Pilihan yang mana saja, sang pangeran harus berhati-hati untuk tidak dimanfaatkan."

"Saya memang hanyalah manusia biasa. Saya tidak punya kemampuan magis seperti kalian, baik untuk memprediksi masa depan, melihat masa lalu, atau ya apalah. Namun, saya tahu, Monsieur." Aji menarik senyum di wajahnya sembari mengambil gelas kosong di meja. "Saya tahu bahwa pangeran yang dimaksud adalah Xvi."

"Bukankah akan menarik jika Xvi dimanfaatkan oleh seorang manusia biasa?" Aji menuang air perlahan, lalu menyerahkannya ke Aldéric. Sebelum sempat menuang air ke gelas satunya; untuk dirinya sendiri, Aldéric lebih dahulu menghentikannya. Pria yang mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari Aji itu mencengkeram leher kawan bicaranya.

Aldéric menatap Aji dengan marah. "Jaga bicaramu, Monsieur Pradhana. Saya bisa membunuhmu sekarang juga."

Aji tertawa. "Posisi Anda terhadap Xvi sangat tidak jelas, ya, Monsieur LeBlanc."

"Oh ya. Bukankah Anda bisa melihat masa depan? Anda sudah melihat masa depan saya, bukan?" Aji menyeringai. "Anda ... hanya menggertak. Saya tidak takut."

Aldéric menguatkan cengkeramannya. Namun, pria berambut pirang yang dicengkeramnya masih terlihat sangat tenang. Walau Aji sudah mulai sedikit sulit bernapas, ia melanjutkan perkataannya dengan sedikit terbata-bata. "Kalau memang saya akan memanfaatkan atau membahayakan Xvi nanti, Anda seharusnya tidak ragu untuk membunuh saya sejak awal, 'kan?"

Aldéric melepas cengkeramannya dengan kasar. "Kau, manusia gila."

"Saya anggap itu sebuah pujian, terima kasih." Aji merapikan kemejanya, lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti: menuang air ke gelas. "Terkadang manusia dapat menjadi lebih menyeramkan dari entitas yang seharusnya menyeramkan, Monsieur LeBlanc."

"Begini saja. Mari kita buat kesepakatan. Saya akan ungkapkan apa tujuan dan sumber saya." Aji mengangkat gelas di meja, memainkan isinya sejenak, lalu menegaknya. "Anda, jadilah pion saya."

"Saya bisa langsung melihat ke dalam dirimu," jawab Aldéric.

"Oh? Tawaran yang menarik, saya jadi tidak perlu repot menjelaskan." Aji masih tersenyum. "Silakan. Masuklah dalam diri saya dan lihat sendiri."

"Dengan senang hati." Iris keemasan Aldéric mulai bersinar.

***

"Lapor, Yang Mulia. Saya telah menemukan lokasi penyihir LeBlanc." Mirage menundukkan kepalanya sembari melapor.

Sang Raja mengembangkan senyumnya. "Di mana?"

"Mereka ada di dimensi tempat para manusia hidup, Yang Mulia. Tepatnya di planet bernama Bumi." Mirage memvisualisasikan sebuah peta menggunakan kekuatannya. "Penyihir LeBlanc ada di negara yang bernama Prancis."

"Di kota Paris," tambah Mirage selagi ia memperkecil jangkauan peta yang ia visualisasikan.

"Namun, saya tidak menemukan keberadaan Pangeran di dekat penyihir LeBlanc."

"Saya akan coba memantaunya selama 7 hari, Yang Mulia. Mohon berikan izin untuk pergi ke dimensi tersebut."

"Tidak perlu. Cukup awasi dari sini, Mirage. Kau pasti akan menemukannya," perintah sang Raja.

"Baik, Yang Mulia."

Terjemahan:
Merde = Sial

xvi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang