Bel apartemen berbunyi. Nei yang masih sibuk menelusuri seluruh bagian apartemen milik Aji terperanjat. "Ada tamu, kah?"
Nei beranjak ke pintu, menemukan seorang pemuda yang asing baginya. Pemuda itu berambut lumayan panjang, terikat sebagian di belakang, dan menggunakan kacamata bergagang besi. Seolah mengetahui bahwa Nei tengah melihat dari layar interkom, pemuda itu menyapa, "Selamat pagi, Pangeran. Saya Éliott Laurent, boleh izinkan saya masuk? Saya ke sini atas perintah Tuan Muda."
"Tuan Muda?" Nei membalas dari perangkat interkom.
"Benar, saya diperintahkan Tuan Muda Aji untuk datang ke sini dan berbicara dengan Pangeran."
"Hah?" Bingung, tetapi akhirnya Nei mengizinkan pemuda bernama Éliott itu untuk masuk. Begitu masuk, ia langsung menundukkan tubuhnya ke Nei. Buru-buru, tubuh dan bibir Nei bergerak dengan sendirinya untuk menyentuh bahu Éliott dan berucap, "Bangunlah."
"Perkenalkan sekali lagi, Pangeran. Saya Éliott Laurent, seorang penyihir dari dimensi yang sama dengan Anda, dari Getamerta. Saya berada di sini atas perintah Tuan Muda." Nei sedikit terperanjat. Ia buru-buru menyiagakan dirinya. Aji mengirim seorang penyihir padanya? Serius? Nei tidak percaya.
"Maaf jika saya terlihat mencurigakan, Pangeran. Namun, saya tidak berbohong." Éliott mengulurkan tangannya, menunjukkan sebuah tanda berbentuk bunga Pansy yang terukir dekat pergelangan tangannya. "Ini adalah tanda sumpah setia saya pada Tuan Muda. Pangeran seharusnya pernah melihat tanda yang sama di lengan atas Tuan Muda. Jadi, Pangeran tidak perlu khawatir, Tuan Muda benar-benar mengirim saya."
Nei mengerutkan keningnya. Memang benar ia pernah lihat tato itu di lengan kiri atas Aji. Ia pikir itu hanya tato biasa karena setahunya, Aji memang punya beberapa tato di tubuhnya, tetapi rupanya bukan. Ia jadi ingat ucapan Aji sekitar dua hari yang lalu. "Kalau hanya bicara tentang yang bukan magis; kekuatan manusia, kekuatanku lebih darimu, jauh sekali di atasmu. Kalau aku mau, aku bisa menekanmu sekarang juga untuk mengucapkan sumpah bahwa selamanya kau tunduk padaku. Untuk manusia memang sumpah itu tidak begitu berarti, tetapi bagi para penyihir? Kau seharusnya bisa mengira, Xvi."
Cepat-cepat, Nei raih tangan Éliott. Ia langsung bertanya, "Kak Aji memaksamu untuk bersumpah setia padanya?!"
Éliott menggeleng. "Tidak, Pangeran. Tuan Muda tidak pernah menekan saya. Bersumpah setia pada Tuan Muda adalah pilihan saya sendiri."
Nei menghela napasnya lega. "Maaf telah mencurigaimu. Jadi, apa yang mau kau sampaikan?"
"Pertama, ada pesan dari Tuan Muda untuk Pangeran. Tuan Muda bilang maaf karena tidak bisa menjelaskan banyak hal secara langsung. Bukan karena Tuan Muda tidak ingin jelaskan semuanya, tetapi Tuan Muda tidak ingin Pangeran syok dan lepas kendali jika tiba-tiba diberitahu semuanya. Jadi, Pangeran harus mencari tahu sendiri." Éliott menjeda ketika Nei menyuruhnya untuk duduk. "Jangan berdiri terus, ayo duduk."
Éliott awalnya menolak, tetapi setelah beberapa kali diminta Nei, akhirnya ia melakukannya. Ia kemudian melanjutkan ucapannya, "Tuan Muda kini sedang dalam perjalanan 'tuk kembali ke Indonesia. Tuan Muda tidak akan kembali dalam waktu dekat, jadi apartemen ini diberikan untuk Pangeran."
Nei menganga untuk kesekian kalinya hari itu. "Hah?!"
Éliott mengangguk. "Tuan Muda telah menyelesaikan semua prosedur penggantian nama pemilik. Pangeran tidak perlu khawatir tentang dokumen resminya. Pangeran juga tidak perlu khawatir tentang segala biayanya, Tuan Muda akan menanggung segala biaya yang diperlukan untuk reparasi, pemeliharaan, listrik, dan lainnya."
"Bukan-bukan." Nei tidak habis pikir. "Bukan itu maksudku. Apartemen ini? Untukku?"
Éliott mengangguk, sementara Nei menepuk dahinya. "Hah gila. Bisa gak sih Kak Aji kalau mau ngapa-ngapain tuh ngomong dulu?! Stres aku."
Nei mengambil ponselnya. Ia dengan segera menelepon Aji. Namun, tidak diangkat. Lebih tepatnya, panggilan ditolak. "Kok ditolak, sih?!"
Nei menelepon lagi. Sama dengan sebelumnya, kali ini juga ditolak. "Kak Aji sialan! Kenapa ditolak, sih?!"
"Tolak aja, tolak terus, dasar orang gila," omel Nei masih sambil mencoba menelepon Aji. Tidak berselang lama, sebuah pesan dari Asa diterima Nei di aplikasi messenger-nya. Pesan itu singkat, hanya dua kalimat, tetapi mampu buat darah Nei seolah mendidih: Ngasih tau aja, nomermu barusan diblokir Bang Aji. Messenger-mu juga, Nei.
"Kak Aji sialan! Asu." Nei menarik rambutnya dengan penuh kekesalan. "Asu!"
"Oh ya, Pangeran." Éliott sedikit berdeham. "Terkait obrolan Pangeran dan Tuan Muda dua hari yang lalu, Tuan Muda minta maaf jika itu menyinggung Pangeran."
Oh. Nei hampir lupa bahwa sekarang ia masih bersama Éliott. Hancurlah sudah personanya.
"Tuan Muda hendak meminta maaf sendiri, tetapi waktunya tidak begitu sesuai. Jadi, maaf karena saya mewakili permintaan maaf Tuan Muda." Éliott menunduk. Nei segera menyuruhnya untuk menaikkan kepalanya. "Tidak-tidak. Aku tidak akan menerima permintaan maafnya jika diwakilkan oleh orang lain seperti ini."
"Perkataannya dua hari yang lalu membuatku susah tidur dan ... takut, tahu." Nei mengacak rambutnya. "Jadi, Kak Aji harus minta maaf sendiri. Aku tidak mau."
"Belum lagi kelakuannya hari ini, pokoknya Kak Aji harus minta maaf sendiri!" tukas Nei dengan berapi-api.
"Itu sedikit sulit. Jadwal Tuan Muda benar-benar sangat padat mulai ketika sampai di Indonesia." Éliott menaikkan kacamatanya. "Belum lagi, waktu Tuan Muda juga terbatas karena perbedaan zona waktu. Namun, saya akan coba beritahu permintaan Pangeran pada Tuan Muda."
Nei menatap Éliott serius. "Pokoknya, Kak Aji harus minta maaf secara langsung padaku. Kalau tidak, aku tidak akan maafkan Kak Aji sampai kapan pun!"
"Itu ... agak berlebihan, Pangeran," komentar Éliott.
"Terserah, aku benar-benar marah. Kak Aji seenaknya saja." Nei menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan kesal.
"Sudah tidak ada lagi kan yang dititipkan Kak Aji?" tanya Nei setelah berhasil menenangkan dirinya.
Éliott mengangguk. "Untuk pesan, hanya itu saja. Namun, untuk alasan awal saya diminta kemari, belum."
"Jadi, masih ada?"
"Betul, Pangeran." Éliott kembali mengangguk. "Ini yang paling penting, terkait Anda yang merupakan Pangeran Mahkota Kerajaan Ophélie, kekuatan Anda, dan Getamerta."
"Oh, sepertinya ini akan menjadi topik yang memusingkan," keluh Nei.
Éliott melepas kacamatanya. "Saya akan menjelaskannya dengan singkat, Pangeran. Jangan khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
xvi.
FantasyBilah pedang menusuk masuk ke lapisan kulitnya, dalam hingga menembus secara menyeluruh tubuh sang pendosa. Dia tahu, ada dua kartu di tangan Raja: pengampunan dan penghukuman. Kartu penghukuman telah dipilih padanya, walaupun ia tidak pernah dibuk...