27. Jangan Pergi Tanpa Pamit

1.7K 259 7
                                    

Setiap langkahnya terasa sangat berat, suara bising tak ia hiraukan, yang ia pikirkan sekarang bagaimana keadaan putra kelimanya, ucapan Jevano barusan terngiang 'Langit kejang' lagi hanya kesakitan yang putranya rasakan. Dona merasakan sesak yang teramat, bagaimana seharusnya Langit bisa bermain dan bersekolah tapi semua itu tak ia nikmati secara bahagia, rumah sakit seolah menjadi tujuan utama untuk hidupnya.

Dona meremas dadanya yang semakin sesak, ia tarik nafasnya yang terasa mencekik, ia mendongak untuk menghalau air matanya yang kian menumpuk, rasanya sakit sekali, ibu mana yang baik-baik saja ketika salah satu punya tengah berjuang untuk bertahan.

Rasa takut terus menghantuinya, bagaimana jika anaknya pergi? Bagaimana jika anaknya tak mampu lagi bertahan? Bagaimana jika mata itu tertutup dan tak lagi terbuka? Bagaimana jika ia tak akan lagi melihat senyum yang secerah matahari? Bagaimana hidupnya tanpa anak kuat seperti Langit? Dona menggeleng pelan, ia tak bisa membayangkan, semuanya terasa menyakitkan.

Dona sangat mengharapkan keajaiban itu datang, walaupun terdengar sangat mustahil.

Dona langkahnya kakinya mendekat ke ruang ICU, dapat ia lihat Jeffran menatap lantai dengan pandangan kosong, ingin Dona dekap tubuh rapuh itu untuk ia tenangkan, tapi Dona juga butuh tempat melampiaskan perasaanya yang sama hancurnya.

"Jangan ambil anakku tuhan..." Dona meraung, didepan dinding pembatas, Seran keluar ruangan diikuti perawat, tak ada yang diucapkan kakak iparnya itu, bukan Seran tak mau menjelaskan tapi pria itu sedang memberikan ruang untuk adiknya, Seran rasa apa yang keluar dari bibirnya hanya belati tajam yang menghujam hati, bukannya luka itu mengering malah semakin menganga.

Tubuh Dona merosot, air matanya kembali terjun bebas, ia tatap tangannya yang gemetar, "jangan tinggalkan mama..." lirihnya.

Jevano berjalan mendekati Dona yang menangis pilu, "Maafin Jevan ma..." Jevano berjongkok didepan Dona, air mata anaknya sudah terjatuh, Dona semakin merasakan sesak ketika anaknya yang menangis, padahal yang Dona tahu Jevano anaknya yang paling kuat tapi sekarang apa yang Dona lihat anaknya terpukul.

"Hukum Jevan ma" Raung Jevano sembari menggenggam tangan ibunya, "hukum Jevan... Seandainya Jevan bawa Langit masuk, seandainya Jevan nggak bentak Langit, semuanya nggak akan sekacau sekarang... Jevan menyesal ma... Maafin Jevan" Dona peluk tubuh Jevano tak kalah erat, hatinya sakit melihat raungan Jevano yang memilukan, dadanya semakin sesak.

"Jangan menangis mas..." Dona usap air matanya Jevano, "mama nggak pantas buat hukum mas"

Jevano tatap Jeffran yang tak merespon sama sekali, ayahnya hanya diam dengan pandangan kosong, air matanya tak lagi mengalir, tapi rongga dadanya terasa sangat sesak, Bahakan sulit untuk Jeffran jelaskan bagaimana sakitnya.

"Jef?" Jeffran mendongak ketika melihat Oma berdiri disampingnya, mata Jeffran memerah ketika melihat siluet ibunya, Oma duduk disamping putra bungsunya.

"Sakit mama bahkan Jef nggak bisa jelasinnya gimana rasanya, Jef pikir tak sampai sesakit ini" aduh Jeffran dipelukan sang ibu, memang benar sedewasa apa seorang anak, tetap akan rapuh didepannya ibunya.

Tak ada yang Oma ucapkan selain mengelus tubuh putranya yang bergetar.

"Jef takut ma, gimana kalau Langit pergi tanpa pamit sama Jef, Jef takut" Oma tak bisa lagi membendung air matanya, ia teringat kembali perlakuannya dengan cucu kelimanya itu, belum pergi saja anaknya sudah ketakutan seperti sekarang, bagaimana jika Langit benar pergi? Oma tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Jeffran anak bungsunya yang terkenal kuat.

Perawat mendekati Dona yang terdiam dipelukan Jevano, "ibu mau ketemu Langit?" Tanyanya lembut, lama Dona terdiam, rasanya tak siap melihat tubuh anaknya yang terbujur tak sadarkan diri, Dona sempat melirik Jeffran yang juga menatap dirinya.

AKSENA FAMILY (Nct Dream)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang