ELLENA 11 : Fakta

12 2 0
                                    

"Lebih baik diam namun mengerti, daripada berbicara namun sama sekali tidak mengerti semua yang dibicarakan!"
~Alvaro William Dareno

****

Saat ini, kota mulai bersinar dengan kerlap-kerlip lampu jalan yang menerangi trotoar dan jalanan. Gedung-gedung tinggi memancarkan cahaya dari jendela-jendelanya, menambah keindahan langit malam yang mulai gelap.

Di pinggir jalan, pedagang kaki lima mulai sibuk melayani pelanggan yang ingin menikmati makan malam atau sekadar mencicipi jajanan ringan. Aroma makanan yang menggoda tercium di udara, bercampur dengan suara obrolan dan tawa dari orang-orang yang menikmati waktu bersama teman atau keluarga.

Trotoar kini dipenuhi pejalan kaki yang berjalan cepat menuju halte bus atau stasiun kereta, bergegas untuk pulang setelah seharian bekerja. Restoran dan kafe mulai penuh dengan pengunjung yang mencari tempat untuk bersantai dan mengisi perut. Lampu neon dari papan reklame dan toko-toko menciptakan pemandangan yang hidup dan semarak, menambah kesan dinamis dan modern dari kota tersebut.

Entah karena dorongan apa ataupun atas dasar apa. Morgan, remaja 18 tahun itu yang biasanya memakai celana jeans yang ia padukan dengan kaos oblong dibalut jaket Red Phoenix kebanggaanya kini terlihat berbeda.

Cowok itu memakai sarung kotak-kotak berwarna coklat dan baju koko yang berwarna senada. Rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menambah pesona di wajah tampannya. Peci hitamnya masih bertengger apik di kepala cowok itu meskipun rambut poninya sudah menyembul seolah-olah memaksa keluar dari peci tersebut. Morgan habis melaksanakan shalat maghrib di kamarnya.

Dengan langkah gontai, Morgan menuruni tangga menuju ruang tengah yang terdapat keluarganya sudah berkumpul di sana. Morgan yang kelewat santai itu mendaratkan tubuhnya di sofa-tepat disamping ayahnya.

Mata papi dan mami Morgan kompak membulat melihat penampilan putra bungsunya saat ini. Bahkan, mulut Maggien sudah menganga lebar. Tidak sedang konslet-kah kembarannya ini?.

Morgan yang merasa ditatap aneh menolehkan kepalanya melihat keluarganya dengan ekspresi yang berbeda-beda. Ada yang salah dari gue?

Morgan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa liatinnya kaya gitu?" tanyanya bingung.

Farah, Mami Morgan, perlahan mendekat dengan matanya yang masih membulat. Kedua tangan wanita paruh baya itu menyentuh kedua pipi putranya dan mengelusnya sebentar. "Kamu... Morgan anak Mami, kan?"

"HAH?!" Kini giliran Morgan yang dibuat melongo oleh pertanyaan Maminya. Matanya mengerjap pelan menjawab pertanyaan Farah. "Ini Morgan anak Mami."

Tapi Farah masih terdiam seakan tidak percaya. Farah beralih menatap suaminya dengan tatapan meminta penjelasan. "Tadi pas kamu jemput Morgan di restoran, kamu nggak salah anak, kan?"

Suami Farah, Reganta Dante, sontak menggeleng. "Enggak, Mi. Aku beneran bawa Morgan."

"Nggak ketuker juga, kan?" tanyanya sekali lagi. Regan kembali menggeleng.

Morgan menepuk jidatnya melihat kelakuan Maminya. "Mami, apaan sih! Siapa yang ketuker juga. Ini Morgan, Mi! Morgan!" Tekannya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ini beneran kamu? Tapi kok...." Mata Farah bergerak menatap Morgan dari ujung kaki hingga kepala berulang kali, seolah tidak percaya pada penampilan baru putranya yang tampak begitu berbeda.

Morgan hanya bisa menggelengkan kepala, merasa aneh dengan reaksi keluarganya yang berlebihan. "Ya ampun, Mi. Keliatan beda gitu ya, mi? Makin kaya gus-gus anak soleh itu kan, mi?" Morgan menaik turunkan alisnya.

Tawa Maggien langsung pecah saat mendengar celetukan Morgan yang menganggap dirinya persis seperti gus-gus soleh.

Plakk!

ELLENA: Beauty Dancer Incaran IceboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang