"Mata cantik itu hanya milik Ellena."
~Revan Adi Bagaskara****
Suasana di taman dekat sekolah terasa tenang dan damai. Langit mulai gelap dengan nuansa ungu pekat yang perlahan memudar menjadi hitam.
Bintang-bintang mulai muncul, berkelap-kelip di langit malam, sementara bulan sabit yang tipis menggantung di atas. Pepohonan di sekitar taman bergoyang pelan ditiup angin sepoi-sepoi, daun-daunnya mengeluarkan suara lembut saat bergesekan.
Lampu-lampu taman menyala dengan cahaya kuning yang hangat, menerangi jalan setapak dan bangku-bangku yang tersebar di berbagai sudut. Sesekali terdengar suara jangkrik dan gemerisik dedaunan, menambah kesan sunyi namun nyaman.
Di kejauhan, suara kendaraan yang lalu lalang terdengar sayup-sayup, tetapi tak cukup kuat untuk mengganggu ketenangan taman.
Ailee melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 7 malam tepat. Napasnya terhembus panjang, menandakan sedikit kekesalan yang tak bisa ia tahan.
Sudah pukul tujuh, dan Revan belum juga datang.
Dalam hati, ia mulai merutuki cowok itu, mempertanyakan apa yang membuatnya terlambat kali ini. Biasanya, Ailee tak pernah terlalu memedulikan keterlambatan, tetapi entah kenapa malam ini rasanya kesabaran yang tersisa mulai menipis.
Dengan langkah ringan, Ailee menuju bangku taman yang sepi. Daun-daun berguguran mengiringi langkahnya, menciptakan suara gemerisik halus yang bersatu dengan suasana malam.
Gadis itu duduk, menenangkan diri, mencoba melawan rasa kesal yang mulai merayap.
Ailee membuka tasnya dan mengeluarkan music box kecil yang selalu dibawanya ke mana-mana. Benda itu adalah pelarian sempurna bagi Ailee setiap kali dia butuh ketenangan.
Alunan lembut lagu "Terlukis Indah" mulai memenuhi udara, merayap masuk ke dalam setiap celah kesunyian taman.
Ailee memejamkan mata, membiarkan musik itu menguasai pikirannya. Perlahan, ketegangan yang tadi dirasakannya memudar. Punggungnya bersandar di bangku, sementara pikirannya melayang-layang dalam alunan nada.
Sesaat, gadis itu melupakan segala sesuatu, termasuk kekesalannya pada Revan yang tak kunjung tiba.
Namun, langkah kaki yang mendekat perlahan dari arah belakang menyadarkan Ailee bahwa dia tidak sendirian. Bunyi dehaman yang berat dan dingin menggetarkan udara, menarik Ailee kembali ke dunia nyata.
"Ehem..." suara itu, meskipun rendah, mampu menembus konsentrasi Ailee.
Ailee membuka mata, menegakkan tubuhnya. Gadis itu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Revan berdiri di sana, dengan wajah khasnya yang tenang namun tegas.
Senyum tipis tersungging di wajah Ailee, meskipun ada sedikit kebingungan di dalam hatinya. Biasanya, ia akan langsung meluapkan kekesalan, tetapi malam ini, musik yang baru saja didengarnya seolah masih menggantung di udara, membuatnya sulit untuk marah.
"Sorry gue telat. Tadi jalanan agak macet," ucap Revan dengan nada datar, tanpa sedikit pun nada penyesalan. Baginya, keterlambatan itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan, dan dia hanya menyampaikannya sebagai fakta.
Ailee mengangguk pelan, mencoba meredam rasa kesal yang sempat muncul kembali. "Nggak apa-apa, kok. Santai aja," jawabnya lembut, senyumnya masih terpampang di wajah.
Mungkin pengaruh musik tadi masih terasa, atau mungkin dia memang terlalu lelah untuk marah.
Revan menatap Ailee dengan tatapan penuh tanya, alisnya terangkat sedikit. Ada yang aneh dengan gadis ini, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLENA: Beauty Dancer Incaran Iceboy
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika seorang pria kasar dan keras kepala harus bertemu dengan seorang gadis cantik sejuta mimpi, Ailee Ellena Cabriell. Seperti namanya, siapaun yak bisa menolak pesonanya, ia memberi cahaya pada gelapnya hati Revan Adi Bagaskara...