"Jangan lupa untuk membuka matamu kembali, ya? Di sini banyak yang nunghuin kamu bangun. Selamat tidur, putri tidur."
****
Dokter dengan cepat bergerak, memberikan penanganan darurat kepada Ailee. Mereka memasang alat pemantau dan memeriksa kondisi vital Ailee dengan cekatan.
Salah satu dokter berusaha menenangkan Ailee dengan obat penenang, sementara yang lainnya memeriksa gejala-gejala yang muncul.
Arvinja dan Andini berdiri di luar ruang rawat dengan tatapan kosong, tubuh mereka bergetar karena ketidakpastian dan kepanikan. Anetha berusaha keras menahan air matanya, berpegangan pada tangan ibunya, mencoba untuk tetap kuat.
Sementara itu, Revan berdiri di pintu ruang rawat, tatapannya tertuju pada Ailee yang masih terbaring, kejang, dan tubuhnya yang kaku.
Setiap kali dia melihat tubuh Ailee bergelombang dengan kekuatan kejang, rasanya seperti ada sesuatu yang merobek jantungnya. Wajah Revan memucat, tubuhnya terasa berat, seolah dia terhimpit oleh rasa sakit dan ketidakberdayaan.
Dengan segala usaha, dokter berusaha mengatasi situasi tersebut, dan waktu seakan berjalan sangat lambat. Setiap detik yang berlalu terasa seperti bertahun-tahun bagi Revan dan keluarga Ailee.
Mereka semua menunggu dengan harapan penuh bahwa Ailee akan segera stabil dan mereka bisa menemukan solusi untuk menyelamatkannya.
Tut! Tut! Tut! Tut!
Monitor di samping ranjang Ailee berbunyi bersahut-sahutan dengan irama yang semakin tidak teratur, menambah ketegangan yang menggantung di udara.
Suara bip yang terus-menerus itu menandakan ketidakstabilan kondisi vital Ailee, dan semakin menambah kepanikan yang dirasakan oleh semua orang di luar ruang rawat.
Dokter dengan cepat mengubah strategi penanganan, berusaha menstabilkan Ailee dengan berbagai prosedur medis. Namun kejang Ailee tetap tidak mereda.
Setiap usaha yang dilakukan seakan sia-sia, dan mata dokter penuh dengan rasa frustrasi dan kekhawatiran.
Arvinja, Andini, dan Anetha berdiri terdiam, wajah mereka pucat dan mata mereka tidak bisa berhenti memandang ke arah ruang rawat dengan penuh kecemasan.
Setiap kali monitor berbunyi dengan nada yang mengkhawatirkan, mereka merasa seolah-olah jantung mereka ikut berdetak mengikuti ritme yang tidak menentu itu.
Revan, yang berdiri di sudut ruangan, terlihat benar-benar hancur. Tubuhnya bergetar, dan dia berusaha keras menahan diri untuk tidak terjatuh
Revan merasa seperti ada beban berat yang mengimpit dadanya saat Andini berteriak dengan penuh kepanikan, memanggil nama anaknya. Suara teriakan itu seakan membangkitkan rasa ketidakberdayaan yang mendalam dalam dirinya.
Di hadapan Revan, dokter sedang berjuang keras. Dokter menaiki ranjang Ailee dan melakukan CPR dengan gerakan cepat dan penuh tekanan pada dada gadis itu. Setiap tekanan dan hembusan nafas yang dilakukan dokter terasa seperti harapan terakhir, dan setiap detik terasa semakin mendesak.
Monitor di samping ranjang Ailee memancarkan gelombang yang tidak teratur, menambah ketegangan yang menggantung di ruangan.
Suara bip yang memekakkan telinga menyertai upaya dokter yang tidak henti-hentinya untuk mengembalikan ritme jantung Ailee ke jalur yang benar.
Revan merasakan suasana di sekelilingnya bergetar. Dia berdiri terdiam, matanya terpaku pada tindakan medis yang dilakukan di depan matanya, seolah-olah dia tidak bisa bergerak atau berbuat apa-apa selain menyaksikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLENA: Beauty Dancer Incaran Iceboy
Fiksi RemajaBagaimana jadinya jika seorang pria kasar dan keras kepala harus bertemu dengan seorang gadis cantik sejuta mimpi, Ailee Ellena Cabriell. Seperti namanya, siapaun yak bisa menolak pesonanya, ia memberi cahaya pada gelapnya hati Revan Adi Bagaskara...